Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut ada dua strategi utama mengatasi lonjakan penyebaran covid-19. Kedua strategi ini harus dijalankan secara beriringan agar efektif menekan penyebaran virus korona.
"(Kedua strategi) harus terus-menerus dilakukan, tidak boleh kendor. Dua strategi ini ada di hulu dan di hilir," kata Ketua IDI Daeng M. Faqih dalam diskusi virtual, Sabtu, 26 Juni 2021.
Strategi di bagian hulu yang dimaksud membatasi kegiatan masyarakat. Strategi ini direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
"WHO mengatakan mobilitas dan kegiatan penduduk harus dibatasi," ungkap dia.
Baca: IDI: PPKM Mikro Baik, Tapi Strategi Darurat Perlu Diambil
Namun, WHO tak merinci bentuk pembatasan mobilitas masyarakat yang dimaksud. Pembatasan bisa berupa lockdown total, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), atau pemberlakuakn pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) seperti yang diterapkan pemerintah saat ini.
"Kita enggak tahu apa istilahnya (anjuran WHO), tetapi yang paling penting adalah pembatasan secara ketat mobilitas dan aktivitas penduduk atau warga," tegas dia.
Sedangkan strategi kedua atau hilir, yaitu meningkatkan penerapan protokol di tengah masyarakat. Penanggulangan pandemi bakal berat dilakukan jika masyarakat tak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Ini beratnya, masyarakat kadang-kadang tidak merasa ini urusan kita semua," ungkap dia.
Daeng mengibaratkan menghadapi pandemi covid-19 sebagai perang semesta. Masyarakat harus ikut melawan serangan virus korona.
Tak dipungkiri terkadang merasa bosan menerapkan protokol kesehatan. Namun, hal itu bisa ditanggulangi dengan terus melakukan sosialisasi. Sehingga, kesadaran masyarakat terjaga dalam menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, pengawasan harus ditingkatkan. Sebab, penerapan tak bisa diserahkan begitu saja kepada masyarakat.
"Kalau hanya diserahkan kepada masyarakat saja pasti akan selalu gagal. Masyarakat secara psikologis, sosiologis, ada bosennya, ada kendornya, ada lupanya," ujarnya.
Dia menyebut pengawasan ekstra ketat dilakukan negara lain. Indonesia harus menerapkan kebijakan serupa mengawasi penerapan protokol kesehatan masyarakat.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia (
IDI) menyebut ada dua strategi utama mengatasi lonjakan penyebaran
covid-19. Kedua strategi ini harus dijalankan secara beriringan agar efektif menekan penyebaran virus korona.
"(Kedua strategi) harus terus-menerus dilakukan, tidak boleh kendor. Dua strategi ini ada di hulu dan di hilir," kata Ketua IDI Daeng M. Faqih dalam diskusi virtual, Sabtu, 26 Juni 2021.
Strategi di bagian hulu yang dimaksud membatasi kegiatan masyarakat. Strategi ini direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
"WHO mengatakan mobilitas dan kegiatan penduduk harus dibatasi," ungkap dia.
Baca:
IDI: PPKM Mikro Baik, Tapi Strategi Darurat Perlu Diambil
Namun, WHO tak merinci bentuk pembatasan mobilitas masyarakat yang dimaksud. Pembatasan bisa berupa
lockdown total, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), atau pemberlakuakn pembatasan kegiatan masyarakat (
PPKM) seperti yang diterapkan pemerintah saat ini.
"Kita enggak tahu apa istilahnya (anjuran WHO), tetapi yang paling penting adalah pembatasan secara ketat mobilitas dan aktivitas penduduk atau warga," tegas dia.
Sedangkan strategi kedua atau hilir, yaitu meningkatkan penerapan protokol di tengah masyarakat. Penanggulangan pandemi bakal berat dilakukan jika masyarakat tak disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Ini beratnya, masyarakat kadang-kadang tidak merasa ini urusan kita semua," ungkap dia.
Daeng mengibaratkan menghadapi pandemi covid-19 sebagai perang semesta. Masyarakat harus ikut melawan serangan virus korona.
Tak dipungkiri terkadang merasa bosan menerapkan protokol kesehatan. Namun, hal itu bisa ditanggulangi dengan terus melakukan sosialisasi. Sehingga, kesadaran masyarakat terjaga dalam menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, pengawasan harus ditingkatkan. Sebab, penerapan tak bisa diserahkan begitu saja kepada masyarakat.
"Kalau hanya diserahkan kepada masyarakat saja pasti akan selalu gagal. Masyarakat secara psikologis, sosiologis, ada bosennya, ada kendornya, ada lupanya," ujarnya.
Dia menyebut pengawasan ekstra ketat dilakukan negara lain. Indonesia harus menerapkan kebijakan serupa mengawasi penerapan protokol kesehatan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)