Jakarta: Panitia seleksi (pansel) anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022 diduga melanggar prosedur. Mereka dinilai menyalahi undang-undang (UU).
"Pansel telah membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran," kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said Kav C-19, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2019.
Temuan itu, kata Adrianus, adalah tindak lanjut Ombudsman. Mereka menerima laporan dari peserta seleksi calon anggota KPI Pusat, Sapadiyanto dan Sapardiyono. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 0277/LM/VII/2019/JKT.
Adrianus mengungkapkan sejumlah temuannya. Pertama, tidak ada petunjuk teknis (juknis) mengenai mekanisme seleksi calon anggota KPI Pusat.
"Lalu tidak ada standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta yang lolos seleksi," ujarnya.
Ombudsman juga menemukan tidak ada standar pengamanan dokumen atau informasi. Hal itu, kata dia, berpotensi menimbulkan kebocoran informasi pada pihak yang tidak berkepentingan.
Baca juga: Petisi Tolak Pengawasan KPI Dipertimbangkan di Revisi UU Penyiaran
Kebocoran informasi sempat terjadi. Hasil rapat pansel pada Selasa, 5 Maret 2019 terkait 27 nama calon anggota KPI Pusat bocor ke publik.
Tidak hanya itu, lanjut Adrianus, Ombudsman menemukan inkonsistensi Pansel Anggota KPK Pusat. Mereka dianggap tebang pilih terkait penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.
Peraturan tersebut memuat empat poin. Pertama, penandatanganan SK (surat keterangan) Anggota Pansel oleh Menteri Kominfo. Kedua, jumlah anggota pansel berjumlah 15 orang.
"Lalu penyerahan nama calon anggota KPI kepada DPR berdasarkan abjad, bukan ranking," imbuh Adrianus.
Sedangkan poin terakhir adalah jumlah nama calon anggota yang dikirim ke DPR sebanyak 34 orang. Dari jumlah itu, tujuh orang di antaranya adalah petahana.
Adrianus mengungkapkan untuk poin satu sampai ketiga, pansel tidak menggunakan aturan. Pansel hanya mengacu pada aturan untuk poin keempat.
"Aturan itu memungkinkan tujuh orang petahana kembali masuk. Intepretasi ini melebihi kewenangan dan kami anggap salah untuk jadi perhatian ke depan," pungkas Adrianus.
Jakarta: Panitia seleksi (pansel) anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2019-2022 diduga melanggar prosedur. Mereka dinilai menyalahi undang-undang (UU).
"Pansel telah membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran," kata Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala, di kantornya, Jalan HR Rasuna Said Kav C-19, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2019.
Temuan itu, kata Adrianus, adalah tindak lanjut Ombudsman. Mereka menerima laporan dari peserta seleksi calon anggota KPI Pusat, Sapadiyanto dan Sapardiyono. Laporan itu teregistrasi dengan nomor 0277/LM/VII/2019/JKT.
Adrianus mengungkapkan sejumlah temuannya. Pertama, tidak ada petunjuk teknis (juknis) mengenai mekanisme seleksi calon anggota KPI Pusat.
"Lalu tidak ada standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta yang lolos seleksi," ujarnya.
Ombudsman juga menemukan tidak ada standar pengamanan dokumen atau informasi. Hal itu, kata dia, berpotensi menimbulkan kebocoran informasi pada pihak yang tidak berkepentingan.
Baca juga:
Petisi Tolak Pengawasan KPI Dipertimbangkan di Revisi UU Penyiaran
Kebocoran informasi sempat terjadi. Hasil rapat pansel pada Selasa, 5 Maret 2019 terkait 27 nama calon anggota KPI Pusat bocor ke publik.
Tidak hanya itu, lanjut Adrianus, Ombudsman menemukan inkonsistensi Pansel Anggota KPK Pusat. Mereka dianggap tebang pilih terkait penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia.
Peraturan tersebut memuat empat poin. Pertama, penandatanganan SK (surat keterangan) Anggota Pansel oleh Menteri Kominfo. Kedua, jumlah anggota pansel berjumlah 15 orang.
"Lalu penyerahan nama calon anggota KPI kepada DPR berdasarkan abjad, bukan ranking," imbuh Adrianus.
Sedangkan poin terakhir adalah jumlah nama calon anggota yang dikirim ke DPR sebanyak 34 orang. Dari jumlah itu, tujuh orang di antaranya adalah petahana.
Adrianus mengungkapkan untuk poin satu sampai ketiga, pansel tidak menggunakan aturan. Pansel hanya mengacu pada aturan untuk poin keempat.
"Aturan itu memungkinkan tujuh orang petahana kembali masuk. Intepretasi ini melebihi kewenangan dan kami anggap salah untuk jadi perhatian ke depan," pungkas Adrianus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)