Jakarta: Upaya menciptakan lingkungan lebih bersih dan mewujudkan ketahanan energi di masa depan perlu berjalan beriringan. Mengingat, kebutuhan energi nasional di masa depan terus naik dan perlu dicukupi dari energi fosil maupun energi baru terbarukan (EBT).
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksplorasi PT Pertamina Hulu Migas (PHE) Muharram Jaya Panguriseng dalam sesi Energy as A Driver of Economic Growth di acara Indonesian Data Economic and Conference (IDE) Katadata 2024.
“Semua sependapat bahwa go green sesuatu yang mutlak, tetapi kapan? Persoalannya, ini seperti dua mata uang, di satu sisi go green, di sisi lain ketahanan energi. Dua-duanya harus menggelinding sebagai kekuatan kita,” ujar Muharram, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Berkaca dari pentingnya menciptakan ketahanan energi, pihaknya agresif mengeksplorasi untuk menemukan sumber-sumber minyak dan gas bumi (migas). Sebab, energi fosil masih sangat dibutuhkan dalam proses transisi energi.
Dia mengungkapkan pada 2023, kebutuhan energi nasional mencapai 245 mega ton setara minyak di mana kontribusi EBT baru sekitar 13,1 persen. Sedangkan, kebutuhan energi primer pada 2050 diproyeksikan mencapai 1.000 mega ton setara minyak. Pada periode itu porsi EBT diperkirakan 32 persen.
“Ketika melihat masih ada 44 persen migas (tahun 2050) yang harus dipenuhi, itu yang menjadi semangat kami di Pertamina untuk terus melakukan eksplorasi karena kalau tidak, kita mempertaruhkan bangsa untuk menjadi konsumen,” tutur Muharram.
Dia mengatakan Indonesia harus bijak dalam melihat proses transisi energi. Secara gradual Indonesia perlu memastikan energi yang dihasilkan semakin bersih, dan perlu memastikan keamanan ketahanan energi primer di masa depan.
Muharram mengungkapkan cara yang ditempuh Pertamina mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan analisis, ada tiga golongan perusahaan minyak dalam menyikapi Kesepakatan Paris.
Pertama, ada perusahaan yang langsung mengambil posisi go green. Kedua, perusahaan minyak yang tetap melanjutkan bisnis energi fosil sambil menumbuhkan energi-energi hijau.
“Kalau kita lihat mereka spend capital expenditure-nya sekitar 30 persen untuk mengembangkan energi yang green,” ujar Muharram.
Terakhir, kata dia, ada perusahaan minyak yang tetap tumbuh dengan mengandalkan energi fosil. Namun, perusahaan-perusahaan ini juga memastikan solusi untuk mengurangi karbon. PHE berada pada kelompok ini dengan berupaya mengurangi emisi karbon pada kegiatan operasional melalui teknologi carbon capture storage (CCS)/carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
“Kita berusaha untuk tidak menjadi penyumbang karbon tetapi paling tidak kita melakukan upaya-upaya untuk mengurangi karbon melalui CCS/CCUS. Kita juga menjaga ketahanan energi nasional karena bangsa ini masih membutuhkan itu. Lain soal kalau memang kita sudah mendapatkan energi terbarukan di mana Indonesia sudah percaya diri untuk beralih ke EBT,” tutur dia.
Muharram mengatakan PHE juga sedang mempelajari salah satu energi yang sangat bersih, yakni hidrogen. PHE sedang mengupayakan satu jenis hidrogen yakni geologic hydrogen yang diambil langsung dari alam.
Dia mengungkapkan salah satu negara yang telah melakukan hal tersebut adalah Australia. Menariknya, hidrogen tersebut didapat dari sumur-sumur migas lama.
“Kami berusaha mencari cara menemukan sumber energi baru yang bisa bersih. Yang paling menarik lagi, satu kilogram hidrogen bisa menghasilkan 40 kilo watt hour, artinya ini adalah pembakaran yang sangat bagus,” tutur dia.
