Jakarta: Dokter spesialis penyakit dalam Sayuri Suwandi tidak menganjurkan pasien covid-19 tanpa gejala menjalankan isolasi mandiri di rumah tanpa berkonsultasi kepada dokter. Mesti tak memiliki gejala, memeriksakan diri kepada dokter tetap penting.
"Banyak kejadian bahwa pasien isolasi mandiri sendiri, dia berasa bahwa dia OTG (orang tanpa gejala). Dia berasa tidak ada gejala sama sekali, gejalanya ringan, tahu-tahu drop," kata Sayuri dalam live Instagram di akun @kawalcovid19.id yang dikutip Kamis, 11 Februari 2021.
Menurut dia, bila pasien baru dibawa ke rumah sakit (RS) ketika kondisinya sudah menurun, otomatis pengobatan semakin sulit. Sayuri mengatakan pasien yang sudah terkonfirmasi positif covid-19 harus berkonsultasi ke dokter sebagai langkah pertama.
Pasien, kata dia, perlu mencari dokter terdekat agar bisa ditangani secara cepat. Bila belum sempat berkonsultasi dengan dokter spesialis paru, pasien bisa menghubungi dokter umum.
"Yang penting dia memang update ilmu terhadap covid-19," ungkap Sayuri.
Baca: 105 Hoaks Vaksin Covid-19 Ditemukan Sejak 1 Januari 2021
Sayuri menjelaskan dokter akan mengevaluasi kondisi pasien untuk menentukan apakah bisa isolasi mandiri, isolasi di fasilitas seperti Wisma Atlet, atau dirawat di rumah sakit. Dokter juga memutuskan apakan pasien harus diperiksa lebih lanjut atau cukup isolasi mandiri tanpa pemeriksaan.
Dia berpesan bila bisa isolasi mandiri, pasien tetap harus memakai masker di dalam rumah dan tidur terpisah dengan anggota keluarga lainnya. Pasien wajib memastikan menjaga jarak minimal 1,8 meter dengan orang lain bila terpaksa tidur di tempat yang berdekatan.
"Dan kalau memang memungkinkan tidur itu jangan kepala ketemu kepala, tapi kepala sama kaki. Jadi, mengurangi paparan. Itu adalah cara yang sebenarnya tidak dianjurkan juga, tapi kalau memang kondisinya benar-benar tidak memungkinkan, ya satu-satunya cara yang kita usahakan seperti itu," jelas Sayuri.
Pasien bisa tidur berdekatan dengan anggota keluarga bila sama-sama positif covid-19. Selain itu, sebisa mungkin pasien tidak memasang pendingin udara, cukup membuka jendela agar ada sirkulasi udara. Pendingin udara di ruangan kecil membuat udara berputar-putar tidak berganti dengan udara segar sehingga berpotensi menularkan virus korona ke penjuru rumah.
Sayuri menyarankan pasien isolasi mandiri memegang kontak tenaga kesehatan yang bisa dihubungi sewaktu-waktu ada keadaan darurat. Pasien harus menyediakan alat-alat dasar, seperti termometer untuk mengukur suhu minimal dua kali sehari. Suhu tubuh harus dicatat secara rutin untuk melihat grafiknya.
"Kalau dia punya oksimeter (alat pengukur kadar saturasi oksigen), dia bisa lihat nih. Kalau misalnya saturasi oksigennya saya sudah di bawah 95, ini sudah warning nih. Pasti sudah ada something wrong. Karena kan kalau normal harusnya di atas 95," kata Sayuri.
Bila tidak punya oksimeter, gejala penurunan oksigen bisa dirasakan dari kesulitan bernapas, dada sakit dan terasa tertekan, bibir mulai kebiruan, dan ujung jari terlihat agak ungu. Saat kondisi itu terjadi, Sayuri mendorong pasien segera cari pertolongan medis.
Alat kesehatan lain yang harus disiapkan tergantung komorbiditas pasien. Bila punya riwayat hipertensi, pasien perlu menyiapkan alat untuk mengukur tekanan darah. Pasien yang punya riwayat diabetes disarankan menyiapkan glucometer untuk mengevaluasi gula darah.
"Kalau misalnya gulanya tiba- tiba naik melonjak enggak bisa turun-turun, hati-hati. Harus segera konsultasi dokter atau ke rumah sakit,” ujar dia.
