Jakarta: Penasihat Field Epidemiology Training Program (FETP) I Nyoman Kandun menegaskan imunisasi penting untuk membentuk daya tahan tubuh dalam melawan penyakit. Mencegah penyakit pun lebih baik daripada mengobati.
“Imunisasi merupakan investasi masa depan bagi anak Indonesia. Dengan dibekali imunisasi yang melindungi mereka dari penyakit menular, maka anak Indonesia bisa tumbuh sehat secara fisik dan mental. Dengan begitu anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan cerdas,” kata Nyoman seperti disitat dari situs Covid19.go.id, Rabu, 18 November 2020.
Menurut dia, imunisasi ialah intervensi kesehatan masyarakat yang spesifik dan efektif dari segi biaya. Pemerintah sudah punya pengalaman dalam program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 1995 untuk mengeradikasi virus polio.
“Pemberian vaksin oral polio pada 1995-1997 diberikan pada siapa saja, tanpa memandang seseorang itu sudah diberikan vaksin polio secara rutin atau belum. Bagi yang telah mendapat imunisasi polio rutin, maka pemberian kembali vaksin polio akan memperkebal daya tahan tubuhnya. Mereka yang belum mendapat vaksin polio, maka bisa dikatakan mendapatkan imunisasi dasar," terang dia.
Baca: Survei: 64,8% Warga Siap Divaksin, Hanya 35% Mau Membayar
Dia menyebut masyarakat perlu mengetahui tahap-tahap penanganan penyakit menular, yaitu mengontrol, mengeliminasi, dan mengeradikasi. Mengontrol yakni menekan insiden penyakit menular, sedangkan mengeliminasi artinya menekan hingga angka yang sangat rendah.
"Mengeradikasi artinya, di samping kita bisa menekan penularan sampai nol, virusnya juga bisa hilang. Seperti misalnya cacar yang tidak ditemukan lagi adanya virus cacar sehingga kita bisa dikatakan mengeradikasi cacar," terang Nyoman.
Cakupan imunisasi rutin polio sejak 1995 sempat menurun akibat terdampak krisis multidimensi pada periode 1998-2002. Pada 2002, baru pemerintah menggelar PIN kembali. Pada 2005 virus polio liar teridentifikasi di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.
“Penanganan virus polio di Cidahu sebenarnya telah dilakukan dalam tindakan cepat yang dikenal sebagai sub PIN supaya virus polio liar yang masuk Cidahu tidak menyebar. Tapi virus tersebut menyebar ke Sumatra dan wilayah lainnya,” jelas Nyoman.
Pemerintah kemudian menetapkan virus polio liar sebagai kejadian luar biasa (KLB) dan kembali menjalankan PIN. Hasilnya, polio kembali sukses diberantas pada 2006. Pada 2014, label bebas polio diberikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Indonesia.
"Sampai saat ini tidak ditemukan lagi penderita polio yang disebabkan virus polio liar. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran virus? Cakupan imunisasi harus setinggi-tingginya, bila perlu 100 persen," terang Nyoman.
Konsultan imunisasi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Atlanta Kantor Indonesia, Jane Soepardi, menyebut imunisasi terbukti sebagai pendekatan kesehatan masyarakat yang paling efektif. Tanpa vaksin dan imunisasi, manusia tidak bisa menang melawan virus.
Jane menilai kunci sukses Indonesia bebas polio datang dukungan pemerintah yang memiliki keinginan kuat untuk menghapus virus itu. Dukungan sumber daya tenaga kesehatan dan logistik yang cukup turut membantu Indonesia terbebas polio.
“Tidak kalah penting, komunikasi dengan masyarakat melalui berbagai media terlaksana dengan baik sehingga imunisasi dengan vaksin yang sesuai, mampu diterima dan terbukti sebagai pendekatan kesehatan yang efektif," jelas Jane.
Dia pun berharap masyarakat mau mengikuti vaksinasi virus korona (covid-19). Jane memastikan vaksin telah dibuat dengan proses yang aman demi membuat publik kebal dari virus.
“Membuat vaksin jauh lebih sulit dan syaratnya lebih berat daripada membuat obat. Karena vaksin untuk orang yang masih sehat, sedangkan obat untuk orang yang sudah sakit. Oleh karena itu, syarat utama bagi vaksin adalah keamanannya," ungkap Jane.
