Jakarta: Indonesia akan memanfaatkan bonus demografi dengan investasi di bidang pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu kunci menghasilkan Generasi Indonesia Emas. Hal tersebut untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan sosial melalui berbagai kebijakan dan inisiatif, dengan basis sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan modal itu diharapkan tercipta pertumbuhan ekonomi yang signifikan di Indonesia. SDM yang berkualitas dapat terwujud, jika generasi mudanya memiliki minat literasi yang tinggi, agar mampu bersaing di tingkat global.
Kini revolusi digital mengarahkan generasi Z menjadi generasi instan, mereka menjadi generasi yang malas berfikir. Sebab, mereka sudah mudah mendapatkan informasi hanya dengan sebuah sentuhan, sehingga terjebak algoritma kehidupannya.
Tantanganya bagaimana menjaga minat literasi Gen Z agar kualitas yang dihasilkan dari bonus demografi ini mampu memiliki daya saing tinggi. Buku mungkin bertransformasi dalam bentuk digital. Namun yang paling penting bagaimana minat literasi Gen Z yang dapat diperoleh melalui buku ini dapat tetap terjaga.
Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong mengatakan minat baca anak muda, terutama Gen Z, sudah menurun. Sehingga, penting untuk meningkatkan literasi kepada generasi Z.
“Karena saat ini kita mencari pengetahuan dan informasi melalui situs pencarian dan media sosial. Sekarang membuat makalah pakai Chat GPT, dulu mencari referensi di perpustakaan. Muncul persoalan yaitu tidak ada pencatuman copyrights bila pakai Chat GPT,” ungkap Usman di ‘Forum Diskusi Literasi Era Digital’ di Bandung, dilansir pada Kamis, 29 Februari 2024.
Usman mengajak Gen Z agar terus tetap membaca buku. Dia membagi pengalamanya mencari buku-buku berkualitas di berbagai negara dalam berjudul ‘Toko Buku Terakhir’.
“Saya ingin mendorong lewat buku ini, Gen Z untuk menulis. Dengan disiplin membaca, terutama buku kita akan terampil menulis, “ ujar Usman.
Menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) pada 2023, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001 persen atau hanya 1 orang yang minat membaca dibanding 1.000 orang.
“Kita terus berkomitmen untuk terus mendorong semangat tinggi untuk terus membaca, karena kemajuan suatu negara bisa dilihat dari minat baca bangsanya, “ jelas Usman.
Dia berharap Gen Z yang hadir di Forum Literasi Digital bias menularkan minat baca ke generasi Z lainnya.
Sementara itu, Editor dari Penerbit Kiblat Bandung, Ready Susanto, berpendapat Buku ‘Toko Buku Terakhir’ mengungkapkan kegelisahan seorang pecinta buku terhadap derasnya arus digitalisasi dalam dunia buku masa kini.
“Buku ‘Toko Buku Terakhir’ sebagai salah satu upaya untuk tetap meningkatkan literasi di era digital saat ini," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Penulis Buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’, Wulan Fadila membagi pengalamanya tentang bagaimana awal menulis buku. Dia mulai mengurangi waktunya melihat-lihat media sosial sebagai sesuatu kesenangan.
Dia mengalihkan kegiatan itu dengan mulai menulis hal-hal yang menarik minatnya bersamaan dengan mulai membaca buku-buku yang menurutnya menarik.
"Aku mengalihkan ‘Sparks Joy’ (hal yang membuat bahagia) di media sosial dengan mulai menulis apa yang jadi minat aku. Kadang insipirasi tulisan tersebut juga berasal dari media sosial,” ungkap Wulan di depan puluhan Gen Z.
Wulan pun mengungkapkan tulisanya pada Buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’ tersebut setelah mencoba beberapa kali menulis belasan novel.
“Memulai sesuatu (menulis) itu bukan berarti harus langsung hebat, berbelas-belas novel aku tulis. Alhamdulillah hasilnya buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’ jadi Mega Best Seller dan di filmkan juga. Yang penting konsisten terhadap kemampuan akan sesuatu, hal ini yang sulit dilakukan di zaman sekarang,” papar Wulan.
Wulan membeberkan penyebab sulitnya berliterasi karena kebiasaan membaca sesuatu di media social hanya satu atau dua paragraf saja.
