Jakarta: Pengamat intelijen dan militer Connie Rahakundini Bakrie menilai konsep bela negara yang diusulkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto lebih mirip wajib militer. Kementerian Pertahanan harus memiliki sistem dan konsep jelas serta mengidentifikasi target wajib bela negara.
"Sistemnya dulu yang dibangun. Jadi, tidak hanya mendatangkan Kementerian Pendidikan terus memasukkan itu ke dalam kurikulum," kata Connie kepada Medcom.id, Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2019.
Konsep berupa pelatihan militer juga tak bisa sembarangan diterapkan. Kementerian Pertahanan harus punya data akurat terkait siapa yang akan ikut wajib militer (wamil). Ini penting, agar peserta yang ikut program tersebut bisa dinilai dan diawasi.
"Sebenarnya dia mau bikin bela negara atau bikin wamil, yang perlu disiapkan adalah data," ungkap dia.
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia ini menyebut data itu bisa digunakan untuk menyortir mana mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme dan tidak. Mahasiswa yang berpikiran radikal akan menjadi ancaman jika dibekali keahlian militer.
"Kita harus make sure bahwa orang ini aman. Jangan kita mendidik orang dengan latar belakang yang tidak bisa kita deteksi," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ingin Indonesia memiliki komponen cadangan pertahanan. Misalnya, menyiapkan mahasiswa sebagai perwira cadangan.
"Contoh kerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyusun komponen cadangan, latihan perwira cadangan, latihan untuk komponen cadangan," kata Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019
Tak hanya mahasiswa, Prabowo juga ingin siswa SMP daa SMA mulai dilatih. Konsep ini sudah diterapkan di Amerika serikat.
"Sebagai contoh kalau lihat di US sumber perwira itu mereka dapat dari akademi militer mungkin 20 persen. 80 persen adalah perwira cadangan dari universitas," ujar dia.
Jakarta: Pengamat intelijen dan militer Connie Rahakundini Bakrie menilai konsep bela negara yang diusulkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto lebih mirip wajib militer. Kementerian Pertahanan harus memiliki
sistem dan konsep jelas serta mengidentifikasi target wajib bela negara.
"Sistemnya dulu yang dibangun. Jadi, tidak hanya mendatangkan Kementerian Pendidikan terus memasukkan itu ke dalam kurikulum," kata Connie kepada
Medcom.id, Jakarta Pusat, Rabu, 13 November 2019.
Konsep berupa pelatihan militer juga tak bisa sembarangan diterapkan. Kementerian Pertahanan harus punya data akurat terkait siapa yang akan ikut wajib militer (wamil). Ini penting, agar peserta yang ikut program tersebut bisa dinilai dan diawasi.
"Sebenarnya dia mau bikin
bela negara atau bikin wamil, yang perlu disiapkan adalah data," ungkap dia.
Dosen Universitas Pertahanan Indonesia ini menyebut data itu bisa digunakan untuk menyortir mana mahasiswa yang sudah terpapar radikalisme dan tidak. Mahasiswa yang berpikiran radikal akan menjadi ancaman jika dibekali keahlian militer.
"Kita harus
make sure bahwa orang ini aman. Jangan kita mendidik orang dengan latar belakang yang tidak bisa kita deteksi," pungkas dia.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ingin Indonesia memiliki komponen cadangan pertahanan. Misalnya, menyiapkan mahasiswa sebagai perwira cadangan.
"Contoh kerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyusun komponen cadangan, latihan perwira cadangan, latihan untuk komponen cadangan," kata Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019
Tak hanya mahasiswa, Prabowo juga ingin siswa SMP daa SMA mulai dilatih. Konsep ini sudah diterapkan di Amerika serikat.
"Sebagai contoh kalau lihat di US sumber perwira itu mereka dapat dari akademi militer mungkin 20 persen. 80 persen adalah perwira cadangan dari universitas," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)