Jakarta: Indonesian Police Watch (IPW) mengatakan tindakan berlebihan dari aparat saat pengamanan aksi anarkistis sulit dihindari. Pasalnya, aparat juga manusia biasa.
"Pedemo cenderung anarkistis, di sisi lain anggota kepolisian di lapangan cenderung mudah terprovokasi," kata Ketua Presidum IPW Neta S Pane kepada Medcom.id, Sabtu, 28 September 2019.
Menurut dia, kelalaian itu akibat pimpinan kepolisian di lapangan tidak dapat mengontrol personelnya. Alhasil, bentrokan sulit dihindari.
Neta mencontohkan video yang sempat viral di media sosial tentang kekerasan sejumlah polisi di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi terekam mengejar hingga memukuli pedemo.
"Antisipasi polisi di lapangan cenderung berlebihan dan analisa intelijennya tidak tajam. Contoh lainnya kasus ambulans yang dicurigai membawa batu dalam aksi demo," ujar Neta.
IPW berharap Polri menganalisa secara cermat pola penanganan unjuk rasa akhir-akhir ini. Hal ini penting agar bentrokan yang merugikan citra Polri bisa dicegah.
"IPW berharap Polri tetap profesional dan bisa menahan diri agar tidak mudah terprovokasi sikap anarkistis pendemo," sambung Neta.
Seperti diketahui, gelombang unjuk rasa bermunculan disejumlah daerah seminggu terakhir. Massa yang didominasi mahasiswa berdemonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Namun, aksi ini kerap berujung kerusuhan. Mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Immawan Rendy, bahkan menjadi korban dalam demo di DPRD Sultra. Kematian Rendy sedang diinvestigasi mendalam.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/nbwQLRDK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Indonesian Police Watch (IPW) mengatakan tindakan berlebihan dari aparat saat pengamanan aksi anarkistis sulit dihindari. Pasalnya, aparat juga manusia biasa.
"Pedemo cenderung anarkistis, di sisi lain anggota kepolisian di lapangan cenderung mudah terprovokasi," kata Ketua Presidum IPW Neta S Pane kepada
Medcom.id, Sabtu, 28 September 2019.
Menurut dia, kelalaian itu akibat pimpinan kepolisian di lapangan tidak dapat mengontrol personelnya. Alhasil, bentrokan sulit dihindari.
Neta mencontohkan video yang sempat viral di media sosial tentang kekerasan sejumlah polisi di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi terekam mengejar hingga memukuli pedemo.
"Antisipasi polisi di lapangan cenderung berlebihan dan analisa intelijennya tidak tajam. Contoh lainnya kasus ambulans yang dicurigai membawa batu dalam aksi demo," ujar Neta.
IPW berharap
Polri menganalisa secara cermat pola penanganan unjuk rasa akhir-akhir ini. Hal ini penting agar bentrokan yang merugikan citra Polri bisa dicegah.
"IPW berharap Polri tetap profesional dan bisa menahan diri agar tidak mudah terprovokasi sikap anarkistis pendemo," sambung Neta.
Seperti diketahui, gelombang unjuk rasa bermunculan disejumlah daerah seminggu terakhir. Massa yang didominasi mahasiswa berdemonstrasi menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Namun, aksi ini kerap berujung kerusuhan. Mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), Immawan Rendy, bahkan menjadi korban dalam demo di DPRD Sultra. Kematian Rendy sedang diinvestigasi mendalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)