Jakarta: Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Baidowi meminta tudingan istana terlibat dalam artikel Asia Sentinel yang dilontarkan Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik bisa dipertanggungjawabkan. Tanpa ada bukti, tudingan itu berpotensi menimbulkan kegaduhan.
"Yang dijadikan bukti itu foto ramai-ramai itu. Bisa jadi Pak Moeldoko lagi meeting sama pelaku media atau kesempatan apa terus difoto, itu kan enggak bisa dijadikan alat bukti itu intervensi," kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 19 September 2018.
Baidowi menyebut tudingan istana terlibat terbitnya artikel Asia Sentinel terlalu jauh. Istana tak memiliki kepentingan dengan media luar negeri.
"Makanya harus dipertanggungjawabkan tudingan-tudingan itu biar tak jadi fitnah. Karena bahwa istana diduga bermain, ketika dicapture fotonya," ujar Baidowi.
Dia melanjutkan semestinya Demokrat menempuh kaidah jurnalistik ketika pemberitaan soal SBY dan Century menyudutkan. Bukan justru membuat tudingan-tudingan ke pihak lain yang tak ada sangkut pautnya dengan kasus ini.
"Media kan bisa disomasi, bisa minta hak jawab. Terus sudah ada UU-nya baik yang di nasional atau internasional terkait kode etik jurnalistik," pungkas dia.
Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik mengunggah foto Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Co-Founder Asia Sentinel Lin Neumann di akun Twitter pribadinya.
'Lin Neumann berkacamata, ketiga di belakang adalah Co-Founder Asia Sentinel, Blog berbasis di Hong Kong yang menyebar kabar bohong tentang SBY dan Partai Demokrat. Di foto ini Tuan Neumann berfoto dengan @GeneralMoeldoko Apakah Istana terlibat dalam fitnah pada SBY?'
(Baca juga: Demokrat Adukan Asia Sentinel ke Dewan Pers Hong Kong)
Cuitan Rachland Nashidik - Twitter.
Dalam artikel berjudul Indonesia's SBY Government: Vast Criminal Conspiracy' yang ditulis John Berthelsen mengulas hasil investigasi kasus bailout Bank Century.
Menurut artikel tersebut, Pemerintah Indonesia yang berkuasa pada 2014 telah melakukan konspirasi kriminal terbesar yang mencuri dana USD12 miliar dari pembayar pajak dan mencucinya melalui bank-bank internasional.
Dari hasil investigasi setebal 488 halaman terdapat 30 pejabat yang terlibat dalam kasus ini. Hasil investigasi ini diajukan ke Mahkamah Agung Mauritania bulan lalu.
Laporan, analisis forensik yang diketahui sebagai bukti bukti, dikompilasi oleh satuan tugas penyidik ??dan pengacara dari Indonesia, London, Thailand, Singapura, Jepang dan negara-negara lain.
Kasus ini diduga melibatkan serangkaian lembaga keuangan internasional termasuk Nomura, Standard Chartered Bank, United Overseas Bank (Singapore) dan lain-lain.
(Baca juga: SBY Disarankan Jelaskan Kasus Century)
Banyak penipuan yang diduga memanipulasi status bank gagal PT Bank Century Tbk pada tahun 2008 dan yang dikenal sebagai "bank SBY," referensi untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dana itu diyakini berisi dana gelap yang terkait dengan Partai Demokrat, yang dipimpin Yudhoyono. Bank ini direkapitalisasi pada tahun 2008 dan berganti nama menjadi Bank Mutiara.
Setelah dinyatakan bangkrut pada tahun 2008, Bank Century diakuisisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan melakukan rekapitalisasi serta mengubah namanya menjadi Bank Mutiara.
Dalam hasil investigasi yang termaktub dalam berkas gugatan Weston Capital Internasional, kasus tersebut berlanjut saat J Trust bank besar asal Jepang secara tiba-tiba menawarkan dana USD989,1 juta atau setara Rp14 triliun untuk membeli Bank Mutiara tahun 2013 lalu.
Sumber pendanaan penawaran dari J-Trust tidak pernah teridentifikasi. Namun, J Trust mampu mengakuisisi Bank Mutiara tahun 2014. Dalam laporan investigasi itu, disebut disetujui oleh sejumlah pejabat Indonesia.
Para pejabat Indonesia sepakat J Trust sebagai pihak yang paling cocok membeli Bank Mutiara. Padahal, J Trust tak mengelola bank tersebut selazimnya bank komersial.
