Jakarta: Salah satu fenomena pindah agama atau dalam islam disebut murtad adalah karena alasan menikah dan mengikuti agama pasangan. Hal ini sering terjadi baik dari sisi pria maupun wanita yang dituntut ikut suami.
Bagi seorang muslim, bagaimana hukum pindah agama karena menikah? Melansir NU Online, dalam Islam keimanan terhadap Allah, Tuhan alam semesta, Nabi Muhammad saw sebagai utusan-Nya dan seluruh ajaran agama yang dibawanya, tidak boleh disertai keraguan dan harus 100 persen.
Dalam bahasa tauhid, harus dengan jazmu atau kemantapan hati. Orang yang meragukan Allah sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul, otomatis telah merusak keimanannya dan keluar dari agama Islam.
Merujuk penjelasan para ulama, sebagaimana Syekh Nawawi Banten, orang yang berniat atau berencana murtad di masa yang akan datang maka hukumnya murtad seketika itu juga, tidak harus menunggu sampai waktu sesuai rencananya.
Misalnya, seseorang berencana murtad di hari esok, maka saat itu juga ia sudah murtad.
Syekh Nawawi menjelaskan:
Artinya; “Atau ada orang bertekad akan kufur pada waktu mendatang, yaitu pada waktu sekarang ia berketetapan hati akan kufur pada hari besok, maka ia murtad seketika.”
Lebih lanjut Syekh Nawawi menjelaskan, hal demikian karena berupaya melanggengkan keislaman menjadi syarat keimanan. Karenanya, ketika orang berkeinginan melakukan kekufuran pada waktu yang akan datang maka ia murtad seketika. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Mirqatus Shu'udit Tashdiq, [Jakarta, Darul Kutub Islamiyah: 2010], halaman 19).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Salim dalam Kitab Is'adur Rafiq. Orang yang rela dirinya murtad, kapanpun itu, maka otomatis ia murtad seketika. (Muhammad bin Salim bin Sa'id Babashil, Is'adur Rafiq, [Al-Haramain], juz I, halaman 53).
Kunci dalam kasus ini adalah keimanan itu harus abadi, langgeng sampai akhir usia, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt:
Artinya, “Wahai orang yang beriman, teruslah beriman kalian dengan Allah, Rasul-Nya, dan kitab suci Al-Qur'an yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya Muhammad, dan kitab suci yang Allah turunkan sebelumnya; dan siapa saja yang mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, dan hari Kiamat, maka sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang amat jauh.” (QS An-Nisa': 136).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa orang yang berniat, bertekad, atau berencana murtad karena mengejar cintanya, maka tidak hanya berdosa, bahkan murtad seketika. Sebagai konsekuensinya ia harus segera bersyahadat dan bertaubat kepada Allah SWT.
Jakarta: Salah satu fenomena pindah agama atau dalam islam disebut murtad adalah karena alasan
menikah dan mengikuti agama pasangan. Hal ini sering terjadi baik dari sisi pria maupun wanita yang dituntut ikut suami.
Bagi seorang muslim, bagaimana hukum pindah agama karena menikah? Melansir
NU Online, dalam Islam keimanan terhadap Allah, Tuhan alam semesta, Nabi Muhammad saw sebagai utusan-Nya dan seluruh ajaran agama yang dibawanya, tidak boleh disertai keraguan dan harus 100 persen.
Dalam bahasa tauhid, harus dengan jazmu atau kemantapan hati. Orang yang meragukan Allah sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad saw sebagai Rasul, otomatis telah merusak keimanannya dan keluar dari agama Islam.
Merujuk penjelasan para ulama, sebagaimana Syekh Nawawi Banten, orang yang berniat atau berencana murtad di masa yang akan datang maka hukumnya murtad seketika itu juga, tidak harus menunggu sampai waktu sesuai rencananya.
Misalnya, seseorang berencana murtad di hari esok, maka saat itu juga ia sudah murtad.
Syekh Nawawi menjelaskan:
Artinya;
“Atau ada orang bertekad akan kufur pada waktu mendatang, yaitu pada waktu sekarang ia berketetapan hati akan kufur pada hari besok, maka ia murtad seketika.”
Lebih lanjut Syekh Nawawi menjelaskan, hal demikian karena berupaya melanggengkan keislaman menjadi syarat keimanan. Karenanya, ketika orang berkeinginan melakukan kekufuran pada waktu yang akan datang maka ia murtad seketika. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Mirqatus Shu'udit Tashdiq, [Jakarta, Darul Kutub Islamiyah: 2010], halaman 19).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Syekh Muhammad bin Salim dalam Kitab Is'adur Rafiq. Orang yang rela dirinya murtad, kapanpun itu, maka otomatis ia murtad seketika. (Muhammad bin Salim bin Sa'id Babashil, Is'adur Rafiq, [Al-Haramain], juz I, halaman 53).
Kunci dalam kasus ini adalah keimanan itu harus abadi, langgeng sampai akhir usia, sebagaimana difirmankan oleh Allah swt:
Artinya,
“Wahai orang yang beriman, teruslah beriman kalian dengan Allah, Rasul-Nya, dan kitab suci Al-Qur'an yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya Muhammad, dan kitab suci yang Allah turunkan sebelumnya; dan siapa saja yang mengingkari Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, dan hari Kiamat, maka sungguh ia telah tersesat dengan kesesatan yang amat jauh.” (QS An-Nisa': 136).
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa orang yang berniat, bertekad, atau berencana murtad karena mengejar cintanya, maka tidak hanya berdosa, bahkan murtad seketika. Sebagai konsekuensinya ia harus segera bersyahadat dan bertaubat kepada Allah SWT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)