Jakarta: Berkurban adalah sebuah ibadah yang dilakukan saat Hari Raya Iduladha. Berkurban juga menjadi momen yang tepat untuk berbagi dengan sesama.
Secara umum, kurban merupakan ibadah dengan menyembelih hewan seperti kambing, sapi, unta, maupun domba. Tujuan dari kurban adalah sebagai wujud ketaatan hamba terhadap Sang Pencipta serta bentuk rasa empati dan simpati terhadap kaum fakir.
Pelaksanaan kurban telah diatur oleh syariat Islam mulai dari waktu pelaksanaan hingga kriteria hewan yang dikurbankan. Bahkan golongan yang berhak menerima daging kurban pun sudah diatur, karena Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda untuk membagikan daging dari hewan yang seorang muslim kurbankan.
"Makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah.” (HR Muslim, no 1971)
Berdasarkan hadis tersebut, pihak-pihak yang berhak menerima daging kurban terbagi dalam beberapa golongan, antara lain orang yang berkurban, tetangga, teman, dan kerabat, serta fakir miskin.
Hukum orang kaya menerima daging kurban
Lalu bagaimana jika orang kaya ikut menerima daging kurban, apakah dibolehkan?
Melansir NU Online, hukum dasar dari kurban adalah sunah, dan anjuran tersebut diperuntukkan kepada orang-orang yang memiliki harta lebih atau mereka yang tergolong kaya.
Hukum kurban dapat berubah menjadi wajib dengan dua hal. Pertama dengan nazar. Orang yang mengucapkan nazar untuk menyembelih kurban, maka hukum kurbannya menjadi wajib. Kedua dengan ucapan kesanggupan berkurban dan telah menentukan hewan pilihannya, seperti seseorang menyatakan; "aku jadikan kambing ini sebagai kurban".
Dalam mendistribusikan daging kurban, terjadi perbedaan aturan antara kurban sunah dan wajib. Ada dua poin yang menjadi pokok permasalahan. Pertama hukum menyerahkan daging kurban wajib kepada orang kaya.
Dalam kajian fiqihnya, kurban wajib harus disedekahkan semuanya kepada fakir miskin. Ini menegaskan bahwa kurban wajib tidak boleh dimakan oleh pihak yang berkurban, serta tidak boleh pula untuk diberikan kepada orang kaya, karena daging kurban bagi orang kaya tidak disebut sedekah melainkan sebatas ith’am (memberikan hidangan).
Karena itu, jika kurban wajib tidak tersalurkan seluruhnya kepada fakir miskin, semisal ada sebagian yang dimakan oleh pihak yang berkurban, maka ia harus menggantinya dengan daging lain dan menyerahkannya kepada fakir miskin.
Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal disebutkan:
Artinya, “Adapun kurban yang dinazari maka harus disumbangkan seluruhnya, sebagaimana disebutkan di atas dalam penjelasan Ar-Ramli dan Ibnu Hajar.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz VIII, halaman 226).
Artinya; "(Tidak boleh memakannya) dan mestinya tidak boleh diberikan kepada orang kaya, demikian penjelasan Ibnu Qasim. Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, "Dan jika orang yang berkurban memakannya, maka dia didenda untuk menggantinya".” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz XII, halaman 280).
Jakarta:
Berkurban adalah sebuah ibadah yang dilakukan saat Hari Raya
Iduladha. Berkurban juga menjadi momen yang tepat untuk berbagi dengan sesama.
Secara umum, kurban merupakan ibadah dengan menyembelih hewan seperti kambing, sapi, unta, maupun domba. Tujuan dari kurban adalah sebagai wujud ketaatan hamba terhadap Sang Pencipta serta bentuk rasa empati dan simpati terhadap kaum fakir.
Pelaksanaan kurban telah diatur oleh syariat Islam mulai dari waktu pelaksanaan hingga kriteria hewan yang dikurbankan. Bahkan golongan yang berhak menerima daging kurban pun sudah diatur, karena Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda untuk membagikan daging dari hewan yang seorang muslim kurbankan.
"Makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah.” (HR Muslim, no 1971)
Berdasarkan hadis tersebut, pihak-pihak yang berhak menerima daging kurban terbagi dalam beberapa golongan, antara lain orang yang berkurban, tetangga, teman, dan kerabat, serta fakir miskin.
Hukum orang kaya menerima daging kurban
Lalu bagaimana jika orang kaya ikut menerima daging kurban, apakah dibolehkan?
Melansir
NU Online, hukum dasar dari kurban adalah sunah, dan anjuran tersebut diperuntukkan kepada orang-orang yang memiliki harta lebih atau mereka yang tergolong kaya.
Hukum kurban dapat berubah menjadi wajib dengan dua hal. Pertama dengan nazar. Orang yang mengucapkan nazar untuk menyembelih kurban, maka hukum kurbannya menjadi wajib. Kedua dengan ucapan kesanggupan berkurban dan telah menentukan hewan pilihannya, seperti seseorang menyatakan; "aku jadikan kambing ini sebagai kurban".
Dalam mendistribusikan daging kurban, terjadi perbedaan aturan antara kurban sunah dan wajib. Ada dua poin yang menjadi pokok permasalahan. Pertama hukum menyerahkan daging kurban wajib kepada orang kaya.
Dalam kajian fiqihnya, kurban wajib harus disedekahkan semuanya kepada fakir miskin. Ini menegaskan bahwa kurban wajib tidak boleh dimakan oleh pihak yang berkurban, serta tidak boleh pula untuk diberikan kepada orang kaya, karena daging kurban bagi orang kaya tidak disebut sedekah melainkan sebatas ith’am (memberikan hidangan).
Karena itu, jika kurban wajib tidak tersalurkan seluruhnya kepada fakir miskin, semisal ada sebagian yang dimakan oleh pihak yang berkurban, maka ia harus menggantinya dengan daging lain dan menyerahkannya kepada fakir miskin.
Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal disebutkan:
Artinya, “Adapun kurban yang dinazari maka harus disumbangkan seluruhnya, sebagaimana disebutkan di atas dalam penjelasan Ar-Ramli dan Ibnu Hajar.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz VIII, halaman 226).
Artinya; "(Tidak boleh memakannya) dan mestinya tidak boleh diberikan kepada orang kaya, demikian penjelasan Ibnu Qasim. Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, "Dan jika orang yang berkurban memakannya, maka dia didenda untuk menggantinya".” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz XII, halaman 280).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)