Terpidana teroris Bom Bali 2002, Ali Imron, menyampaikan pandangan dalam kajian Ramadan di Masjid Al Fataa, Menteng Raya, Jakarta, Selasa (28/6/2016). Foto: MI/Ramdani
Terpidana teroris Bom Bali 2002, Ali Imron, menyampaikan pandangan dalam kajian Ramadan di Masjid Al Fataa, Menteng Raya, Jakarta, Selasa (28/6/2016). Foto: MI/Ramdani

Jejak Dr Azhari Menebar Teror Bom di Indonesia

Menjadi Misteri setelah Ledakan Bom Bali (3)

Wandi Yusuf • 06 November 2017 11:48
medcom.id, Jakarta: Aransemen bom yang diciptakan Dr Azhari mulai mengalun pada 12 Oktober 2002. Legian, Bali, berguncang. Sebanyak 202 orang meninggal. Sekitar 300 orang terluka dan sebagian besarnya cacat permanen. Hingga 15 tahun berselang, luka akibat bom itu masih terngiang, terutama bagi keluarga korban.
 
Tulisan ini hendak mengenang kembali peristiwa mengerikan yang kemudian dikenal dengan peristiwa Bom Bali I. Sudut pandang tulisan ini adalah sosok Dr Azhari. Bagaimana kiprahnya berada di balik setiap bom yang meluluhlantakkan sebagian tempat strategis di Indonesia. Mulai dari pertama kali diminta meracik bom, menebar teror, hingga akhirnya ditangkap pukul 15.45 WIB pada 9 November 2005 di Batu, Malang, Jawa Timur.
 
Bukan untuk membuka trauma. Setidaknya untuk mengingat kembali betapa sosok ‘gila’ macam Azhari sudah merusak harmoni di negeri ini.

Tulisan merujuk pada buku yang dirajut Komisaris Jenderal Arif Wachjunadi berjudul Misi Walet Hitam 09.11.05 – 15.45: Menguak Misteri Teroris Dr Azhari yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Arif saat ini menjabat Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
 
Ia melakukan riset selama dua tahun dengan melakukan perjalanan ke semua lokasi terkait dengan Bom Bali I. Puluhan saksi, baik pelaku maupun pemburu teroris, dia wawancarai. Termasuk petugas lapangan yang menjadi ujung tombak penangkapan Dr Azhari.
 
Rangkaian tulisan dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni sebelum peristiwa Bom Bali I terjadi. Mengapa mereka mengincar Bali dan kenapa harus memilih Legian. Berlanjut ke detik-detik pengeboman. Lalu, tulisan mengorek kiprah Dr Azhari dan bagaimana kepolisian mencoba mengorek profilnya.
 
Sebagai pamungkas, tulisan akan menguak cerita bagaimana pasukan khusus berhasil meringkus Azhari—buron yang nyawanya sempat dihargai miliaran rupiah.
 
Detik-detik ledakan
 
Jumat malam 11 Oktober 2002 Dr Azhari sudah meninggalkan Bali. Ia tak diperkenankan melihat bom hasil racikannya meledak. Azhari diminta langsung bersembunyi. Namun, untuk menghilangkan rasa penasaran, ia dipersilakan melihat lokasi peledakan di Jalan Legian, Kuta Bali.
 
Lepas itu, Azhari kembali menjadi misteri.
 
Tinggal lima orang pelaku yang tinggal di Bali. Dua di antaranya adalah pengantin atau pelaku bom bunuh diri, yakni Jimi alias Arnasan, 20, dan Feri alias Isa, 20. Arnasan berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah, dan Isa berasal dari Serang, Banten. Tiga lainnya adalah Idris, Ali Imron, dan Imam Samudera.
 
Arnasan dan Isa sudah tiba di Bali sejak 5 Oktober 2002. Keduanya ditempatkan di indekos yang berbeda dari tempat peracikan bom. Mereka baru diperkenankan keluar pada hari H peledakan, Sabtu 12 Oktober 2002.

“Kalau tidak siap batalkan saja niatnya, tidak usah diteruskan.”
Ali Imron

Mereka telah menulis surat perpisahan untuk orang tua masing-masing. Kedatangan mereka ke Jalan Pulau Menjangan, lokasi peracikan bom, langsung disambut Ali Imron. Arnasan dan Isa banyak diam dan disebut terlihat tenang. Ali Imron lantas menjelaskan detail skenario peledakan mulai dari memasang rompi, menekan remote control, letak tombol-tombol, timer, dan cara penggunaannya.
 
