Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap data subsidi untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan kampus atau sekolah kedinasan yang dikelola Kementerian dan Lembaga Negara. Dari data yang diungkap KPK terlihat ketimpangan mencolok antara dua jenis kampus tersebut.
"Kita lihat berapa sih yang ke mahasiswa PTN? Ternyata cuma Rp7 triliun, sementara Rp32 triliun di perguruan tinggi yang diselenggarakan kementerian/lembaga," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin 10 Juni 2024.
Pahala menyoroti total dana pendidikan yang disediakan APBN 2024 mencapai Rp660,8 triliun. Namun anggaran itu tidak semua dikelola stakeholder utama pendidikan tinggi di Indonesia, yakni Kemendikbudristek.
"Sekarang lagi kita lihat 20 persen yang buat Dikti (Kemendikbudristek), enggak semua ternyata untuk pendidikan tinggi di Indonesia," ungkap Pahala.
Di sisi lain, Pahala menemukan indikasi ketidaksesuaian penggunaan anggaran dikti. Pahala mencontohkan anggaran dikti diduga digunakan untuk pembangunan SMK.
"Bahkan ada kementerian/lembaga memasukkan ke dalam 20 persen anggaran pendidikan ternyata dibikin SMK. SMK dimasukin ke perguruan tinggi. Dia bikin diklat internal tapi nge-charge-nya buat pendidikan tinggi," ungkap Pahala.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mengungkap data subsidi untuk Perguruan Tinggi Negeri (
PTN) dan kampus atau sekolah kedinasan yang dikelola Kementerian dan Lembaga Negara. Dari data yang diungkap KPK terlihat ketimpangan mencolok antara dua jenis kampus tersebut.
"Kita lihat berapa sih yang ke mahasiswa PTN? Ternyata cuma Rp7 triliun, sementara Rp32 triliun di perguruan tinggi yang diselenggarakan kementerian/lembaga," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin 10 Juni 2024.
Pahala menyoroti total dana pendidikan yang disediakan APBN 2024 mencapai Rp660,8 triliun. Namun anggaran itu tidak semua dikelola stakeholder utama pendidikan tinggi di Indonesia, yakni Kemendikbudristek.
"Sekarang lagi kita lihat 20 persen yang buat Dikti (Kemendikbudristek), enggak semua ternyata untuk pendidikan tinggi di Indonesia," ungkap Pahala.
Di sisi lain,
Pahala menemukan indikasi ketidaksesuaian penggunaan anggaran dikti. Pahala mencontohkan anggaran dikti diduga digunakan untuk pembangunan SMK.
"Bahkan ada kementerian/lembaga memasukkan ke dalam 20 persen anggaran pendidikan ternyata dibikin SMK. SMK dimasukin ke perguruan tinggi. Dia bikin diklat internal tapi nge-charge-nya buat pendidikan tinggi," ungkap Pahala.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DHI)