"Kebiasaan baca sebentar sudah scroll (pindah) ke konten lain, itu jadi penyebab kemampuan baca kita menurun. Sehingga waktu membaca buku terasa lelah sekali, karena kebiasaan tadi,” jelas Wulan.
Wulan mengingatkan jika dilakukan terus-menerus akan menyebabkan hal negatif.
“Kondisinya nanti kita seperti ‘Katak dalam Tempurung,” tegasnya. Wulan menyebut jika Gen Z ingin mencari potensi diri secara utuh sebaiknya membatasi kegiatan dengan hal-hal negatif. “Batasi kegiatan yang menurut temen-temen gak baik, atau jadi adiktif,” kata Wulan.
Menurut dia, dengan minat baca yang tinggi, akan memudahkan masyarakat untuk menggali sesuatu hal. Bahkan, akan memudahkan menjalankan profesi atau kegiatan belajar.
Bookfluencer Sherry H mengemukakan digitalisasi jika digunakan dengan benar akan menyebarkan dan menaikkan minat baca. ”Banyak penerbit dan penulis mempromosikan bukunya dengan media digital,” terang Sherry.
Dia membagi pengalama terkait minatnya terhadap buku-buku hingga disebut sebagai Bookfluencer. “I can’t leave without books, sampai nonto acara ‘live music’ aku tenteng-tenteng buku, sembari ngantre tiket konser aku baca buku,” tutur Sherry.
Sherry juga menjelaskan manfaat membaca, terutama membaca buku-buku digital atau cetak.
“Di era digitalisasi sekarang ini sangat membantu sekali. Kalau kita tidak membaca kita akan sangat sulit menulis dan menangkap mencerna informasi yang diberikan kepada kita secara langsung atau tidak langsung. Jangan tergantung dengan Chat-GPT, kita harus punya kemampuan sendiri. Di era digitalisasi kita sebaiknya tetap harus punya kemampuan berliterasi,” jelas Sherry.
Jakarta: Indonesia akan memanfaatkan bonus demografi dengan investasi di bidang pendidikan dan sumber daya manusia (SDM) sebagai salah satu kunci menghasilkan Generasi Indonesia Emas. Hal tersebut untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan sosial melalui berbagai kebijakan dan inisiatif, dengan basis sumber daya manusia yang berkualitas.
Dengan modal itu diharapkan tercipta pertumbuhan ekonomi yang signifikan di Indonesia. SDM yang berkualitas dapat terwujud, jika generasi mudanya memiliki minat literasi yang tinggi, agar mampu bersaing di tingkat global.
Kini revolusi digital mengarahkan
generasi Z menjadi generasi instan, mereka menjadi generasi yang malas berfikir. Sebab, mereka sudah mudah mendapatkan informasi hanya dengan sebuah sentuhan, sehingga terjebak algoritma kehidupannya.
Tantanganya bagaimana menjaga minat literasi Gen Z agar kualitas yang dihasilkan dari bonus demografi ini mampu memiliki daya saing tinggi. Buku mungkin bertransformasi dalam bentuk digital. Namun yang paling penting bagaimana minat literasi Gen Z yang dapat diperoleh melalui buku ini dapat tetap terjaga.
Direktur Jenderal Informasi Komunikasi Publik
Kominfo Usman Kansong mengatakan minat baca anak muda, terutama Gen Z, sudah menurun. Sehingga, penting untuk meningkatkan
literasi kepada generasi Z.
“Karena saat ini kita mencari pengetahuan dan informasi melalui situs pencarian dan media sosial. Sekarang membuat makalah pakai
Chat GPT, dulu mencari referensi di perpustakaan. Muncul persoalan yaitu tidak ada pencatuman
copyrights bila pakai
Chat GPT,” ungkap Usman di ‘Forum Diskusi Literasi Era Digital’ di Bandung, dilansir pada Kamis, 29 Februari 2024.
Usman mengajak Gen Z agar terus tetap membaca buku. Dia membagi pengalamanya mencari buku-buku berkualitas di berbagai negara dalam berjudul ‘Toko Buku Terakhir’.
“Saya ingin mendorong lewat buku ini, Gen Z untuk menulis. Dengan disiplin membaca, terutama buku kita akan terampil menulis, “ ujar Usman.
Menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) pada 2023, indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya di angka 0,001 persen atau hanya 1 orang yang minat membaca dibanding 1.000 orang.
“Kita terus berkomitmen untuk terus mendorong semangat tinggi untuk terus membaca, karena kemajuan suatu negara bisa dilihat dari minat baca bangsanya, “ jelas Usman.
Dia berharap Gen Z yang hadir di Forum Literasi Digital bias menularkan minat baca ke generasi Z lainnya.
Sementara itu, Editor dari Penerbit Kiblat Bandung, Ready Susanto, berpendapat Buku ‘Toko Buku Terakhir’ mengungkapkan kegelisahan seorang pecinta buku terhadap derasnya arus digitalisasi dalam dunia buku masa kini.
“Buku ‘Toko Buku Terakhir’ sebagai salah satu upaya untuk tetap meningkatkan literasi di era digital saat ini," ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Penulis Buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’, Wulan Fadila membagi pengalamanya tentang bagaimana awal menulis buku. Dia mulai mengurangi waktunya melihat-lihat media sosial sebagai sesuatu kesenangan.
Dia mengalihkan kegiatan itu dengan mulai menulis hal-hal yang menarik minatnya bersamaan dengan mulai membaca buku-buku yang menurutnya menarik.
"Aku mengalihkan ‘Sparks Joy’ (hal yang membuat bahagia) di media sosial dengan mulai menulis apa yang jadi minat aku. Kadang insipirasi tulisan tersebut juga berasal dari media sosial,” ungkap Wulan di depan puluhan Gen Z.
Wulan pun mengungkapkan tulisanya pada Buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’ tersebut setelah mencoba beberapa kali menulis belasan novel.
“Memulai sesuatu (menulis) itu bukan berarti harus langsung hebat, berbelas-belas novel aku tulis. Alhamdulillah hasilnya buku ‘A: Aku, Benci, dan Cinta’ jadi Mega Best Seller dan di filmkan juga. Yang penting konsisten terhadap kemampuan akan sesuatu, hal ini yang sulit dilakukan di zaman sekarang,” papar Wulan.
Wulan membeberkan penyebab sulitnya berliterasi karena kebiasaan membaca sesuatu di media social hanya satu atau dua paragraf saja.
"Kebiasaan baca sebentar sudah scroll (pindah) ke konten lain, itu jadi penyebab kemampuan baca kita menurun. Sehingga waktu membaca buku terasa lelah sekali, karena kebiasaan tadi,” jelas Wulan.
Wulan mengingatkan jika dilakukan terus-menerus akan menyebabkan hal negatif.
“Kondisinya nanti kita seperti ‘Katak dalam Tempurung,” tegasnya. Wulan menyebut jika Gen Z ingin mencari potensi diri secara utuh sebaiknya membatasi kegiatan dengan hal-hal negatif. “Batasi kegiatan yang menurut temen-temen gak baik, atau jadi adiktif,” kata Wulan.
Menurut dia, dengan minat baca yang tinggi, akan memudahkan masyarakat untuk menggali sesuatu hal. Bahkan, akan memudahkan menjalankan profesi atau kegiatan belajar.
Bookfluencer Sherry H mengemukakan digitalisasi jika digunakan dengan benar akan menyebarkan dan menaikkan minat baca. ”Banyak penerbit dan penulis mempromosikan bukunya dengan media digital,” terang Sherry.
Dia membagi pengalama terkait minatnya terhadap buku-buku hingga disebut sebagai
Bookfluencer. “
I can’t leave without books, sampai nonto acara ‘live music’ aku tenteng-tenteng buku, sembari
ngantre tiket konser aku baca buku,” tutur Sherry.
Sherry juga menjelaskan manfaat membaca, terutama membaca buku-buku digital atau cetak.
“Di era digitalisasi sekarang ini sangat membantu sekali. Kalau kita tidak membaca kita akan sangat sulit menulis dan menangkap mencerna informasi yang diberikan kepada kita secara langsung atau tidak langsung. Jangan tergantung dengan
Chat-GPT, kita harus punya kemampuan sendiri. Di era digitalisasi kita sebaiknya tetap harus punya kemampuan berliterasi,” jelas Sherry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)