Reaksi sedih dan haru sejumlah pegawai Sritex saat mendengarkan paparan Wamenaker Immanuel Ebenezer. Dok. Tangkapan layar IG Kemnaker
Reaksi sedih dan haru sejumlah pegawai Sritex saat mendengarkan paparan Wamenaker Immanuel Ebenezer. Dok. Tangkapan layar IG Kemnaker

Pemerintah Diminta Rancang Masa Depan Buruh Sritex dan Revisi Permendag 8 Tahun 2024

M Rodhi Aulia • 31 Oktober 2024 13:59
Jakarta: Pengamat ketenagakerjaan Aznil Tan mendesak pemerintah untuk segera merancang solusi jangka panjang bagi sekitar 50 ribu buruh PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang tengah menghadapi ketidakpastian nasib. Selain mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK), Aznil menekankan pentingnya strategi keberlanjutan untuk memastikan kesejahteraan pekerja dalam industri tekstil.
 
"Ketika kita bicara soal menghindari PHK, langkah konkret setelahnya apa? Apakah pekerja akan direlokasi ke perusahaan lain atau akuisisi dari sektor swasta ke BUMN?” ujar Aznil, Kamis 31 Oktober 2024.
 
Menurut Aznil, penanganan industri padat karya seperti Sritex membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif, bukan sekadar bantuan dana atau menunda PHK.

"Saya prihatin dengan nasib pekerja yang kini di ujung tanduk. Sritex adalah bisnis strategis dan merupakan investasi padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja, sehingga perlu ada diskusi bersama untuk mencari solusi inovatif," ujar dia.
 
Ia juga mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang memerintahkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, untuk memantau kondisi buruh di Sritex agar mereka tidak mengalami PHK.
 
Namun, tanpa strategi keberlanjutan yang jelas, Aznil khawatir dampak sosial dan ekonomi akan tetap dirasakan oleh para pekerja.
 
“Jika PHK menjadi pilihan terakhir, pemerintah harus memastikan perlindungan sosial dan hak-hak buruh diberikan secara efisien, tanpa birokrasi yang memperumit,” tegasnya.
 
Selain menyoroti nasib buruh Sritex, Aznil juga mengkritik kebijakan impor pemerintah. Ia menilai Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang memudahkan masuknya sebelas kelompok komoditas impor, termasuk tekstil, kosmetik, dan elektronik, justru mengancam industri lokal dan merugikan pekerja.
 
Menurutnya, kebijakan ini perlu segera direvisi untuk melindungi produk-produk dalam negeri dan mencegah PHK besar-besaran di sektor manufaktur.
 
"Impor yang berlebihan akibat kebijakan ini mengancam industri kita. Sritex adalah contoh nyata dampak dari kebijakan yang tidak berpihak pada industri lokal,” pungkas Aznil.
 
Aznil berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat bekerja sama merumuskan solusi inovatif dan menjaga stabilitas industri dalam negeri agar pekerja di sektor tekstil dan manufaktur tidak menjadi korban dari kebijakan yang tidak seimbang.
 
Baca juga: Selamatkan Nasib Buruh di Putusan Pailit Sritex
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan