Ilustrasi. medcom.id
Ilustrasi. medcom.id

Seorang WNI Disandera di Myanmar, Begini Kronologinya

Adri Prima • 12 Agustus 2024 20:39
Jakarta: Seorang warga negara Indonesia (WNI) bernama Suhendri Ardiansyah diduga menjadi korban penyekapan di Myanmar. Hal ini terungkap usai pihak keluarga telah mengadukan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini ke Bareskrim Polri.
 
"Saat ini fokus kami adalah meminta pergerakan pemerintah dan kepolisian Indonesia untuk memulangkan Hendri," kata sepupu Suhendri, Yohanna, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2024.
 
Yohanna mengungkapkan bahwa ini adalah kunjungannya yang ketiga kali ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pada kunjungan kedua, dia disarankan berkonsultasi dengan tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan TPPO. Kali ini, ia membuat pengaduan masyarakat (dumas) disertai penyerahan bukti-bukti.

"Salah satu buktinya adalah percakapan chat antara Hendri dan temannya yang mengajak. Selain itu, ada juga laporan dari Kemenlu dan BP2MI serta rekaman suara yang kami serahkan dalam bentuk flash disk," ujar Yohanna.
 
Yohanna mengaku juga sudah melapor ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pihak Kemenlu meminta keluarganya untuk menunggu perkembangan dan memastikan akan memberikan informasi terbaru kepada keluarga. 
 
Baca juga: 
WNI Ditikam Hingga Tewas di AS, Pelakunya Diduga Juga Warga Indonesia
 

Kronologi


Yohanna menceritakan awal mula saudaranya menjadi korban penyekapan di Myanmar. Dia menjelaskan Suhendri awalnya diajak bekerja di Thailand oleh temannya, Risky. Suhendri yang sedang menganggur tergiur dengan ajakan tersebut, terutama karena Risky sudah berada di Negeri Gajah Putih itu.
 
"Risky mengabarkan bahwa bosnya sedang mencari tenaga kerja dan dia disuruh mencari 10 orang untuk membentuk satu tim," tutur Yohanna.
 
Suhendri yang sudah akrab dengan Risky tidak ragu berangkat ke Thailand pada 11 Juli 2024. Di hari yang sama ketika tiba di Thailand, Suhendri langsung bertemu dengan Risky dan diajak ke penginapan.
 
Selama empat hari di Thailand, Suhendri masih bersama Risky dan komunikasi dengan keluarga berjalan lancar. Namun, setelah empat hari, Risky mengaku mendapat arahan dari bosnya untuk memberangkatkan Suhendri lebih dulu ke perusahaan yang berada di Mae Sot, sebuah kota di Thailand.
 
Suhendri kemudian berangkat bersama Risky ke sebuah terminal dengan mobil yang sama. Setibanya di terminal, Risky dan Suhendri berpisah karena Risky disuruh tetap tinggal di Thailand untuk menunggu kloter kedua yang masih kurang sembilan orang.
 
Suhendri kemudian berangkat bersama beberapa orang India ke Mae Sot. Namun, setelah delapan jam perjalanan, Suhendri mulai curiga karena belum sampai di Mae Sot. Dia pun bertanya kepada Risky melalui pesan singkat. Risky meminta Suhendri untuk tetap berpikir positif dan mengikuti arahan bos.
 
"Setelah empat jam berlalu, jadi total perjalanan sekitar 12 jam, Hendri tiba-tiba sampai di Myanmar. Begitu turun, dia langsung chat Risky, 'Ky, ternyata gue nyampenya di Myanmar, bukan di Mae Sot'. Perusahaan yang disebutkan bos ternyata jauh dari ekspektasi, tempatnya jorok, kotor, kumuh, sama sekali tidak seperti kantor, lebih mirip rumah susun yang sangat kumuh," jelas Yohanna.
 
Risky yang telah pulang ke Indonesia pada 30 Juli 2024 mengaku sudah tidak berkomunikasi lagi dengan Suhendri. Hal ini, menurut Yohanna, menjadi tanda tanya besar bagi keluarga. Sebab, Risky yang mengajak Suhendri justru bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat.
 
"Sedangkan kami mendapat telepon dari Hendri yang mengatakan bahwa dia di sana disekap dan disiksa karena orang-orang di sana meminta tebusan sebesar 30 ribu USD. Selama uang itu belum dikirim, Hendri selalu disiksa setiap kali dia menelepon kami. Dia juga tidak diberi makan, bahkan untuk minum pun dia harus menunggu hujan," ungkap Yohanna.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan