Jakarta: Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto menyebut upaya kontra radikalisme harus relevan dengan anak muda. Anak muda cenderung mudah terpapar paham radikal melalui media sosial.
“Sasarannya kaum milenial, cara-cara yang digunakan ya pendekatan milenial,” kata Benny dalam diskusi virtual Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milenial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Benny mencontohkan anak muda banyak yang bermain media sosial, Twitter. Salah satu ciri khas Twitter, yakni jumlah katanya dibatasi 280 karakter.
“Jangan bikin narasi puluhan halaman atau ratusan halaman. Tidak akan dibaca,” ujar dia.
Baca: Pola Rekrutmen Teroris Berubah karena Teknologi
Kemudian, gaya bahasanya juga harus menyesuaikan anak muda. Upaya ini bisa dilakukan figur publik yang memiliki pengikut banyak di media sosial.
Menurut Benny, pemerintah juga bisa melibatkan pakar komunikasi, psikolog, hingga antropolog. Supaya isi pesan yang disampaikan efektif dan tepat sasaran.
“Ini perlu dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan untuk mengimbagi provokasi radikalisme yang masif,” tutur Benny.
Jakarta: Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto menyebut upaya kontra
radikalisme harus relevan dengan anak muda. Anak muda cenderung mudah terpapar paham radikal melalui
media sosial.
“Sasarannya kaum milenial, cara-cara yang digunakan ya pendekatan milenial,” kata Benny dalam diskusi virtual
Crosscheck Medcom.id bertajuk ‘Awas! Sesat Milenial Radikal di Jagat Virtual,’ Minggu, 4 April 2021.
Benny mencontohkan anak muda banyak yang bermain media sosial, Twitter. Salah satu ciri khas Twitter, yakni jumlah katanya dibatasi 280 karakter.
“Jangan bikin narasi puluhan halaman atau ratusan halaman. Tidak akan dibaca,” ujar dia.
Baca: Pola Rekrutmen Teroris Berubah karena Teknologi
Kemudian, gaya bahasanya juga harus menyesuaikan anak muda. Upaya ini bisa dilakukan figur publik yang memiliki pengikut banyak di media sosial.
Menurut Benny, pemerintah juga bisa melibatkan pakar komunikasi, psikolog, hingga antropolog. Supaya isi pesan yang disampaikan efektif dan tepat sasaran.
“Ini perlu dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan untuk mengimbagi provokasi radikalisme yang masif,” tutur Benny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)