Jakarta: Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB (UNFPA) menekankan pemenuhan hak perempuan dalam mengatasi stunting atau tengkes. Penekanan ini diutarakan saat Country Representative UNFPA untuk Indonesia, Hasan Mohtashami, saat berdiskusi dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo.
"Isu kependudukan sebenarnya adalah bukan tentang angka dan jumlah anak, namun tentang bagaimana perempuan memilih apa yang mereka inginkan untuk dirinya sendiri," kata Hasan di ruang sekretariat stunting, kantor BKKBN, Jakarta, Selasa, 5 Desember 2023.
Hasan mengatakan perempuan harus diberi kebebasan dalam memiliki jumlah anak. Dan pemerintah berperan untuk menyediakan informasi yang memadai agar para perempuan bisa optimal mengasuh anak.
"Jika perempuan ingin punya anak 1, 2, 3 atau 10 anak itu adalah keputusan mereka sendiri. Peran kita adalah menyediakan informasi dan memberikan pelayanan maksimal untuk mereka," kata Hasan.
Kerja sama BKKBN dengan UNFPA telah terjalin lama. Kedua institusi ini saling mendukung dalam sejumlah program, seperti keluarga berencana, penurunan angka kematian ibu, penurunan angka kematian bayi, percepatan penurunan stunting, hingga program lain terkait kependudukan. Hasan Mohtashami merupakan country representative untuk Indonesia yang baru menggantikan Anjali Sen.
Kesehatan reproduksi
Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo mengatakan beberapa hal menjadi perhatian dalam diskusi dengan Hasan. Beberapa di antaranya adalah terkait age spesific fertility rate (ASFR), kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need), angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan stunting. Kesemuanya, kata Hasto, ternyata sangat berhubungan dengan keluarga berencana.
ASFR tercatat masih 26,64 per 1.000 wanita usia subur (WUS) berusia 15 hingga 19 tahun. Pemerintah menargetkan di angka 20.
"Ini salah satu permasalahannya dalam kesehatan reproduksi. Jadi, sangat penting pendidikan kesehatan reproduksi ini, khususnya bagi remaja," kata dia.
Baca: 1 dari 4 Remaja Putri Menderita Anemia, Perlu Penanganan Serius untuk Cegah Stunting
Saat ini BKKBN mencoba menggaungkan informasi tentang kesehatan reproduksi di sekolah dan keluarga. Saat ini terdapat 600 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) khusus untuk menjelaskan terkait stunting bagi ibu hamil dan calon pengantin.
"Jadi, saya kira kita butuh mendukung perempuan selama kehamilan dan nifas. Perhatian terhadap balita pun harus ditingkatkan," kata Hasto.
Pentingnya alat kontrasepsi
Hasto juga percaya penggunaan alat kontrasepsi usai melahirkan bisa menurunkan angka stunting. Alasannya, jarak kelahiran ideal adalah 36 bulan agar anak mendapat perhatian lebih.
"Pemasangan alat kontrasepsi setelah melahirkan, kalau itu sukses, saya kira stunting juga akan sukses turun," kata dia.
Disparitas IPM
Selain itu, permasalahan lainnya yang menjadi diskusi BKKBN dan UNFPA adalah disparitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi antarprovinsi di Indonesia. IPM di berbagai provinsi sangat beragam. Di Indonesia Timur seperti NTT dan Papua, angka IPM-nya 68. Sedangkan di DKI Jakarta dan Bali 81.
"Saya kira disparitas ini sangat terlihat. Mungkin kolaborasi KB dengan hak perempuan untuk memilih KB sangat berpengaruh pada stunting. Semoga ke depan kita bisa berkolaborasi lebih banyak lagi,” kata Hasto.
Jakarta: Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB (UNFPA) menekankan pemenuhan hak
perempuan dalam mengatasi
stunting atau tengkes. Penekanan ini diutarakan saat Country Representative UNFPA untuk Indonesia, Hasan Mohtashami, saat berdiskusi dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo.
"Isu kependudukan sebenarnya adalah bukan tentang angka dan jumlah anak, namun tentang bagaimana perempuan memilih apa yang mereka inginkan untuk dirinya sendiri," kata Hasan di ruang sekretariat stunting, kantor BKKBN, Jakarta, Selasa, 5 Desember 2023.
Hasan mengatakan perempuan harus diberi kebebasan dalam memiliki jumlah anak. Dan pemerintah berperan untuk menyediakan informasi yang memadai agar para perempuan bisa optimal mengasuh anak.
"Jika perempuan ingin punya anak 1, 2, 3 atau 10 anak itu adalah keputusan mereka sendiri. Peran kita adalah menyediakan informasi dan memberikan pelayanan maksimal untuk mereka," kata Hasan.
Kerja sama BKKBN dengan UNFPA telah terjalin lama. Kedua institusi ini saling mendukung dalam sejumlah program, seperti keluarga berencana, penurunan angka kematian ibu, penurunan angka kematian bayi, percepatan penurunan
stunting, hingga program lain terkait kependudukan. Hasan Mohtashami merupakan country representative untuk Indonesia yang baru menggantikan Anjali Sen.
Kesehatan reproduksi
Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo mengatakan beberapa hal menjadi perhatian dalam diskusi dengan Hasan. Beberapa di antaranya adalah terkait age spesific fertility rate (ASFR), kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (
unmet need), angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan
stunting. Kesemuanya, kata Hasto, ternyata sangat berhubungan dengan keluarga berencana.
ASFR tercatat masih 26,64 per 1.000 wanita usia subur (WUS) berusia 15 hingga 19 tahun. Pemerintah menargetkan di angka 20.
"Ini salah satu permasalahannya dalam kesehatan reproduksi. Jadi, sangat penting pendidikan kesehatan reproduksi ini, khususnya bagi remaja," kata dia.
Baca: 1 dari 4 Remaja Putri Menderita Anemia, Perlu Penanganan Serius untuk Cegah Stunting
Saat ini BKKBN mencoba menggaungkan informasi tentang kesehatan reproduksi di sekolah dan keluarga. Saat ini terdapat 600 ribu Tim Pendamping Keluarga (TPK) khusus untuk menjelaskan terkait
stunting bagi ibu hamil dan calon pengantin.
"Jadi, saya kira kita butuh mendukung perempuan selama kehamilan dan nifas. Perhatian terhadap balita pun harus ditingkatkan," kata Hasto.
Pentingnya alat kontrasepsi
Hasto juga percaya penggunaan alat kontrasepsi usai melahirkan bisa menurunkan angka
stunting. Alasannya, jarak kelahiran ideal adalah 36 bulan agar anak mendapat perhatian lebih.
"Pemasangan alat kontrasepsi setelah melahirkan, kalau itu sukses, saya kira
stunting juga akan sukses turun," kata dia.
Disparitas IPM
Selain itu, permasalahan lainnya yang menjadi diskusi BKKBN dan UNFPA adalah disparitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi antarprovinsi di Indonesia. IPM di berbagai provinsi sangat beragam. Di Indonesia Timur seperti NTT dan Papua, angka IPM-nya 68. Sedangkan di DKI Jakarta dan Bali 81.
"Saya kira disparitas ini sangat terlihat. Mungkin kolaborasi KB dengan hak perempuan untuk memilih KB sangat berpengaruh pada
stunting. Semoga ke depan kita bisa berkolaborasi lebih banyak lagi,” kata Hasto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)