medcom.id, Jakarta: Dr Azhari terkenal misterius, bahkan oleh rekan sendiri. Ali Imron yang sebenarnya pernah bertemu dia di Malaysia pun sempat tak ingat dengan sosok pendiam itu.
“Saya tidak ingat jika pernah bertemu dengan Dr Azhari karena saya tidak mengenal sebelumnya. Dan di Tenggulun itulah pertama kali saya kenal dengan Dr Azhari,” kata Ali Imron saat dipertemukan dengan Dr Azhari di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, 29 September 2002.
Tenggulun adalah lokasi pesantren tempat Ali Imron mengajar. Mukhlas—pemimpin rencana pengeboman di Bali—mengundang Dr Azhari datang ke Indonesia untuk meracik bom. Bom disiapkan untuk meledakkan Legian, Bali, yang lantas dikenal sebagai Bom Bali I.
Dr Azhari bertolak dari Malaysia bersama Noordin M. Top. Kelak, keduanya adalah sejoli paling dicari Polri. Merekalah yang menjadi aktor utama di balik teror bom di Indonesia yang terjadi antara 2002 hingga 2009.
Seperti sudah dibahas di tulisan pertama, Dr Azhari hadir untuk meracik bom. Semua bahan dan casing bom sudah disiapkan di sebuah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan No 65, Banjar Bumi Sari, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
Dr Azhari baru diboyong ke kontrakan pada 5 Oktober 2002, sepekan sebelum aksi peledakan. Dia bertolak ke Bali ditemani Dul Matin, Amrozi, dan Mubarak. Mereka berangkat menggunakan jalur darat menyeberang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali.
Mereka berangkat dengan dua mobil. Azhari dan Dul Matin menaiki Suzuki Vitara, sedangkan Amrozi dan Mubarak memakai Mitsubishi L-300. Saat di Lamongan, Azhari sudah memberi lampu hijau untuk menggunakan L-300 sebagai casing bom.
Jok di baris kedua mobil L-300 sudah dicopot. Kondisi ini yang membuat penjaga di Pelabuhan Gilimanuk sempat curiga. Jok sengaja dicopot oleh Amrozi untuk bisa menampung bom lebih banyak. Kepada polisi yang menjaga Amrozi berkilah pencopotan jok untuk memudahkan mereka memasukkan kain. Mereka mengaku sebagai pedagang kain. Alasan itu diterima dan mobil bisa melenggang.
Begitu tiba di kontrakan, L-300 langsung dimasukkan dan tak pernah keluar lagi hingga hari peledakan, yakni pukul 22.00 WIB pada 12 Oktober 2002.
Lagu barat terus diputar
Selama peracikan bom, lagu-lagu barat terus diputar dengan volume keras. Pemutaran ini sebagai upaya pengalihan bahwa penghuni kontrakan adalah anak muda pencinta lagu barat. Imam Samudera dan Dul Matin sempat bersitegang soal pilihan lagu ini.
“Jangankan mengerti dan menyukai, kenal saja sama lagu-lagu barat, apalagi penyanyinya, kami tak tahu. Pokoknya yang penting lagu barat,” kata Ali Imron.
Dr Azhari mulai larut pada pembuatan bom 6 Oktober 2012. Dia merakit, mengatur, dan menata bom di dalam filling cabinet untuk kemudian disusun di dalam L-300. Tiga tombol pemicu dirancang Dul Matin. Abdul Ghoni membantu.
Pada 7 Oktober 2012 terjadi insiden yang membuat mereka ketakutan. Ini terjadi saat filling cabinet yang ditempatkan di kamar akan dipindahkan ke mobil. Karena kekurangan tenaga, Amrozi yang tak punya pengetahuan tentang bom, dilibatkan. Ia diminta mengangkat filling cabinet yang cukup berbobot ke mobil. Karena berat, Amrozi dengan entengnya menyeret. Gesekan membuat kotak berisi penuh bahan kimia itu terpicu dan menimbulkan ledakan.
“Saya dengar ada bunyi kletak-kletok seperti bunyi percikan api, lalu ada ledakan,” kata Umar Patek.
Ledakan membuat pohon di sekitar teras rumah bergoyang. Azhari, Umar Patek, Amrozi, Mukhlas, dan Dul Matin sempat keluar ruangan. Wajah mereka pucat.
“Jika bom-bom yang sudah dirakit itu ikut meledak, pasti habislah kami semua hari itu,” kata Ali Imron.
Kejadian ini membuat Imam Samudera sebagai pimpinan lapangan khawatir aksi akan gagal. Untuk itu, ia memutuskan agar sesegera mungkin bom diledakkan. (Bersambung)
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ybD1oLAk" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Dr Azhari terkenal misterius, bahkan oleh rekan sendiri. Ali Imron yang sebenarnya pernah bertemu dia di Malaysia pun sempat tak ingat dengan sosok pendiam itu.
“Saya tidak ingat jika pernah bertemu dengan Dr Azhari karena saya tidak mengenal sebelumnya. Dan di Tenggulun itulah pertama kali saya kenal dengan Dr Azhari,” kata Ali Imron saat dipertemukan dengan Dr Azhari di Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, 29 September 2002.
Tenggulun adalah lokasi pesantren tempat Ali Imron mengajar. Mukhlas—pemimpin rencana pengeboman di Bali—mengundang Dr Azhari datang ke Indonesia untuk meracik bom. Bom disiapkan untuk meledakkan Legian, Bali, yang lantas dikenal sebagai Bom Bali I.
Dr Azhari bertolak dari Malaysia bersama Noordin M. Top. Kelak, keduanya adalah sejoli paling dicari Polri. Merekalah yang menjadi aktor utama di balik teror bom di Indonesia yang terjadi antara 2002 hingga 2009.
Seperti sudah dibahas di
tulisan pertama, Dr Azhari hadir untuk meracik bom. Semua bahan dan
casing bom sudah disiapkan di sebuah kontrakan di Jalan Pulau Menjangan No 65, Banjar Bumi Sari, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
Dr Azhari baru diboyong ke kontrakan pada 5 Oktober 2002, sepekan sebelum aksi peledakan. Dia bertolak ke Bali ditemani Dul Matin, Amrozi, dan Mubarak. Mereka berangkat menggunakan jalur darat menyeberang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali.
Mereka berangkat dengan dua mobil. Azhari dan Dul Matin menaiki Suzuki Vitara, sedangkan Amrozi dan Mubarak memakai Mitsubishi L-300. Saat di Lamongan, Azhari sudah memberi lampu hijau untuk menggunakan L-300 sebagai
casing bom.
Jok di baris kedua mobil L-300 sudah dicopot. Kondisi ini yang membuat penjaga di Pelabuhan Gilimanuk sempat curiga. Jok sengaja dicopot oleh Amrozi untuk bisa menampung bom lebih banyak. Kepada polisi yang menjaga Amrozi berkilah pencopotan jok untuk memudahkan mereka memasukkan kain. Mereka mengaku sebagai pedagang kain. Alasan itu diterima dan mobil bisa melenggang.
Begitu tiba di kontrakan, L-300 langsung dimasukkan dan tak pernah keluar lagi hingga hari peledakan, yakni pukul 22.00 WIB pada 12 Oktober 2002.
Lagu barat terus diputar
Selama peracikan bom, lagu-lagu barat terus diputar dengan volume keras. Pemutaran ini sebagai upaya pengalihan bahwa penghuni kontrakan adalah anak muda pencinta lagu barat. Imam Samudera dan Dul Matin sempat bersitegang soal pilihan lagu ini.
“Jangankan mengerti dan menyukai, kenal saja sama lagu-lagu barat, apalagi penyanyinya, kami tak tahu. Pokoknya yang penting lagu barat,” kata Ali Imron.
Dr Azhari mulai larut pada pembuatan bom 6 Oktober 2012. Dia merakit, mengatur, dan menata bom di dalam
filling cabinet untuk kemudian disusun di dalam L-300. Tiga tombol pemicu dirancang Dul Matin. Abdul Ghoni membantu.
Pada 7 Oktober 2012 terjadi insiden yang membuat mereka ketakutan. Ini terjadi saat
filling cabinet yang ditempatkan di kamar akan dipindahkan ke mobil. Karena kekurangan tenaga, Amrozi yang tak punya pengetahuan tentang bom, dilibatkan. Ia diminta mengangkat
filling cabinet yang cukup berbobot ke mobil. Karena berat, Amrozi dengan entengnya menyeret. Gesekan membuat kotak berisi penuh bahan kimia itu terpicu dan menimbulkan ledakan.
“Saya dengar ada bunyi
kletak-kletok seperti bunyi percikan api, lalu ada ledakan,” kata Umar Patek.
Ledakan membuat pohon di sekitar teras rumah bergoyang. Azhari, Umar Patek, Amrozi, Mukhlas, dan Dul Matin sempat keluar ruangan. Wajah mereka pucat.
“Jika bom-bom yang sudah dirakit itu ikut meledak, pasti habislah kami semua hari itu,” kata Ali Imron.
Kejadian ini membuat Imam Samudera sebagai pimpinan lapangan khawatir aksi akan gagal. Untuk itu, ia memutuskan agar sesegera mungkin bom diledakkan. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)