Jakarta: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP Kesehatan) memicu protes dari para petani tembakau. Aturan itu mengancam keberlanjutan mata pencaharian para petani tembakau.
"Kami tegas menolak aturan-aturan ini karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia," ujar Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Aceh Tengah, Hasiun, dalam keterangan tertulis, Senin, 14 Oktober 2024.
Hasiun menyebut para petani tembakau di Aceh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan regulasi. Padahal, Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau.
"Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron," imbuhnya.
Protes lainnya juga muncul dari para petani tembakau di Jawa Barat. Perwakilan DPD APTI Jabar, Undang Herman menyebut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mengindahkan kritik terhadap PP 28 Tahun 2024.
''Merujuk kajian proses penyusunan PP 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPD APTI Jember, Suwarno mendesak agar regulasi tersebut segera direvisi. Sebab akan berdampak pada ketidakpastian untuk masa tanam dan panen tahun berikutnya.
"Jika mencabut aturan itu tidak memungkinkan, maka kami meminta agar aturan tersebut direvisi," tutupnya.
Jakarta: Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan (PP Kesehatan) memicu protes dari para petani tembakau. Aturan itu mengancam keberlanjutan mata pencaharian para
petani tembakau.
"Kami tegas menolak aturan-aturan ini karena berdampak pada mata pencarian kami sebagai petani tembakau. Kami memohon kepada pemerintah untuk mendengarkan aspirasi kami dari pulau terujung di Indonesia," ujar Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Aceh Tengah, Hasiun, dalam keterangan tertulis, Senin, 14 Oktober 2024.
Hasiun menyebut para petani tembakau di Aceh tidak pernah dilibatkan dalam perumusan regulasi. Padahal, Aceh memiliki lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk pembudidayaan tembakau.
"Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi yang sebenarnya di lapangan, makanya ketika aturannya muncul, justru tidak sinkron," imbuhnya.
Protes lainnya juga muncul dari para petani tembakau di Jawa Barat. Perwakilan DPD APTI Jabar, Undang Herman menyebut Kementerian Kesehatan (
Kemenkes) tidak mengindahkan kritik terhadap PP 28 Tahun 2024.
''Merujuk kajian proses penyusunan PP 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna," jelasnya.
Sementara itu, Ketua DPD APTI Jember, Suwarno mendesak agar regulasi tersebut segera direvisi. Sebab akan berdampak pada ketidakpastian untuk masa tanam dan panen tahun berikutnya.
"Jika mencabut aturan itu tidak memungkinkan, maka kami meminta agar aturan tersebut direvisi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)