Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) DIY Sutriyanto mengatakan, sudah menolak pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP Kesehatan sejak April 2024. Namun kenyataannya, suara jutaan petani tidak diakomodir sama sekali oleh pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Sekarang, lagi-lagi, dengan aturan rokok kemasan polos tanpa merek, dan banyak aturan lain yang sangat menekan industri tembakau juga sedang dikejar untuk dirampungkan. Padahal aturan ini jelas-jelas akan membunuh keberlangsungan petani tembakau," kata dia dalam keterangannya, Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca juga: Lindungi Ekosistem Tembakau, Serikat Pekerja Tolak Kemasan Polos Tanpa Merek |
Sutriyanto menyayangkan sikap Kemenkes yang tidak mengindahkan keberadaan petani. Padahal, petani hanya berharap diberikan haknya untuk menyampaikan masukan terkait aturan yang mengancam keberlangsungan penghidupan mereka.
"Kami, tidak mau, hak ekonomi kami dimutilasi. Tolong agar aspirasi kami didengarkan, diakomodir. Jangan egois dan hanya mementingkan kepentingannya Kemenkes semata," ujarnya.
Untuk diketahui, tembakau merupakan salah satu komoditas yang memiliki peluang besar untuk diserap pasar lokal di Yogyakarta. Khusus di kawasan Bantul misalnya, luasan lahan tembakau bertambah signifikan. Sebelumnya pada tahun 2022, ada 40 hektar, pada tahun 2023 bertambah menjadi 60 hektar.
"Sehingga saat ini tembakau menjadi salah satu komoditas unggulan yang terbukti dapat memberi kontribusi positif terhadap ekonomi masyarakat," sebut Sutriyanto.
Ketua Umum Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) Solo Broto Suseno juga menolak upaya perampungan RPMK yang terkesan terburu-buru dan tidak melibatkan unsur petani sejak awal proses penyusunannya. Padahal, produktivitas petani cengkeh, 98 persen diserap untuk industri rokok kretek.
"Kami petani cengkeh, tegas menolak. Semua pasal-pasal pengaturan tembakau di RPMK ini jelas akan mematikan mata pencaharian kami. Sejak awal kami pun sudah menolak pasal-pasal pertembakauan di PP Kesehatan, yang juga sangat memberatkan," ungkapnya.
Saat ini, ia mengungkapkan, luas lahan kebun cengkeh di Indonesia mencapai 582,56 ribu hektare (ha). Adapun rata-rata peningkatan luas areal cengkeh selama sepuluh tahun terakhir mencapai 1,50 persen per tahun.
Perkebunan cengkeh tersebar hampir di semua provinsi dengan penghasil utama berasal dari Pulau Maluku, Sulawesi, Jawa, dan Sumatra. Hasil komoditas cengkeh merupakan salah satu penggerak ekonomi pedesaan yang juga menyerap 1,5 juta tenaga kerja petani dan pemetik cengkeh di seluruh Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id