“Mas, kenapa sedih?” kata Ali Imron kepada Arnasan. “Kalau tidak siap batalkan saja niatnya, tidak usah diteruskan.” Ali melihat ada keraguan yang dipancarkan wajah Arnasan.
 
“Saya sedih, kok saya belum lancar menyetir mobil. Kok harus sampeyan yang mengantarkan kami ke lokasi,” kata Arnasan.
 
Dugaan Ali ternyata salah. Meski begitu, dia merasa lega.
 
Baca: Sidik Jari Dr Azhari di Bom Bali (1)
 
Pukul 22.30 Wita, Ali Imron, Arnasan, dan Isa menuju persiapan terakhir. Ketiganya menaiki L-300 putih berjenis star wagon buatan 1983. Mobil yang sudah berisi bom dan teronggok sejak 5 Oktober itu akhirnya keluar sarang.
 
Arnasan dan Isa menampakkan wajah tanpa keraguan. Ali Imron menyetir, Arnasan di tengah, dan Isa di sisi kiri. Mobil menuju Legian, Kuta, Bali.
Menjadi Misteri setelah Ledakan Bom Bali (3)
Selang 40 menit mobil tiba di Jalan Legian, tepat di depan Hotel Kuta Paradiso. Berjarak 100 meter di lokasi peledakan, Paddy’s Cafe dan Sari Club. Gantian Arnasan yang mengemudikan mobil. Isa turun dari mobil, badannya sudah berbalut rompi bom.
 
Ali Imron menjauh dari mobil menuju Idris yang sudah menunggu di atas sepeda motor. Mereka menjauh dari lokasi ledakan. Dalam perjalanan, Ali menekan tombol. Bom meledak di trotoar, Jalan Renon, Denpasar, dekat Konsulat Jenderal AS. Bom tak menimbulkan korban jiwa. Tapi, belasan pohon hangus.
 
Sementara itu, Isa sudah masuk ke Paddy’s Cafe, menyelinap di antara kerumunan pengunjung yang sebagian besar orang asing.
 
Mobil L-300 pun perlahan tiba di depan Sari Club. Arnasan lantas mematikan mesin. Lalu lintas menjadi macet. Hanya dua mobil yang berhasil menyalip, Suzuki Carry dan taksi Komitra.
 
Baca: Peracik yang Tekun (2)
 
Tak berselang lama, bom 10 kilogram yang membalut tubuh Isa meledak di Paddy’s Cafe. Bom ini meledak satu menit setelah ledakan di depan Konjen AS.
 
Orang-orang di dalam cafe lintang-pukang. Mereka berebut keluar dan berkumpul di depan, tak jauh dari Sari Club. Sadar bom yang dibawa Isa sudah meledak dan orang-orang sudah banyak berkumpul di dekat mobil, Arnasan menekan tombol dan meledakkan L-300. Bunyi ledakan terdengar hingga radius 10 kilometer.
 
“Sudah meledak,” kata Ali Imron kepada Idris, tak lama setelah dentuman memekakkan telinganya.
 
Ledakan membuat 513 unit bangunan rusak. Terdiri dari hotel, restoran, cafe, toko, dan rumah tinggal. Sebanyak 36 di antaranya rusak berat. Tercatat 22 mobil dan 24 sepeda motor rusak dan hancur.
 
Bingung menaruh sepeda motor
 
Selama 40 menit berkendara sepeda motor menjauh dari Legian, Ali Imron dan Idris bingung hendak pergi ke mana lagi. Waktu menunjukkan pukul 24.10 Wita.
 
“Sepeda motor ini kita taruh di mana?” tanya idris.
 
“Coba tanya ke Imam Samudera,” jawab Ali Imron.
 
Nyatanya Imam sulit dihubungi. Imam diketahui tengah berada di sebuah warnet di pertokoan IDR Jalan Diponegoro, Denpasar. Dua jam berselang, barulah Imam bisa dihubungi.
 
“Kata Imam Samudera sepeda motor ini taruh saja di Musala Al-Ghuroba di Jalan Nusa Ceningan, Denpasar. Nanti ada yang mengambil,” kata Idris.
 
Tak disangka, motor ini yang kelak akan membuka tabir mereka satu per satu. (Bersambung)
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan