Jakarta: Hari Raya Galungan merupakan hari penting yang dirayakan oleh umat Hindu di Bali setiap 210 hari sekali dengan menggunakan perhitungan kalender Bali. Perayaan ini melambangkan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Selain itu, perayaan ini juga melambangkan ucapan syukur atas kemenangan dan kebenaran melawan ketidakbenaran. Esensi dari Galungan ini adalah ajaran bagi umat manusia untuk mampu mengendalikan nafsunya, terutama nafsu buruk yang dapat menjerumuskan ke dalam kejahatan.
Makna Filosofis
Hari Raya Galungan memiliki makna filosofis yang mendalam. Perayaan ini mengajarkan umat manusia untuk:
Selalu berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan
Mengendalikan hawa nafsu dan sifat buruk
Hidup dalam harmoni dan damai dengan sesama
Bersyukur atas segala berkah dan kemenangan
Dengan memahami makna dan filosofi Hari Raya Galungan, umat Hindu dapat memaknai perayaan ini dengan lebih dalam dan penuh syukur. Semoga dengan merayakan Galungan, kita semua dapat terus meningkatkan kualitas hidup dan mencapai kemenangan dalam segala aspek kehidupan.
Asal Usul dan Makna Galungan
Asal usul Hari Raya Galungan tidak diketahui secara pasti. Namun, menurut Lontar Purana Bali Dwipa, hari raya ini diperingati untuk mengenang kemenangan Ida Batara, dewa kebaikan, melawan raksasa Mahayena yang akan merusak bumi. Dalam mitologi Hindu, pertempuran ini melambangkan kemenangan Dharma atas Adharma.
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti "menang" atau "bertarung". Hari Raya Galungan melambangkan kemenangan dharma, yang diwakili oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), atas adharma, yang diwujudkan oleh Kala.
Baca juga: Tradisi Mepeed Hari Raya Galungan di Bali
Tradisi Hari Raya Galungan
Perayaan Galungan berlangsung selama 10 hari, dimulai dengan Ngembak Geni pada hari pertama. Selama 10 hari tersebut, umat Hindu akan melakukan berbagai upacara dan tradisi, seperti:
1. Mapeed
Tradisi Mapeed dilakukan dengan membawa keben bambu atau sesajen saat hendak bersembahyang di pura yang terdapat di desa masing-masing. Sesajen yang disiapkan biasanya berupa buah, jajanan, canang, hingga hiasan janur.
2. Ngejot
Umat Hindu melaksanakan tradisi ngejot atau berbagai makanan kepada sesama umat Hindu maupun non-Hindu. Makanan yang dibagikan merupakan hasil dari sesajen yang dihaturkan setelah bersembahyang.
3. Pemasangan Penjor
Hari Raya Galungan identik dengan penjor. Penjor sendiri bermakna kemenangan dan kemakmuran serta wujud rasa syukur kepada Ida bhatara. Penjor merupakan bambu yang dihias dengan janur dan buah-buahan, dipasang sebagai simbol kemenangan dharma.
Baca juga: Galungan Kuningan: Berbagai Tradisi Unik di Kawasan Bali
4. Ngelawang Barong
Tradisi ini dilakukan di beberapa desa di Bali dengan mengarak barong bangkal memasuki pintu rumah warga, banjar, atau desa.
5. Ngelawar Saat Galungan
Tradisi ngelawar bermakna sebagai kedekatan, kebersamaan dan kesetaraan. Lawar merupakan makanan khas Galungan yang terbuat dari sayuran dan daging serta kulit hewan yang direbus dan diberi bumbu. Biasanya, lawar dilengkapi dengan aneka sate, balung, dan daging lainnya.
6. Mekotek
Mekotek adalah tradisi yang dilakukan oleh berbagai kelompok warga dengan cara menggabungkan kayu hingga membentuk kerucut. Selanjutnya, warga yang ikut dalam tradisi mekotek ini akan berputar dan berjingkrak diiringi musik gamelan.
Nama mekotek diambil dari bunyi kayu yang beradu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi tek tek. Mekotek merupakan adat turun temurun yang terus dilestarikan hingga saat ini. Tujuan mekotek adalah upaya tolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun lalu.
Jakarta:
Hari Raya Galungan merupakan hari penting yang dirayakan oleh umat Hindu di
Bali setiap 210 hari sekali dengan menggunakan perhitungan kalender Bali. Perayaan ini melambangkan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).
Selain itu, perayaan ini juga melambangkan ucapan syukur atas kemenangan dan kebenaran melawan ketidakbenaran. Esensi dari Galungan ini adalah ajaran bagi umat manusia untuk mampu mengendalikan nafsunya, terutama nafsu buruk yang dapat menjerumuskan ke dalam kejahatan.
Makna Filosofis
Hari Raya Galungan memiliki makna filosofis yang mendalam. Perayaan ini mengajarkan umat manusia untuk:
- Selalu berpegang teguh pada kebenaran dan keadilan
- Mengendalikan hawa nafsu dan sifat buruk
- Hidup dalam harmoni dan damai dengan sesama
- Bersyukur atas segala berkah dan kemenangan
Dengan memahami makna dan filosofi Hari Raya Galungan, umat Hindu dapat memaknai perayaan ini dengan lebih dalam dan penuh syukur. Semoga dengan merayakan Galungan, kita semua dapat terus meningkatkan kualitas hidup dan mencapai kemenangan dalam segala aspek kehidupan.
Asal Usul dan Makna Galungan
Asal usul Hari Raya Galungan tidak diketahui secara pasti. Namun, menurut Lontar Purana Bali Dwipa, hari raya ini diperingati untuk mengenang kemenangan Ida Batara, dewa kebaikan, melawan raksasa Mahayena yang akan merusak bumi. Dalam mitologi Hindu, pertempuran ini melambangkan kemenangan Dharma atas Adharma.
Kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti "menang" atau "bertarung". Hari Raya Galungan melambangkan kemenangan dharma, yang diwakili oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), atas adharma, yang diwujudkan oleh Kala.
Tradisi Hari Raya Galungan
Perayaan Galungan berlangsung selama 10 hari, dimulai dengan Ngembak Geni pada hari pertama. Selama 10 hari tersebut, umat Hindu akan melakukan berbagai upacara dan tradisi, seperti:
1. Mapeed
Tradisi Mapeed dilakukan dengan membawa keben bambu atau sesajen saat hendak bersembahyang di pura yang terdapat di desa masing-masing. Sesajen yang disiapkan biasanya berupa buah, jajanan, canang, hingga hiasan janur.
2. Ngejot
Umat Hindu melaksanakan tradisi ngejot atau berbagai makanan kepada sesama umat Hindu maupun non-Hindu. Makanan yang dibagikan merupakan hasil dari sesajen yang dihaturkan setelah bersembahyang.
3. Pemasangan Penjor
Hari Raya Galungan identik dengan penjor. Penjor sendiri bermakna kemenangan dan kemakmuran serta wujud rasa syukur kepada Ida bhatara. Penjor merupakan bambu yang dihias dengan janur dan buah-buahan, dipasang sebagai simbol kemenangan dharma.
4. Ngelawang Barong
Tradisi ini dilakukan di beberapa desa di Bali dengan mengarak barong bangkal memasuki pintu rumah warga, banjar, atau desa.
5. Ngelawar Saat Galungan
Tradisi ngelawar bermakna sebagai kedekatan, kebersamaan dan kesetaraan. Lawar merupakan makanan khas Galungan yang terbuat dari sayuran dan daging serta kulit hewan yang direbus dan diberi bumbu. Biasanya, lawar dilengkapi dengan aneka sate, balung, dan daging lainnya.
6. Mekotek
Mekotek adalah tradisi yang dilakukan oleh berbagai kelompok warga dengan cara menggabungkan kayu hingga membentuk kerucut. Selanjutnya, warga yang ikut dalam tradisi mekotek ini akan berputar dan berjingkrak diiringi musik gamelan.
Nama mekotek diambil dari bunyi kayu yang beradu satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi tek tek. Mekotek merupakan adat turun temurun yang terus dilestarikan hingga saat ini. Tujuan mekotek adalah upaya tolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(WAN)