Jakarta: Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ahmad Baidowi meminta tudingan istana terlibat dalam artikel Asia Sentinel yang dilontarkan Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik bisa dipertanggungjawabkan. Tanpa ada bukti, tudingan itu berpotensi menimbulkan kegaduhan.
"Yang dijadikan bukti itu foto ramai-ramai itu. Bisa jadi Pak Moeldoko lagi meeting sama pelaku media atau kesempatan apa terus difoto, itu kan enggak bisa dijadikan alat bukti itu intervensi," kata Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 19 September 2018.
Baidowi menyebut tudingan istana terlibat terbitnya artikel Asia Sentinel terlalu jauh. Istana tak memiliki kepentingan dengan media luar negeri.
"Makanya harus dipertanggungjawabkan tudingan-tudingan itu biar tak jadi fitnah. Karena bahwa istana diduga bermain, ketika dicapture fotonya," ujar Baidowi.
Dia melanjutkan semestinya Demokrat menempuh kaidah jurnalistik ketika pemberitaan soal SBY dan Century menyudutkan. Bukan justru membuat tudingan-tudingan ke pihak lain yang tak ada sangkut pautnya dengan kasus ini.
"Media kan bisa disomasi, bisa minta hak jawab. Terus sudah ada UU-nya baik yang di nasional atau internasional terkait kode etik jurnalistik," pungkas dia.
Wasekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik mengunggah foto Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Co-Founder Asia Sentinel Lin Neumann di akun Twitter pribadinya.
'Lin Neumann berkacamata, ketiga di belakang adalah Co-Founder Asia Sentinel, Blog berbasis di Hong Kong yang menyebar kabar bohong tentang SBY dan Partai Demokrat. Di foto ini Tuan Neumann berfoto dengan @GeneralMoeldoko Apakah Istana terlibat dalam fitnah pada SBY?'
(Baca juga:
Demokrat Adukan Asia Sentinel ke Dewan Pers Hong Kong)
Cuitan Rachland Nashidik - Twitter.
Dalam artikel berjudul Indonesia's SBY Government: Vast Criminal Conspiracy' yang ditulis John Berthelsen mengulas hasil investigasi kasus bailout Bank Century.
Menurut artikel tersebut, Pemerintah Indonesia yang berkuasa pada 2014 telah melakukan konspirasi kriminal terbesar yang mencuri dana USD12 miliar dari pembayar pajak dan mencucinya melalui bank-bank internasional.
Dari hasil investigasi setebal 488 halaman terdapat 30 pejabat yang terlibat dalam kasus ini. Hasil investigasi ini diajukan ke Mahkamah Agung Mauritania bulan lalu.
Laporan, analisis forensik yang diketahui sebagai bukti bukti, dikompilasi oleh satuan tugas penyidik ??dan pengacara dari Indonesia, London, Thailand, Singapura, Jepang dan negara-negara lain.
Kasus ini diduga melibatkan serangkaian lembaga keuangan internasional termasuk Nomura, Standard Chartered Bank, United Overseas Bank (Singapore) dan lain-lain.
(Baca juga:
SBY Disarankan Jelaskan Kasus Century)
Banyak penipuan yang diduga memanipulasi status bank gagal PT Bank Century Tbk pada tahun 2008 dan yang dikenal sebagai "bank SBY," referensi untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dana itu diyakini berisi dana gelap yang terkait dengan Partai Demokrat, yang dipimpin Yudhoyono. Bank ini direkapitalisasi pada tahun 2008 dan berganti nama menjadi Bank Mutiara.
Setelah dinyatakan bangkrut pada tahun 2008, Bank Century diakuisisi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan melakukan rekapitalisasi serta mengubah namanya menjadi Bank Mutiara.
Dalam hasil investigasi yang termaktub dalam berkas gugatan Weston Capital Internasional, kasus tersebut berlanjut saat J Trust bank besar asal Jepang secara tiba-tiba menawarkan dana USD989,1 juta atau setara Rp14 triliun untuk membeli Bank Mutiara tahun 2013 lalu.
Sumber pendanaan penawaran dari J-Trust tidak pernah teridentifikasi. Namun, J Trust mampu mengakuisisi Bank Mutiara tahun 2014. Dalam laporan investigasi itu, disebut disetujui oleh sejumlah pejabat Indonesia.
Para pejabat Indonesia sepakat J Trust sebagai pihak yang paling cocok membeli Bank Mutiara. Padahal, J Trust tak mengelola bank tersebut selazimnya bank komersial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)