Jakarta: Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) membantah isu yang ramai dibicarakan di media sosial terkait penarikan sertifikat tanah asli untuk diganti dengan sertifikat elektronik. Publik merasa ragu dengan keamanan sertifikat tanah asli miliknya yang akan ditarik negara.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang BPN Dwi Purnama menjelaskan pemerintah tak serta merta menarik sertifikat tanah asli. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mengganti sertifikat dari berbentuk fisik menjadi elektronik.
"Perlu dijelaskan sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor," ujar Dwi dikutip dari situs Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis, 4 Februari 2021.
Dalam beleid itu disebutkan penerbitan sertifikat elektronik dilakukan melalui pendaftaran pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar. Kemudian, penggantian sertifikat tanah yang sudah terdaftar dari bentuk analog menjadi digital.
"Jadi saat masyarakat ingin secara suka rela mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, maka sertifikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik," jelas Dwi.
Baca: Kementerian ATR: Sertifikat Elektronik Kultur Baru dalam Pendaftaran Tanah
Dwi menuturkan peluncuran sertifikat tanah elektronik guna efisiensi pendaftaran tanah, menciptakan kepastian hukum, dan perlindungan hukum. Peluncuran sertifikat elektronik ini juga untuk mengurangi jumlah sengketa, konflik, perkara pengadilan mengenai pertanahan, serta menaikkan nilai registering property untuk memperbaiki peringkat Ease of Doing Business (EoDB).
"Pendaftaran tanah elektronik ini akan meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun output, minimalisasi biaya transaksi sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna layanan dan penyedia layanan di masa pandemi," ujar dia.
Dwi menyatakan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan PMNA Nomor 3 Tahun 1997 akan berlaku berdampingan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah. Sebab, pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum seluruhnya terdaftar, sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia.
"Pemberlakuannya juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia, kemudian sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk," tutur Dwi.
Peraturan Menteri ATR/ kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik yang dirilis pada awal Januari 2021 merupakan rangkaian dari transformasi digital yang sedang bergulir di Kementerian ATR/BPN. Pada 2020, Kementerian ATR/BPN telah memberlakukan empat layanan elektronik, meliputi hak tanggungan elektronik, pengecekan sertifikat, zona nilai tanah, dan surat keterangan pendaftaran tanah.
Jakarta: Kementerian
Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) membantah isu yang ramai dibicarakan di media sosial terkait penarikan
sertifikat tanah asli untuk diganti dengan sertifikat elektronik. Publik merasa ragu dengan keamanan sertifikat tanah asli miliknya yang akan ditarik negara.
Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang BPN Dwi Purnama menjelaskan pemerintah tak serta merta menarik sertifikat tanah asli. Masyarakat diberikan keleluasaan untuk mengganti sertifikat dari berbentuk fisik menjadi elektronik.
"Perlu dijelaskan sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik, tidak ada penarikan sertifikat analog oleh kepala kantor," ujar Dwi dikutip dari situs Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis, 4 Februari 2021.
Dalam
beleid itu disebutkan penerbitan sertifikat elektronik dilakukan melalui pendaftaran pertama kali untuk tanah yang belum terdaftar. Kemudian, penggantian sertifikat tanah yang sudah terdaftar dari bentuk analog menjadi digital.
"Jadi saat masyarakat ingin secara suka rela mengganti sertifikat analog ke elektronik atau terjadi peralihan hak atau pemeliharaan data, maka sertifikat analognya ditarik oleh kepala kantor digantikan oleh sertifikat elektronik," jelas Dwi.
Baca: Kementerian ATR: Sertifikat Elektronik Kultur Baru dalam Pendaftaran Tanah
Dwi menuturkan peluncuran sertifikat tanah elektronik guna efisiensi pendaftaran tanah, menciptakan kepastian hukum, dan perlindungan hukum. Peluncuran sertifikat elektronik ini juga untuk mengurangi jumlah sengketa, konflik, perkara pengadilan mengenai pertanahan, serta menaikkan nilai
registering property untuk memperbaiki peringkat
Ease of Doing Business (EoDB).
"Pendaftaran tanah elektronik ini akan meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses maupun
output, minimalisasi biaya transaksi sekaligus mengurangi pertemuan fisik antara pengguna layanan dan penyedia layanan di masa pandemi," ujar dia.
Dwi menyatakan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik dan PMNA Nomor 3 Tahun 1997 akan berlaku berdampingan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah. Sebab, pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia belum seluruhnya terdaftar, sehingga data fisik dan data yuridis tanah untuk setiap bidang tanah belum seluruhnya tersedia.
"Pemberlakuannya juga akan secara bertahap mengingat banyaknya bidang tanah yang ada di Indonesia, kemudian sesuai dengan kondisi geografis yang sangat beragam dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang majemuk," tutur Dwi.
Peraturan Menteri ATR/ kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik yang dirilis pada awal Januari 2021 merupakan rangkaian dari transformasi digital yang sedang bergulir di Kementerian ATR/BPN. Pada 2020, Kementerian ATR/BPN telah memberlakukan empat layanan elektronik, meliputi hak tanggungan elektronik, pengecekan sertifikat, zona nilai tanah, dan surat keterangan pendaftaran tanah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)