Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) belum disahkan. Hal itu berdampak pada sanksi pelaku kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT).
"Kerap kali pengadilan yang mengadili kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga kerap menjatuhkan sanksi ringan yang tidak sebanding dengan dampak permanen yang ditimbulkan pada pekerja," kata Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini saat dikutip dari Media Indonesia, Senin, 7 Agustus 2023.
Dia menyampaikan proses hukum kekerasan PRT selama ini menggunakan aturan lain. Di antaranya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
Sanksi bagi pelaku kekerasan diatur dalam sejumlah pasal di KHUP. Salah satunyan Pasal 170 yang mengatur sanksi pidana penjara pelaku kekerasan paling lama lima tahun enam bulan.
Sedangkan sanksi pidana kekerasan di UU PKDRT diatur dalam beberapa bagian. Paling berat yaitu pidana penjara selama 15 tahun atau denda Rp45 juta jika kekerasan fisik menyebabkan korban meninggal.
Dia pun mendesak DPR segera mengesahkan RUU PPRT. Sebab, aturan tersebut memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada PRT.
“Dalam hal ini negara mesti turun tangan memberikan jaminan perlindungan terutama melalui instrumen-instrumen hukum. Hal inilah yang membuat RUU PPRT menjadi sangat penting untuk segera dibahas dan disahkan oleh DPR,” ungkap dia.
Selain itu, dia menyampaikan 1.635 kasus multi kekerasan terhadap PRT yang berakibat fatal selama 2017-2022. Selain itu, terdapat 2.021 kasus kekerasan fisik dan psikis, serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi.
Data-data tersebut menurutnya hanyalah sebuah fenomena puncak gunung es. Diyakini masih banyak kasus yang tak dilaporkan. (MI/Despian Nurhidayat)
Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) belum disahkan. Hal itu berdampak pada sanksi pelaku kekerasan terhadap
pekerja rumah tangga (PRT).
"Kerap kali pengadilan yang mengadili kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga kerap menjatuhkan sanksi ringan yang tidak sebanding dengan dampak permanen yang ditimbulkan pada pekerja," kata Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini saat dikutip dari
Media Indonesia, Senin, 7 Agustus 2023.
Dia menyampaikan proses hukum kekerasan PRT selama ini menggunakan aturan lain. Di antaranya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (
KUHP) dan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
Sanksi bagi pelaku kekerasan diatur dalam sejumlah pasal di KHUP. Salah satunyan Pasal 170 yang mengatur sanksi pidana penjara pelaku kekerasan paling lama lima tahun enam bulan.
Sedangkan sanksi pidana kekerasan di UU PKDRT diatur dalam beberapa bagian. Paling berat yaitu pidana penjara selama 15 tahun atau denda Rp45 juta jika kekerasan fisik menyebabkan korban meninggal.
Dia pun mendesak
DPR segera mengesahkan
RUU PPRT. Sebab, aturan tersebut memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada PRT.
“Dalam hal ini negara mesti turun tangan memberikan jaminan perlindungan terutama melalui instrumen-instrumen hukum. Hal inilah yang membuat RUU PPRT menjadi sangat penting untuk segera dibahas dan disahkan oleh DPR,” ungkap dia.
Selain itu, dia menyampaikan 1.635 kasus multi kekerasan terhadap PRT yang berakibat fatal selama 2017-2022. Selain itu, terdapat 2.021 kasus kekerasan fisik dan psikis, serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi.
Data-data tersebut menurutnya hanyalah sebuah fenomena puncak gunung es. Diyakini masih banyak kasus yang tak dilaporkan.
(MI/Despian Nurhidayat) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)