Jakarta: Upaya menciptakan lingkungan lebih bersih dan mewujudkan
ketahanan energi di masa depan perlu berjalan beriringan. Mengingat, kebutuhan energi nasional di masa depan terus naik dan perlu dicukupi dari energi fosil maupun energi baru terbarukan (
EBT).
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksplorasi PT
Pertamina Hulu Migas (PHE) Muharram Jaya Panguriseng dalam sesi
Energy as A Driver of Economic Growth di acara Indonesian Data
Economic and Conference (IDE) Katadata 2024.
“Semua sependapat bahwa
go green sesuatu yang mutlak, tetapi kapan? Persoalannya, ini seperti dua mata uang, di satu sisi
go green, di sisi lain ketahanan energi. Dua-duanya harus menggelinding sebagai kekuatan kita,” ujar Muharram, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Berkaca dari pentingnya menciptakan ketahanan energi, pihaknya agresif mengeksplorasi untuk menemukan sumber-sumber minyak dan gas bumi (migas). Sebab, energi fosil masih sangat dibutuhkan dalam proses transisi energi.
Dia mengungkapkan pada 2023, kebutuhan energi nasional mencapai 245 mega ton setara minyak di mana kontribusi EBT baru sekitar 13,1 persen. Sedangkan, kebutuhan energi primer pada 2050 diproyeksikan mencapai 1.000 mega ton setara minyak. Pada periode itu porsi EBT diperkirakan 32 persen.
“Ketika melihat masih ada 44 persen migas (tahun 2050) yang harus dipenuhi, itu yang menjadi semangat kami di Pertamina untuk terus melakukan eksplorasi karena kalau tidak, kita mempertaruhkan bangsa untuk menjadi konsumen,” tutur Muharram.
Dia mengatakan Indonesia harus bijak dalam melihat proses transisi energi. Secara gradual Indonesia perlu memastikan energi yang dihasilkan semakin bersih, dan perlu memastikan keamanan ketahanan energi primer di masa depan.
Muharram mengungkapkan cara yang ditempuh Pertamina mewujudkan hal tersebut. Berdasarkan analisis, ada tiga golongan perusahaan minyak dalam menyikapi Kesepakatan Paris.
Pertama, ada perusahaan yang langsung mengambil posisi go green. Kedua, perusahaan minyak yang tetap melanjutkan bisnis energi fosil sambil menumbuhkan energi-energi hijau.
“Kalau kita lihat mereka spend capital expenditure-nya sekitar 30 persen untuk mengembangkan energi yang
green,” ujar Muharram.
Terakhir, kata dia, ada perusahaan minyak yang tetap tumbuh dengan mengandalkan energi fosil. Namun, perusahaan-perusahaan ini juga memastikan solusi untuk mengurangi karbon. PHE berada pada kelompok ini dengan berupaya mengurangi emisi karbon pada kegiatan operasional melalui teknologi
carbon capture storage (CCS)/
carbon capture, utilization, and storage (CCUS).
“Kita berusaha untuk tidak menjadi penyumbang karbon tetapi paling tidak kita melakukan upaya-upaya untuk mengurangi karbon melalui CCS/CCUS. Kita juga menjaga ketahanan energi nasional karena bangsa ini masih membutuhkan itu. Lain soal kalau memang kita sudah mendapatkan energi terbarukan di mana Indonesia sudah percaya diri untuk beralih ke EBT,” tutur dia.
Muharram mengatakan PHE juga sedang mempelajari salah satu energi yang sangat bersih, yakni hidrogen. PHE sedang mengupayakan satu jenis hidrogen yakni geologic hydrogen yang diambil langsung dari alam.
Dia mengungkapkan salah satu negara yang telah melakukan hal tersebut adalah Australia. Menariknya, hidrogen tersebut didapat dari sumur-sumur migas lama.
“Kami berusaha mencari cara menemukan sumber energi baru yang bisa bersih. Yang paling menarik lagi, satu kilogram hidrogen bisa menghasilkan 40 kilo watt hour, artinya ini adalah pembakaran yang sangat bagus,” tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)