Jakarta: Masyarakat mesti mewaspadai zat berbahaya yang terkandung dalam produk konsumsi. Mereka mesti selektif dalam mengonsumsi makanan dan minuman, sehingga, tak terpapar zat berbahaya secara terus-menerus.
"(Ada zat) dalam jumlah tinggi (dikonsumsi) dapat meningkatkan risiko kanker," kata Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok, dikutip dari Antara, Rabu, 21 Agustus 2024.
Salah satu zat yang disorot adalah bromida, yang kerap terkandung di air minum dalam kemasan. Menurut Mufti, masyarakat perlu selektif dan melihat betul, apakah kandungan zat tersebut masih aman dikonsumsi atau tidak.
WHO sudah menetapkan batas zat tersebut, yakni 10 mikrogram per liter atau 10 part per billion. Senada, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) manut atas kebijakan itu, dan meminta produsen memastikan kandungan zat tersebut tak melebihi batas toleransi.
"Kandungannya dalam batas maksimal ada pasti. Kita menghilangkan sama sekali susah, tapi ada batas maksimal berapa yang boleh ditoleransi," kata Plt Kepala BPOM Rizka Andalusia.
Di sisi lain, Dosen Administrasi Publik UNPAR, Trisno Sakti Herwanto, menyoroti belum adanya regulasi terkait hal ini. Menurut dia, perlu aturan tegas, sehingga produsen menaati ambang batas aman kandungan zat tersebut.
Permintaan soal aturan tegas, sesuai dengan beleid terkait perlindungan konsumen. Pasal 8 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menjamin hal itu.
Jakarta: Masyarakat mesti mewaspadai zat berbahaya yang terkandung dalam produk konsumsi. Mereka mesti selektif dalam mengonsumsi
makanan dan minuman, sehingga, tak terpapar zat berbahaya secara terus-menerus.
"(Ada zat) dalam jumlah tinggi (dikonsumsi) dapat meningkatkan risiko kanker," kata Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Muhammad Mufti Mubarok, dikutip dari Antara, Rabu, 21 Agustus 2024.
Salah satu zat yang disorot adalah bromida, yang kerap terkandung di air minum dalam kemasan. Menurut Mufti, masyarakat perlu selektif dan melihat betul, apakah kandungan zat tersebut masih aman dikonsumsi atau tidak.
WHO sudah menetapkan batas zat tersebut, yakni 10 mikrogram per liter atau 10 part per billion. Senada, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) manut atas kebijakan itu, dan meminta produsen memastikan kandungan zat tersebut tak melebihi batas toleransi.
"Kandungannya dalam batas maksimal ada pasti. Kita menghilangkan sama sekali susah, tapi ada batas maksimal berapa yang boleh ditoleransi," kata Plt Kepala BPOM Rizka Andalusia.
Di sisi lain, Dosen Administrasi Publik UNPAR, Trisno Sakti Herwanto, menyoroti belum adanya regulasi terkait hal ini. Menurut dia, perlu aturan tegas, sehingga produsen menaati ambang batas aman kandungan zat tersebut.
Permintaan soal aturan tegas, sesuai dengan beleid terkait perlindungan konsumen. Pasal 8 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, menjamin hal itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)