Foto: Komunitas Jendela jakarta
Foto: Komunitas Jendela jakarta

Begini Lika-liku Membangun Gerakan Membaca di Jakarta

Intan fauzi • 03 Mei 2017 18:54
medcom.id, Jakarta: Tak mudah membangun sebuah gerakan membaca. Setidaknya, hal itu yang dirasakan pegiat Komunitas Jendela Jakarta, komunitas yang bergerak mendorong literasi.
 
Didirikan September 2012, Komunitas Jendela Jakarta sempat terkendala tempat perpustakaan dan ruang bagi anak-anak belajar. Bernegosiasi dengan preman pun sempat mereka lalui.
 
"Sebenarnya sudah survei ke beberapa lokasi, kayak Senen, Bidara Cina, Kampung Melayu. Kebetulan di Senen bentrok dengan preman-preman di situ," kata Koordinator Public Relation Komunitas Jendela Jakarta, Isna Oktaviani, Rabu 3 Mei 2017.

Baca: Presiden Terkejut Lihat Cara Pegiat Menarik Minat Baca
 
Akhirnya mereka menemukan seorang donatur yang mau menyediakan tempat di Jalan Manggarai VI, Jakarta Selatan. Respon masyarakat sekitar pun tak terlalu buruk.
 
Kini hampir lima tahun kegiatan Komunitas Jendela Jakarta diadakan di kios yang luasnya sekitar 18 meter persegi itu. Isinya, ada sekitar 100-200 buku yang berasal dari donatur.
 
Isna menceritakan, kendala tak hanya soal tempat. Pada tahap awal, anak-anak ogah datang ke perpustakaan. "Jadi kita harus cari adik-adiknya atau jemput adik-adiknya," jelas Isna.
 
Sekarang Komunitas Jendela Jakarta sudah memiliki tiga cabang di sekitar Jakarta. Selain di Manggarai, ada juga di Serpong, Tangerang Selatan, dan Sungai Bambu, Jakarta Utara.
 
Relawan yang tergabung dalam Komunitas Jendela Jakarta kian bejibun. Isna mengatakan, ada 200-300 relawan yang terdaftar.
 
Setiap cabang ada 30-50 anak yang aktif di kegiatan Komunitas Jendela Jakarta. "Usianya dari umur tiga tahun sampai SMA," ujar Isna.
 
Komunitas yang berawal dari Yogyakarta itu menargetkan anak asuhnya membaca satu buku dalam satu bulan. "Itu salah satu program untuk memotivasi adik-adik membaca," ucapnya.
 
Selain itu, Komunitas Jendela Jakarta juga memberikan alternatif pendidikan pada anak-anak seperti kelas reguler. Bagi anak yang putus sekolah, mereka tetap bisa mendapat pengetahuan yang biasanya diberikan di sekolah formal.
 
"Satu bulan ini temanya lagi ilmu pengetahuan alam. Jadi kita ada praktikum, ada belajar tentang alam seperti astronomi, biologi, atau hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan alam," jelas Isna.
 
Mereka membagi kelas untuk anak-anak menjadi tiga: kelas A untuk anak-anak kelas 1-4 SD, kelas B untuk anak-anak kelas 5 sampai SMP, dan kelas C untuk anak-anak SMA. Kelas reguler hanya diperuntukkan bagi kelas B dan C.
 
Sementara kelas A diajarkan membaca, menulis dan berhitung. Untuk anak-anak di bawah usia 7 tahun diajarkan membaca dan menggambar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan