Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto--Medcom.id/Achmad Zulfikar Fazli.
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto--Medcom.id/Achmad Zulfikar Fazli.

Wantimpres: Piagam Madinah Wujud Kebangsaan dan Nasionalisme

Achmad Zulfikar Fazli • 29 Desember 2017 14:36
Jakarta: Kegiatan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW hakikatnya merupakan momentum yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk meneladani Rasulullah dalam mencintai sesama dan semesta. Cinta Tanah Air (nasionalisme) adalah fitrah dan naluri yang Allah sematkan secara kuat di dalam diri manusia. 
 
"Sebaliknya, penolakan dan antipati terhadap kebangsaan/nasionalisme (sebagaimana doktrin kalangan radikal-ekstrem) justru bertentangan dengan fitrah suci tersebut dan tidak memiliki landasan sama sekali di dalam Islam, baik secara doctrinal maupun historikal," kata Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto, dalam keterangannya, Jumat 29 Desember 2017.
 
Baca: Maulid Nabi Bisa Dijadikan Momentum Menghalau Hoaks

Sidarto mengatakan, akar dari nasionalisme di Indonesia adalah tumbuh dari agama. Istilah 'hubbul wathan minal iman', kata dia, merupakan benih perasaan nasionalisme bangsa Indonesia. Metode penyebaran Islam di Indonesia berlangsung secara damai tanpa meninggalkan budaya masyarakat yang ada.
 
"Nilai-nilai jati diri bangsa kita tertuang dalam Pancasila. Semangat nasionalisme inilah yang harus terus dipupuk," ujar politikus senior PDIP ini.
 

 
Ia memaparkan setelah hijrah, atas inisiatif stategis Nabi, terjadi apa yang disebut oleh para sarjana sebagai Eksperimen Madinah, dengan produk monumentalnya berupa 'Piagam Madinah (Konstitusi Madinah)'.
 
Menurut dia, Eksperimen Madinah ini menyajikan kepada umat manusia contoh tatanan sosial-politik yang mengenal konsep pendelegasian wewenang. Ia menuturkan, wewenang atau kekuasaan tidak memusat pada tangan satu orang seperti pada dictatorial system, tapi kepada orang banyak melalui musyawarah dan kehidupan berkonstitusi.
 
“Artinya, sumber wewenang dan kekuasaan tidak berada pada selera keinginan dan keputusan pribadi, tetapi pada suatu dokumen tertulis yang prinsip-prinsipnya disepakati dan ditaati bersama oleh seluruh warga negara,” ucap Sidarto.
 
Karena itu, ia mengingatkan momentum Maulid Nabi Besar Muhammad SAW seharusnya bukan bersifat seremonial tahunan tanpa makna. Tapi pentingnya konteks berbangsa dan bernegara yang merupakan makna substansial dari peringatan Maulid Nabi.
 
“Konstitusi/Piagam Madinah adalah embrio dari civil society. Inilah yang telah, sedang dan terus kita perjuangkan, kita jalankan dan kita jaga di Indonesia. Maka, merawat Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika , NKRI, UUD 1945 adalah sama dengan merawat dan menumbuhkembangkan bibit peradaban berbangsa dan bernegara yang telah ditanam oleh Rasulullah SAW sejak 1439 tahun yang lalu. Kita sedang mengikuti jejak sunnah Rasulullah SAW,” kata dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan