Sukidi: Dakwah Islam Harus Berorientasi Cinta Tanah Air
MetroTV • 30 Maret 2022 14:20
Jakarta: Penangkapan 16 tersangka jaringan teror yang terafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) di Sumatra Barat harus diwaspadai. Hal itu merupakan tanda bahaya karena telah mengkhianati konsensus para pendiri bangsa Indonesia.
"Setiap usaha untuk mendirikan negara Islam, entah dalam bentuk Negara Islam Indonesia, negara khilafah, atau dalam bentuk yang lebih lunak seperti NKRI Bersyariah, tidak diberikan toleransi sedikit pun. Hal itu sudah melanggar konsensus yang menjadi kesepakatan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata pemikir kebinekaan, Sukidi, dalam dialog pada program Metro Pagi Primetime Metro TV, Rabu, 30 Maret 2022.
Menurut dia, toleransi bukanlah memberikan keleluasaan kepada orang untuk berbuat apa pun. Toleransi selalu terbatas pada konsensus yang disepakati dalam kehidupan bersama.
Karena itu, tambahnya, upaya Densus 88 Antiteror untuk menghalau gerakan makar tersebut harus diapresiasi. Karena itu merupakan komitmen untuk menegakkan ideologi Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.
Kader Muhammadiyah itu menekankan, selain pentingnya peran orang tua dalam mencegah pengaruh ideologi teror terhadap anak-anak muda, pemerintah juga perlu memperkuat reorientasi dakwah Islam.
“Para dai harus mendakwahkan ajaran Islam yang menumbuhkan kecintaan kepada Tanah Air, kebinekaan, dan kesepakatan untuk selalu taat kepada konstitusi,” kata dia.
Menurutnya, agenda Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menggalakkan program dai dan ustaz bersertifikat mesti didukung semua pihak. Selain itu, para dai juga harus mengubah strategi dakwah agar tidak melulu mengarahkan masyarakat untuk berjihad, tetapi berdakwah tentang pentingnya kecintaan terhadap tanah air.
Baca: BNPT Minta Masyarakat Mewaspadai Radikalisasi NII
"Tugas untuk melahirkan gerakan dakwah baru tersebut merupakan tanggung jawab bersama para dai, Kementerian Agama, MUI, NU, dan Muhammadiyah," katanya.
Bagi Sukidi, mencintai Tanah Air merupakan komitmen terhadap perjuangan para pendiri bangsa yang ditunjukkan dengan perang melawan penjajah hingga meraih kemerdekaan. “Kata Mbah Hasyim (KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama), cinta tanah air adalah bagian dari iman. Karena itu, iman yang benar harus berujung pada satu ikhtiar untuk menumbuhkan cinta terhadap tanah air," kata dia.
Dalam kerangka inilah, lanjutnya, dakwah yang harus diteladani umat ialah yang disampaikan dengan kearifan dan kebijaksanaan (bil hikmah), dengan nasehat dan tutur kata yang baik (bil mau’idhatil hasanah), dan seandainya terdapat perbedaan diperintahkan untuk mendebat dengan argumentasi dan metode yang lebih baik (wa jadilhum billati hiya ahsan).
"Dakwah yang menebarkan hoaks dan fitnah bukanlah dakwah yang diajarkan Islam. Karena itu, jangan pernah ikuti dakwah yang memicu perpecahan, dakwah yang menghasut untuk memusuhi agama lain, dakwah yang mengajak untuk merongrong negara. Itu bukan dakwah dalam Islam,” tegasnya.
Sukidi mengajak masyarakat untuk mengikuti dakwah yang menciptakan keteduhan dan kenyamanan ke semua warga negara, bukan hanya kepada umat Islam. Sebab, Islam merupakan agama yang memberi rahmat kepada semua manusia.
"Prinsip itu harus ditumbuhkan dalam diri setiap umat, ujar dia.
Ikhtiar untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, tambah Sukidi, merupakan cara warga untuk merawat bangsa Indonesia. Yakni, kecintaan yang diikuti tindakan untuk memberikan apa pun yang dapat dilakukan tegaknya negeri ini.
Baca: Kelompok NII Pintar Menyembunyikan Jati Diri
“Bung Karno menyatakan negara milik kita semua. Karena itu, kita semua harus berpartisipasi, harus memberikan sumbangsih, harus berkontribusi demi Indonesia yang berdiri tegak di atas pilar kebinekaan,” katanya.
Kecintaan terhadap Tanah Air tersebut harus selalu ditumbuhkan pemerintah dan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus memberikan keteladanan dalam bernegara dengan tidak mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat.
Dalam kerangka inilah, lanjutnya, dakwah yang harus diteladani umat ialah yang disampaikan dengan kearifan dan kebijaksanaan (
bil hikmah), dengan nasehat dan tutur kata yang baik (
bil mau’idhatil hasanah), dan seandainya terdapat perbedaan diperintahkan untuk mendebat dengan argumentasi dan metode yang lebih baik (
wa jadilhum billati hiya ahsan).
"Dakwah yang menebarkan hoaks dan fitnah bukanlah dakwah yang diajarkan Islam. Karena itu, jangan pernah ikuti dakwah yang memicu perpecahan, dakwah yang menghasut untuk memusuhi agama lain, dakwah yang mengajak untuk merongrong negara. Itu bukan dakwah dalam Islam,” tegasnya.
Sukidi mengajak masyarakat untuk mengikuti dakwah yang menciptakan keteduhan dan kenyamanan ke semua warga negara, bukan hanya kepada umat Islam. Sebab, Islam merupakan agama yang memberi rahmat kepada semua manusia.
"Prinsip itu harus ditumbuhkan dalam diri setiap umat, ujar dia.
Ikhtiar untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, tambah Sukidi, merupakan cara warga untuk merawat bangsa Indonesia. Yakni, kecintaan yang diikuti tindakan untuk memberikan apa pun yang dapat dilakukan tegaknya negeri ini.
Baca:
Kelompok NII Pintar Menyembunyikan Jati Diri
“Bung Karno menyatakan negara milik kita semua. Karena itu, kita semua harus berpartisipasi, harus memberikan sumbangsih, harus berkontribusi demi Indonesia yang berdiri tegak di atas pilar kebinekaan,” katanya.
Kecintaan terhadap Tanah Air tersebut harus selalu ditumbuhkan pemerintah dan masyarakat. Selain itu, pemerintah harus memberikan keteladanan dalam bernegara dengan tidak mengkhianati amanah yang telah diberikan oleh rakyat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)