Jakarta: Kasus santri asal Banyuwangi yang tewas dianiaya sesama santri di Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Jawa Timur, mulai menguak fakta baru. Santri berinisial BB tewas di tangan empat seniornya.
Kematian BB yang dianggap janggal lantaran korban awalnya disebut karena terjatuh di kamar mandi membuat pihak keluarga membawa kasus ini ke jalur hukum. Ditambah pihak Ponpes Al Hanifiyah Kediri dinilai tidak proaktif dan lepas tangan atas kematian BB.
Berikut ini fakta-fakta kasus meninggalnya BB, santri asal Banyuwangi karena dianiaya seniornya.
1. Kondisi BB Penuh Luka dan Lebam
Keluarga yang diberitahu BB meninggal karena terjatuh di kamar mandi melakukan pengecekan dengan membuka kain kafan. Sebelum di buka kain kafan tersebut sudah bercucuran darah.
Ketika dibuka kondisi BB membuat keluarga terkejut. Pasalnya di tubuh bocah 14 tahun itu penuh luka dan lebam serta sundutan rokok.
2. Keluarga Merasa Dibohongi
Suyanti, ibu BB merasa dibohongi oleh pihak pondok pesantren tempat anaknya nyantri. Pihak pesantren menyebut korban meninggal karena jatuh dari kamar mandi.
"Pihak pondok ngabari waktu itu kalau anak saya meninggal karena jatuh dari kamar mandi," kata Suyanti.
Namun saat jenazah Bintang tiba di rumah, Suyanti terkejut melihat kondisi tubuh sang anak. "Banyak luka, lebam, dan berdarah."
Suyanti menyebut sikap pondok pesantren tidak proaktif, bahkan terkesan menyembunyikan informasi soal kematian Bintang. Pihak pondok juga tak meminta maaf, bahkan sebatas ucapan berduka cita.
3. Kirim Pesan Ketakutan Minta Dijemput
Sebelum meninggal, korban sempat mengirim pesan kepada keluarganya di Afdeling, Kampunganyar, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi melalui WhatsApp (WA).
Dalam pesan tersebut, korban sempat meminta kepada keluarga untuk menjemputnya dari Ponpes karena ia mengaku sudah tak kuat berada di sana ia juga sempat mengaku ketakutan. Namun, dia tidak menjelaskan apa yang membuatnya takut.
"Cepet sini. Aku takut maaa. Maaa tolongg. Sini cepat jemput," tulis Bintang melalui pesan WA.
4. 4 Santri Jadi Tersangka
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bramastyo Priaji mengungkapkan, peristiwa penganiayaan itu terjadi di lingkungan pesantren.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, polisi pun menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian BBM.
"Empat orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita laksanakan penahanan lebih lanjut,” kata Bramastyo.
Keempat temannya yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah MN, 18, seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA, 18, pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF, 16, asal Denpasar, dan AK, 17, asal Kota Surabaya.
5. Minta Tolong Hotman Paris
Suyanti yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak pondok meminta tolong ke pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Permintaan tolong itu disampaikan Suyanti dalam bentuk video dan sudah beredar luas di sejumlah platform media sosial.
“Selamat malam bang Hotman Paris. Saya ibunya Bintang Biliqis Maulana korban pengeroyokan di pondok pesantren hingga mengakibatkan meninggal dunia anak saya ,” ucap Suyanti dalam video tersebut.
“Tolong saya supaya segera diusut tuntas. Supaya mendapatkan keadilan. Tolong saya Bang Hotman Paris agar segera diusut tuntas agar ada keadilan untuk anak saya,” ungkapnya.
6. Ponpes Al Hanifiyah Tidak Berizin
Kementerian Agama (Kemenag) menyebut pesantren tempat BB "mondok" (tinggal) tidak mengantongi izin atau Nomor Statistik Pesantren (NSP). Waryono menjelaskan, santri tersebut sebenarnya sekolah di tsanawiyah yang pesantrennya memiliki NSP.
Namun, santri tersebut mondok (tinggal) di pesantren yang belum memiliki NSP.
"Nah memang ada pesantren-pesantren yang diduga tidak berizin. Itulah yang seringkali melakukan perundungannya. Mohon maaf yang terakhir ini yang terjadi, ini juga yang Kediri Itu adalah pesantren yang belum punya NSP," tegas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pontren Ditjen Pendidikan Islam Kemenag , Waryono Abdul Ghofur dalam “Ngobrol Pendidikan Islam (NGOPI)” yang digelar Ditjen Pendis, di Kantor Kementerian Agama, Selasa, 27 Februari 2024.
