Jakarta: Perubahan iklim pada tahun 2024 menjadi penyebab kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat, sehingga sistem diagnosis perlu ditingkatkan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi.
"Kita butuh deteksi, seperti yang Pak Menteri bilang, yang menyebut tentang rapid test, karena ini perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar kita, karena Dengue memiliki (konsekuensi) yang parah apabila telat ditangani," ujar Imran dalam Arbovirus Summit, dikutip dari Antara, Senin, 22 April 2024.
Imran mengatakan mengatakan bahwa saat ini gejala DBD sudah tidak lagi berupa gejala klasik. Bahkan sekitar 50 persen kasus DBD tidak memiliki gejala sama sekali. Untuk itu, masyarakat harus lebih waspada.
Selain itu, menurut Imran, perlu ada sistem yang sensitif guna mendeteksi penyakit tersebut. Sistem itu harus dapat mendeteksi penyakit baik yang ditularkan melalui binatang atau disebabkan karena lingkungan, termasuk yang terdampak perubahan iklim.
"Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh, kekeringan," jelasnya Imran.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut bahwa penyakit-penyakit arboviral mengancam kesehatan serta perekonomian secara global.
Tedros mengatakan bahwa cakupan geografis arbovirus semakin besar bukan hanya karena adanya perubahan iklim, melainkan juga urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota, serta penambahan populasi nyamuk yang sangat cepat.
"Pada 2023 lebih dari enam juta kasus Dengue dilaporkan secara global dan sekitar tiga juga kasus sudah dilaporkan tahun ini, meskipun musim pancaroba paling intens belum mulai di sejumlah daerah," katanya.
Penyakit abroviral itu sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus yang menyebar ke manusia melalui gigitan serangga (arthropoda) yang terinfeksi. Misalnya DBD, chikungunya, zika, dan japanese encephalitis.
Jakarta:
Perubahan iklim pada tahun 2024 menjadi penyebab kasus
Demam Berdarah Dengue (DBD) meningkat, sehingga sistem diagnosis perlu ditingkatkan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (
Kemenkes) Imran Pambudi.
"Kita butuh deteksi, seperti yang Pak Menteri bilang, yang menyebut tentang
rapid test, karena ini perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar kita, karena Dengue memiliki (konsekuensi) yang parah apabila telat ditangani," ujar Imran dalam Arbovirus Summit, dikutip dari
Antara, Senin, 22 April 2024.
Imran mengatakan mengatakan bahwa saat ini gejala DBD sudah tidak lagi berupa gejala klasik. Bahkan sekitar 50 persen kasus DBD tidak memiliki gejala sama sekali. Untuk itu, masyarakat harus lebih waspada.
Selain itu, menurut Imran, perlu ada sistem yang sensitif guna mendeteksi penyakit tersebut. Sistem itu harus dapat mendeteksi penyakit baik yang ditularkan melalui binatang atau disebabkan karena lingkungan, termasuk yang terdampak perubahan iklim.
"Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh, kekeringan," jelasnya Imran.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut bahwa penyakit-penyakit arboviral mengancam kesehatan serta perekonomian secara global.
Tedros mengatakan bahwa cakupan geografis arbovirus semakin besar bukan hanya karena adanya perubahan iklim, melainkan juga urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota, serta penambahan populasi nyamuk yang sangat cepat.
"Pada 2023 lebih dari enam juta kasus Dengue dilaporkan secara global dan sekitar tiga juga kasus sudah dilaporkan tahun ini, meskipun musim pancaroba paling intens belum mulai di sejumlah daerah," katanya.
Penyakit abroviral itu sendiri merupakan infeksi yang disebabkan oleh sekelompok virus yang menyebar ke manusia melalui gigitan serangga (arthropoda) yang terinfeksi. Misalnya DBD, chikungunya, zika, dan japanese encephalitis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)