Jakarta: Kinerja Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) ikut menuai sorotan buntut banyaknya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri.
Pada dasarnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK berperan dalam penegakan kode etik yakni dengan menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK, serta menyelenggarakan sidang atas dugaan pelanggaran kode etik tersebut.
Namun fakta di lapangan menunjukkan fakta yang berbeda. Bahkan beberapa kali, Dewas KPK jarang sekali memberikan sanksi tegas kepada Firli.
Firli sendiri hingga saat ini tercatat sebagai pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan terkait pelanggaran kode etik sejak menjabat pada akhir 2019 silam.
Berikut ini laporan pelanggaran kode etik Firli Bahuri beserta putusan Dewas KPK:
Sanksi ringan untuk Firli perihal sewa helikopter mewah
Firli sempat dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik perihal gaya hidup hedon ketika dirinya menyewa helikopter mewah untuk perjalanan pribadi.
Merespons hal tersebut, Dewas KPK menyatakan Firli terbukti melanggar kode etik yakni Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Dewas KPK hanya memberi sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II berlaku selama enam bulan.
Pasal tersebut menyatakan bahwa insan komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
Putusan Dewas KPK terkait Himne KPK ciptaan istri Firli
Firli juga sempat dilaporkan oleh Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) yang diwakili oleh Korneles Materay kepada Dewas KPK pada 9 Maret 2022.
Ia dilaporkan karena diduga terlibat konflik kepentingan di balik pemberian penghargaan kepada istrinya, Ardina Safitri, yang membuat mars dan himne KPK.
Meski begitu, Dewas KPK menilai tidak ada pelanggaran kode etik terkait pemberian penghargaan kepada istrinya itu.
Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan pihaknya telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Firli selaku terlapor. Dari pemeriksaan itu, terang dia, disimpulkan tidak ada pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan Firli.
Putusan Dewas KPK terkait pemberhentian Endar
Firli melakukan pelanggaran usai memberhentikan dengan hormat Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro. Ia beralasan masa penugasan Endar telah habis per 31 Maret 2023.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengirimkan surat kepada Firli cs untuk memperpanjang penugasan Endar di KPK. Surat itu diteken pada 29 Maret 2023
Brigjen Endar Priantoro melaporkan pimpinan KPK termasuk Firli atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku di balik keputusan pencopotan dirinya dari jabatan Direktur Penyelidikan.
Dalam laporannya itu, Endar membawa sejumlah dokumen yang terdiri dari surat pemberhentian dengan hormat, surat penghadapan ke institusi Polri hingga surat Kapolri yang memerintahkan Endar untuk melaksanakan penugasan kedua sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Selain Endar, Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) juga melaporkan Firli Cs ke Dewas KPK terkait permasalahan serupa.
Pada akhirnya, Dewas KPK menilai laporan Endar dan PB KAMI tidak cukup bukti sehingga tidak dilanjutkan ke sidang etik.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menjelaskan surat keputusan pemberhentian dengan hormat Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK merupakan produk dari kewenangan pejabat administrasi negara dan penilaian keabsahannya menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan Dewas KPK.
Jakarta: Kinerja Dewan Pengawas
Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) ikut menuai sorotan buntut banyaknya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK,
Firli Bahuri.
Pada dasarnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK berperan dalam penegakan kode etik yakni dengan menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK, serta menyelenggarakan sidang atas dugaan pelanggaran kode etik tersebut.
Namun fakta di lapangan menunjukkan fakta yang berbeda. Bahkan beberapa kali, Dewas KPK jarang sekali memberikan sanksi tegas kepada Firli.
Firli sendiri hingga saat ini tercatat sebagai pimpinan KPK yang paling sering dilaporkan terkait pelanggaran kode etik sejak menjabat pada akhir 2019 silam.
Berikut ini laporan pelanggaran kode etik Firli Bahuri beserta putusan Dewas KPK:
Sanksi ringan untuk Firli perihal sewa helikopter mewah
Firli sempat dilaporkan ke Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik perihal gaya hidup hedon ketika dirinya menyewa helikopter mewah untuk perjalanan pribadi.
Merespons hal tersebut, Dewas KPK menyatakan Firli terbukti melanggar kode etik yakni Pasal 4 ayat 1 huruf n dan Pasal 8 ayat 1 huruf f Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Dewas KPK hanya memberi sanksi ringan berupa Teguran Tertulis II berlaku selama enam bulan.
Pasal tersebut menyatakan bahwa insan komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi, dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
Putusan Dewas KPK terkait Himne KPK ciptaan istri Firli
Firli juga sempat dilaporkan oleh Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) yang diwakili oleh Korneles Materay kepada Dewas KPK pada 9 Maret 2022.
Ia dilaporkan karena diduga terlibat konflik kepentingan di balik pemberian penghargaan kepada istrinya, Ardina Safitri, yang membuat mars dan himne KPK.
Meski begitu, Dewas KPK menilai tidak ada pelanggaran kode etik terkait pemberian penghargaan kepada istrinya itu.
Ketua Dewas Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan pihaknya telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Firli selaku terlapor. Dari pemeriksaan itu, terang dia, disimpulkan tidak ada pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan Firli.
Putusan Dewas KPK terkait pemberhentian Endar
Firli melakukan pelanggaran usai memberhentikan dengan hormat Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro. Ia beralasan masa penugasan Endar telah habis per 31 Maret 2023.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengirimkan surat kepada Firli cs untuk memperpanjang penugasan Endar di KPK. Surat itu diteken pada 29 Maret 2023
Brigjen Endar Priantoro melaporkan pimpinan KPK termasuk Firli atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku di balik keputusan pencopotan dirinya dari jabatan Direktur Penyelidikan.
Dalam laporannya itu, Endar membawa sejumlah dokumen yang terdiri dari surat pemberhentian dengan hormat, surat penghadapan ke institusi Polri hingga surat Kapolri yang memerintahkan Endar untuk melaksanakan penugasan kedua sebagai Direktur Penyelidikan KPK.
Selain Endar, Pengurus Besar Komunitas Aktivis Muda Indonesia (PB KAMI) juga melaporkan Firli Cs ke Dewas KPK terkait permasalahan serupa.
Pada akhirnya, Dewas KPK menilai laporan Endar dan PB KAMI tidak cukup bukti sehingga tidak dilanjutkan ke sidang etik.
Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menjelaskan surat keputusan pemberhentian dengan hormat Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK merupakan produk dari kewenangan pejabat administrasi negara dan penilaian keabsahannya menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan Dewas KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)