Jakarta: Kasus
santri asal Banyuwangi yang tewas dianiaya sesama santri di Ponpes Al Hanifiyah Kediri, Jawa Timur, mulai menguak fakta baru. Santri berinisial BB tewas di tangan empat seniornya.
Kematian BB yang dianggap janggal lantaran korban awalnya disebut karena terjatuh di kamar mandi membuat pihak keluarga membawa kasus ini ke jalur hukum. Ditambah pihak Ponpes Al Hanifiyah Kediri dinilai tidak proaktif dan lepas tangan atas kematian BB.
Berikut ini fakta-fakta
kasus meninggalnya BB, santri asal Banyuwangi karena dianiaya seniornya.
1. Kondisi BB Penuh Luka dan Lebam
Keluarga yang diberitahu BB meninggal karena terjatuh di kamar mandi melakukan pengecekan dengan membuka kain kafan. Sebelum di buka kain kafan tersebut sudah bercucuran darah.
Ketika dibuka kondisi BB membuat keluarga terkejut. Pasalnya di tubuh bocah 14 tahun itu penuh luka dan lebam serta sundutan rokok.
2. Keluarga Merasa Dibohongi
Suyanti, ibu BB merasa dibohongi oleh pihak pondok pesantren tempat anaknya nyantri. Pihak pesantren menyebut korban meninggal karena jatuh dari kamar mandi.
"Pihak pondok ngabari waktu itu kalau anak saya meninggal karena jatuh dari kamar mandi," kata Suyanti.
Namun saat jenazah Bintang tiba di rumah, Suyanti terkejut melihat kondisi tubuh sang anak. "Banyak luka, lebam, dan berdarah."
Suyanti menyebut sikap pondok pesantren tidak proaktif, bahkan terkesan menyembunyikan informasi soal kematian Bintang. Pihak pondok juga tak meminta maaf, bahkan sebatas ucapan berduka cita.
3. Kirim Pesan Ketakutan Minta Dijemput
Sebelum meninggal, korban sempat mengirim pesan kepada keluarganya di Afdeling, Kampunganyar, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi melalui WhatsApp (WA).
Dalam pesan tersebut, korban sempat meminta kepada keluarga untuk menjemputnya dari Ponpes karena ia mengaku sudah tak kuat berada di sana ia juga sempat mengaku ketakutan. Namun, dia tidak menjelaskan apa yang membuatnya takut.
"Cepet sini. Aku takut maaa. Maaa tolongg. Sini cepat jemput," tulis Bintang melalui pesan WA.
4. 4 Santri Jadi Tersangka
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bramastyo Priaji mengungkapkan, peristiwa penganiayaan itu terjadi di lingkungan pesantren.
Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, polisi pun menetapkan empat tersangka dalam kasus kematian BBM.
"Empat orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita laksanakan penahanan lebih lanjut,” kata Bramastyo.
Keempat temannya yang ditetapkan sebagai tersangka itu adalah MN, 18, seorang pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA, 18, pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF, 16, asal Denpasar, dan AK, 17, asal Kota Surabaya.
5. Minta Tolong Hotman Paris
Suyanti yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak pondok meminta tolong ke pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Permintaan tolong itu disampaikan Suyanti dalam bentuk video dan sudah beredar luas di sejumlah platform media sosial.
“Selamat malam bang Hotman Paris. Saya ibunya Bintang Biliqis Maulana korban pengeroyokan di pondok pesantren hingga mengakibatkan meninggal dunia anak saya ,” ucap Suyanti dalam video tersebut.
“Tolong saya supaya segera diusut tuntas. Supaya mendapatkan keadilan. Tolong saya Bang Hotman Paris agar segera diusut tuntas agar ada keadilan untuk anak saya,” ungkapnya.
6. Ponpes Al Hanifiyah Tidak Berizin
Kementerian Agama (Kemenag) menyebut pesantren tempat BB "mondok" (tinggal) tidak mengantongi izin atau Nomor Statistik Pesantren (NSP). Waryono menjelaskan, santri tersebut sebenarnya sekolah di tsanawiyah yang pesantrennya memiliki NSP.
Namun, santri tersebut mondok (tinggal) di pesantren yang belum memiliki NSP.
"Nah memang ada pesantren-pesantren yang diduga tidak berizin. Itulah yang seringkali melakukan perundungannya. Mohon maaf yang terakhir ini yang terjadi, ini juga yang Kediri Itu adalah pesantren yang belum punya NSP," tegas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pontren Ditjen Pendidikan Islam Kemenag , Waryono Abdul Ghofur dalam “Ngobrol Pendidikan Islam (NGOPI)” yang digelar Ditjen Pendis, di Kantor Kementerian Agama, Selasa, 27 Februari 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RUL)