Jakarta:
Dokter spesialis penyakit dalam Sayuri Suwandi tidak menganjurkan pasien
covid-19 tanpa gejala menjalankan isolasi mandiri di rumah tanpa berkonsultasi kepada dokter. Mesti tak memiliki gejala, memeriksakan diri kepada dokter tetap penting.
"Banyak kejadian bahwa pasien isolasi mandiri sendiri, dia berasa bahwa dia OTG (orang tanpa gejala). Dia berasa tidak ada gejala sama sekali, gejalanya ringan, tahu-tahu drop," kata Sayuri dalam
live Instagram di akun @kawalcovid19.id yang dikutip Kamis, 11 Februari 2021.
Menurut dia, bila pasien baru dibawa ke rumah sakit (RS) ketika kondisinya sudah menurun, otomatis pengobatan semakin sulit. Sayuri mengatakan pasien yang sudah terkonfirmasi positif
covid-19 harus berkonsultasi ke dokter sebagai langkah pertama.
Pasien, kata dia, perlu mencari dokter terdekat agar bisa ditangani secara cepat. Bila belum sempat berkonsultasi dengan dokter spesialis paru, pasien bisa menghubungi dokter umum.
"Yang penting dia memang
update ilmu terhadap covid-19," ungkap Sayuri.
Baca:
105 Hoaks Vaksin Covid-19 Ditemukan Sejak 1 Januari 2021
Sayuri menjelaskan dokter akan mengevaluasi kondisi pasien untuk menentukan apakah bisa isolasi mandiri, isolasi di fasilitas seperti Wisma Atlet, atau dirawat di rumah sakit. Dokter juga memutuskan apakan pasien harus diperiksa lebih lanjut atau cukup isolasi mandiri tanpa pemeriksaan.
Dia berpesan bila bisa isolasi mandiri, pasien tetap harus memakai masker di dalam rumah dan tidur terpisah dengan anggota keluarga lainnya. Pasien wajib memastikan menjaga jarak minimal 1,8 meter dengan orang lain bila terpaksa tidur di tempat yang berdekatan.
"Dan kalau memang memungkinkan tidur itu jangan kepala ketemu kepala, tapi kepala sama kaki. Jadi, mengurangi paparan. Itu adalah cara yang sebenarnya tidak dianjurkan juga, tapi kalau memang kondisinya benar-benar tidak memungkinkan, ya satu-satunya cara yang kita usahakan seperti itu," jelas Sayuri.
Pasien bisa tidur berdekatan dengan anggota keluarga bila sama-sama positif covid-19. Selain itu, sebisa mungkin pasien tidak memasang pendingin udara, cukup membuka jendela agar ada sirkulasi udara. Pendingin udara di ruangan kecil membuat udara berputar-putar tidak berganti dengan udara segar sehingga berpotensi menularkan virus korona ke penjuru rumah.
Sayuri menyarankan pasien isolasi mandiri memegang kontak tenaga kesehatan yang bisa dihubungi sewaktu-waktu ada keadaan darurat. Pasien harus menyediakan alat-alat dasar, seperti termometer untuk mengukur suhu minimal dua kali sehari. Suhu tubuh harus dicatat secara rutin untuk melihat grafiknya.
"Kalau dia punya oksimeter (alat pengukur kadar saturasi oksigen), dia bisa lihat nih. Kalau misalnya saturasi oksigennya saya sudah di bawah 95, ini sudah
warning nih. Pasti sudah ada
something wrong. Karena kan kalau normal harusnya di atas 95," kata Sayuri.
Bila tidak punya oksimeter, gejala penurunan oksigen bisa dirasakan dari kesulitan bernapas, dada sakit dan terasa tertekan, bibir mulai kebiruan, dan ujung jari terlihat agak ungu. Saat kondisi itu terjadi, Sayuri mendorong pasien segera cari pertolongan medis.
Alat kesehatan lain yang harus disiapkan tergantung komorbiditas pasien. Bila punya riwayat hipertensi, pasien perlu menyiapkan alat untuk mengukur tekanan darah. Pasien yang punya riwayat diabetes disarankan menyiapkan glucometer untuk mengevaluasi gula darah.
"Kalau misalnya gulanya tiba- tiba naik melonjak enggak bisa turun-turun, hati-hati. Harus segera konsultasi dokter atau ke rumah sakit,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)