Jakarta: Penasihat Field Epidemiology Training Program (FETP) I Nyoman Kandun menegaskan
imunisasi penting untuk membentuk daya tahan tubuh dalam melawan penyakit. Mencegah penyakit pun lebih baik daripada mengobati.
“Imunisasi merupakan investasi masa depan bagi anak Indonesia. Dengan dibekali imunisasi yang melindungi mereka dari penyakit menular, maka anak Indonesia bisa tumbuh sehat secara fisik dan mental. Dengan begitu anak Indonesia bisa tumbuh sehat dan cerdas,” kata Nyoman seperti disitat dari situs Covid19.go.id, Rabu, 18 November 2020.
Menurut dia, imunisasi ialah intervensi kesehatan masyarakat yang spesifik dan efektif dari segi biaya. Pemerintah sudah punya pengalaman dalam program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 1995 untuk mengeradikasi virus polio.
“Pemberian
vaksin oral polio pada 1995-1997 diberikan pada siapa saja, tanpa memandang seseorang itu sudah diberikan vaksin polio secara rutin atau belum. Bagi yang telah mendapat imunisasi polio rutin, maka pemberian kembali vaksin polio akan memperkebal daya tahan tubuhnya. Mereka yang belum mendapat vaksin polio, maka bisa dikatakan mendapatkan imunisasi dasar," terang dia.
Baca:
Survei: 64,8% Warga Siap Divaksin, Hanya 35% Mau Membayar
Dia menyebut masyarakat perlu mengetahui tahap-tahap penanganan penyakit menular, yaitu mengontrol, mengeliminasi, dan mengeradikasi. Mengontrol yakni menekan insiden penyakit menular, sedangkan mengeliminasi artinya menekan hingga angka yang sangat rendah.
"Mengeradikasi artinya, di samping kita bisa menekan penularan sampai nol, virusnya juga bisa hilang. Seperti misalnya cacar yang tidak ditemukan lagi adanya virus cacar sehingga kita bisa dikatakan mengeradikasi cacar," terang Nyoman.
Cakupan imunisasi rutin polio sejak 1995 sempat menurun akibat terdampak krisis multidimensi pada periode 1998-2002. Pada 2002, baru pemerintah menggelar PIN kembali. Pada 2005 virus polio liar teridentifikasi di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.
“Penanganan virus polio di Cidahu sebenarnya telah dilakukan dalam tindakan cepat yang dikenal sebagai sub PIN supaya virus polio liar yang masuk Cidahu tidak menyebar. Tapi virus tersebut menyebar ke Sumatra dan wilayah lainnya,” jelas Nyoman.
Pemerintah kemudian menetapkan virus polio liar sebagai kejadian luar biasa (KLB) dan kembali menjalankan PIN. Hasilnya, polio kembali sukses diberantas pada 2006. Pada 2014, label bebas polio diberikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada Indonesia.
"Sampai saat ini tidak ditemukan lagi penderita polio yang disebabkan virus polio liar. Jadi apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisasi penyebaran virus? Cakupan imunisasi harus setinggi-tingginya, bila perlu 100 persen," terang Nyoman.
Konsultan imunisasi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Atlanta Kantor Indonesia, Jane Soepardi, menyebut imunisasi terbukti sebagai pendekatan kesehatan masyarakat yang paling efektif. Tanpa vaksin dan imunisasi, manusia tidak bisa menang melawan virus.
Jane menilai kunci sukses Indonesia bebas polio datang dukungan pemerintah yang memiliki keinginan kuat untuk menghapus virus itu. Dukungan sumber daya tenaga kesehatan dan logistik yang cukup turut membantu Indonesia terbebas polio.
“Tidak kalah penting, komunikasi dengan masyarakat melalui berbagai media terlaksana dengan baik sehingga imunisasi dengan vaksin yang sesuai, mampu diterima dan terbukti sebagai pendekatan kesehatan yang efektif," jelas Jane.
Dia pun berharap masyarakat mau mengikuti vaksinasi virus korona (
covid-19). Jane memastikan vaksin telah dibuat dengan proses yang aman demi membuat publik kebal dari virus.
“Membuat vaksin jauh lebih sulit dan syaratnya lebih berat daripada membuat obat. Karena vaksin untuk orang yang masih sehat, sedangkan obat untuk orang yang sudah sakit. Oleh karena itu, syarat utama bagi vaksin adalah keamanannya," ungkap Jane.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)