Nurul bersama anggota tim dari UI memberikan edukasi kepada pelajar di SMKN 1 Kalanganyar mengenai anemia dan dampaknya. Hal ini untuk mengurangi prevalensi anemia pada remaja putri di Kabupaten Lebak, Banten.
"Dengan adanya edukasi ini, semoga dapat memotivasi remaja untuk meningkatkan status gizi dan kesehatannya demi tingginya produktivitas dan daya saing di masa depan,” ujar Nurul melalui keterangan tertulis, Senin, 4 Desember 2023.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan 26,8 persen anak Indonesia usia 5-14 tahun dan 32 persen pada usia 15-24 tahun menderita anemia.
Prevalensi anemia pada remaja putri di Provinsi Banten berada di atas angka nasional. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten (2017), tercatat anemia pada remaja putri di provinsi tersebut sebanyak 37,1 persen.
Meski belum ada data spesifik terkait prevalensi anemia di masing-masing kabupaten, namun prevalensi stunting di Kabupaten Lebak masih tinggi, yakni sebesar 26,2 persen dari prevalensi nasional sebesar 21 persen pada 2022.
Nurul menjelaskan penyebab utama stunting adalah malnutrisi dalam jangka panjang. Kondisi tersebut berdampak pada bayi yang masih di dalam kandungan, karena ibu tidak mencukupi kebutuhan nutrisi selama kehamilan.
Stunting juga berkaitan erat dengan anemia karena defisiensi zat besi merupakan salah satu penyebab stunting . Adapun kekurangan zat besi adalah penyebab anemia terbanyak pada remaja.
Tim Pengabdi UI membagikan modul Remaja Sehat yang memuat beberapa materi penting. Di antaranya perubahan fisik dan psikososial pada remaja; pertumbuhan tubuh remaja dan konsekuensinya terhadap kebutuhan gizi; dampak, penyebab, dan pencegahan anemia; pentingnya asupan makanan bergizi seimbang dan pola hidup sehat; pentingnya konsumsi tablet tambah darah (TTD) bagi remaja puteri; serta pentingnya status gizi yang baik sebelum menikah dan dampak pernikahan usia dini.
Anemia adalah salah satu masalah gizi yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (<12 g/dL pada remaja putri dan <13 mg/dL pada remaja putra). Gejala anemia dapat berupa rasa pusing, lemah, lesu, wajah/kelopak mata pucat, hingga kuku berbentuk cekung jika kondisi sudah sangat parah.
Edukasi penting karena dalam jangka pendek, anemia dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar karena kurangnya kadar oksigen yang dihantarkan ke otot dan otak. Hal tersebut berdampak pada penurunan prestasi serta menyebabkan remaja tidak bugar.
Sementara itu, dalam jangka panjang, penurunan konsentrasi dan prestasi pada remaja dapat menyebabkan berkurangnya produktivitas. Sehingga, mereka berpotensi berpenghasilan rendah saat dewasa.
Selain itu, kondisi ibu hamil yang mengalami anemia juga dapat menghambat perkembangan janin, sehingga bayi akan lahir prematur dengan berat badan rendah dan tubuh pendek (kecil). Hal tersebut tentu meningkatkan risiko stunting dan gangguan perkembangan kecerdasan pada anak, sekaligus memunculkan risiko kematian pada ibu karena perdarahan.
Nurul berharap program yang telah dijalankan dapat berlanjut dengan melibatkan guru sekolah, pihak Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah Remaja. Proses monitoring dan evaluasi akan dilakukan untuk menjamin keberlangsungan program.
“Upaya monitoring dan evaluasi yang kuat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran remaja putri, termasuk terkait konsumsi TTD," ujar Nurul.
| Baca juga: Upaya Pencegahan Stunting Perlu Keterlibatan Semua Pihak |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id