Wisatawan menyusuri jalur saat melakukan wisata alam hutan Mangrove di kawasan By Pass Ngurah Rai, Kota Denpasar, Bali, Minggu (19/4/2015). Foto: Antara/Fikri Yusuf
Wisatawan menyusuri jalur saat melakukan wisata alam hutan Mangrove di kawasan By Pass Ngurah Rai, Kota Denpasar, Bali, Minggu (19/4/2015). Foto: Antara/Fikri Yusuf

Gubernur Penjaga Hutan Dapat Dana USD25 Juta

30 September 2017 11:52
medcom.id, Balikpapan: Pemerintah Norwegia mengucurkan dana kemitraan sebesar USD25 juta atau setara 200 juta Krone untuk melestarikan hutan. Dana itu akan dipercayakan ke Satuan Tugas Gubernur untuk Hutan dan Iklim (GCF).
 
"Dana akan dikelola oleh UNDP dan bisa diakses anggota GCF," kata Sekretariat Indonesia untuk GCF, Seruni Soewondo, dalam keterangan tertulis, Sabtu 30 September 2017.
 
Kepastian pendanaan itu diumumkan dalam pertemuan tahunan GCF di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 28 September kemarin. Pertemuan yang berlangsung empat hari itu telah membuahkan kerja sama dengan sejumlah sektor swasta. Salah satunya kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam The Forest Alliance (TFA).

"Agenda yang dibahas di pertemuan GCF ini ternyata selaras dengan tujuan TFA pada 2020," kata Seruni.
 
Hasil penting lain dari pertemuan ini adalah keterlibatan masyarakat adat dalam proses dialog GCF. Masyarakat adat yang diwakili tiga organisasi besar, yakni Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) dari Indonesia, AMPB dari Amerika Tengah, dan COICA dari Lembah Amazon, menyatakan siap mendukung agenda-agenda GCF.
 
"Terutama dalam upaya menanggulangi deforestasi dan pembangunan rendah emisi karbon," kata dia.
 
Aktivis Aman, Rukka Sombolinggi, menyatakan akan membantu masyarakat adat memetakan wilayahnya. "Kami juga berupaya membantu menyelesaikan masalah antara masyarakat adat dengan perusahaan atau pemerintah daerah," kata dia.
 
Menurutnya, selama ini belum pernah ada proses dialog untuk lingkungan yang melibatkan masyarakat adat.
 
Baca: GCF Bakal Jadi Garda Terdepan Pelestarian Hutan
 
Gubernur Kalimatan Timur Awang Faroek Ishak mengatakan pertemuan tahunan GCF merupakan kesempatan yang baik untuk mendorong pembangunan hijau.
 
Balikpapan Statement
 
Pertemuan GCF kali ini menghasilkan pernyataan bersama yang dinamakan Balikpapan Statement. Pernyataan ini adalah upaya mencari cara yang praktis dan nyata untuk meraih pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi.
 
Ada tiga agenda utama Balikpapan Statement yang telah dibahas selama pertemuan ini, antara lain:
 
1. Mengidentifikasi cara bagaimana yurisdiksi menghasilkan komoditas pertanian secara berkelanjutan melalui kerja sama dengan konsumen agar mengurangi deforestasi.
 
2. Melindungi hak-hak masyarakat adat dan pada saat yang sama meningkatkan kesejahteraan mereka, khususnya yang tinggal di wilayah negara bagian dan provinsi anggota GCF.
 
3. Mencari cara untuk menjamin anggota GCF bisa meraih pendanaan yang diperlukan untuk mengurangi deforestasi, mendukung pembangunan rendah emisi, dan melindungi hak-hak masyarakat adat.
 
Baca: Walhi: Pengurangan Emisi di Daerah Salah Kaprah
 
GCF Project Lead, William Boyd, optimistis pertemuan ini dapat memberikan hasil yang riil bagi semua negara bagian dan provinsi yang tergabung di GCF.
 
"Pertemuan ini memberikan kesempatan untuk saling bertukar ide dan meningkatkan kemitraan antaraanggota GCF dengan berbagai donor dan sektor swasta,” kata Boyd.
 
GCF diluncurkan pada 2009 dengan tujuan mengedepankan pendekatan yurisdiksi dalam upaya memenuhi skema global pengurangan emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). GCF juga berkomitmen melakukan pembangunan rendah emisi.
 
GCF beranggotakan gubernur dari 35 provinsi dan negara bagian dari seluruh dunia. Meliputi Brazil, Kolombia, Indonesia, Pantai Gading, Meksiko, Nigeria, Peru, Spanyol, dan Amerika Serikat. Negara bagian dan provinsi yang menjadi anggota GCF menguasai sepertiga hutan dunia.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan