Jakarta: Indonesia berusaha mengembangkan vaksin Merah Putih selain mengimpor vaksin covid-19 dari sejumlah produsen besar dunia. Vaksin tersebut dikembangkan sejumlah institusi dan lembaga, salah satunya Lembaga Biomolekuler Eijkman.
Lantas, bagaimana perkembangan penelitian Vaksin Merah Putih yang dilakukan Eijkman hingga saat ini? Berikut wawancara Media Indonesia dengan Wakil Kepala Lembaga Biomolekuler Eijkman Herawati Sudoyo.
Bagaimana perkembangan penelitian vaksin Merah Putih yang dilakukan Eijkman saat ini?
Kita sudah sejak lama bekerja sama dengan PT Bio Farma, Jadi dimana kita? Kita harap seed (bibit) vaksin selesai awal Maret atau akhir Februari. Positif tanpa melihat adanya kegagalan atau keterlambatan. Dari situ, PT Bio Farma yang akan memimpin uji klinik dan menentukan akan bekerja sama dengan instansi mana.
Bisa diceritakan bagaimana proses penelitian Vaksin Merah Putih? Apa perbedaanya dengan vaksin covid-19 yang diimpor?
(Vaksin) Merah Putih sama dengan vaksin lainnya. Bagian besar adalah bagian basic research. Pengembangan vaksin strateginya dimana kita mulai dari awal. Bagian mana yang akan dipakai.
Vaksin Merah Putih menggunakan protein rekombinan. Itu pilihan terbanyak dunia. Kalau inactivated virus tidak terlalu banyak, karena dengan metode itu kita harus membiakan virus dalam jumlah besar. Kita gak punya fasilitas itu.
Proses pengembangan vaksin, kita harus lihat bagaimana sifat virus Indonesia. Di situ kita lihat dari data yang telah diinput oleh seluruh dunia di GSAID (lembaga nirlaba pengumpul data genome virus influenza dan korona di dunia).
Dari situ kita mengambil bagian dari genom Indonesia dan memperbanyak, memasukan itu jadi kloning ke suatu vektor atau perantara. Untuk apa? memperbanyak. Vektor itu membikin portein spike dan nukleokapsit. Nah, dari situ dihasilkan potein antigen yang akan menjadi bibit vaksin.
Dalam proses penelitian ini, apakah sudah ditentukan sasaran penerima vaksin Merah Putih?
Itu adalah sesuatu yag kita belum duduk bersama untuk melihat. Sekarang kalau melihat berbagai vaksin yang masuk ke Indonesia, kita tahu vaksin Sinovac menyasar untuk usia 18-59 tahun, karena mereka melakukan uji klinik untuk umur segitu.
Sementara itu, Pfizer dan Moderna di luar itu. Kalau bisa merah putih bisa mencakup semuanya. Paling ideal harusnya kita bisa mencakup semuanya.
Apa yang menjadi tantangan selama mengembangkan vaksin Merah Putih?
Tantagannya bayak. Indonesia belum pernah membuat suatu vaksin beneran. Selama ini kita terlena.
Kita selalu menggantungkan diri pada sesuatu yang sudah ada. Karena dana pengembangan vaksin besar sekali, yang namanya uji klinik besar sekali biayanya. Industri lokal tidak akan berani menaruh uangnya di situ.
Bagaimana kalau tiba-tiba, penyakitnya hilang? Itu pernah terjadi saat penelitian vaksin Mers. Industrinya kemudian dihentikan. Ini kan gambling. Tapi dari situ kita belajar, bahwa kita ternyata sangat bergantung siapapun di luar. Ini enggak boleh untuk kedaulatan nasional.
Kenapa kemudian kita harus memiliki? Kita tidak boleh hanya berpikir untuk hari ini. Kita berpikir untuk depan di mana pandemi bisa datang lagi. Kita punya SDM, infratstruktur. Kita bisa kalau kita mau. Masalahnya, mau enggak Indonesia bikin sendiri dan tidak bergantung pada produk luar negeri?
Terkait dengan mutasi virus SARS-CoV-2 dari Inggris, apakah kemudian penelitian vaksin Merah Putih melakukan penyesuaian?
Mutasi ini baru dilaporkan tanggal 13 Desember. Yang mutasi terbaru ini kan pertama kali di Inggris. Kenapa? Apa dia memang asalnya dari Inggris? Inggris yang jumlah genom sequence-nya terbanyak di dunia.
Karena pusat genomic di Inggris. Enggak heran mereka bisa menemukan segala macam. Makin banyak mengumpulkan data, makin mudah. Kita tidak punya data. Dia memengaruhi vaksin enggak? Bisa dipakai enggak?
Sekarang harus melakukan peneitian untuk melihat bagaimana hubungan mutasi tersebut terhadap efektivitas gejala klinis. Apakah penyakit ini menyebabkan penyaki ini lebih parah, bagaiman apenyebarannya.
Virus ini lebih infeksius artinya mudah meyebar. Tapi kita gak bisa bilang ini menyebabkan kematian lebih banyak. Karena itu, masih terbuka terus semua kemungkinan. Kita harus melihat semua pasien tersebut dengan gejala klinik berat seperti apa, kelompok virus apa, kita harus lakukan penelitian.
Lalu, apakah mutasi ini sudah sampai di Indonesia? Dari bulan Maret itu sampai sekarang belum ada. Tapi juga kita mesti tahu virus, bermutasi secara random seringkali. Jadi dari situ kita harus melihat terus seperti apa virus yang ada di indoneisa. Dari 125 genome sequencing dari Indonesia yang ada, belum ditemukan mutasi tersebut. Untuk itu kita harus lakukan sequencing lebih banyak.
Terkait dengan banyaknya masyarakat yang meragukan vaksin karena berbagai hal, salah satunya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), apa pesan Eijkman?
Pasien atau penerima vaksin itu bisa dipatau terus supaya tidak keluar side effect. Efeknya macam-macam memang, bisa ringan sekali, nyeri di lokal, tapi juga bisa juga after effect misalnya kelainan karena obat (alergi).
Tapi, masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah dan peneliti akan memastikan keamanan vaksin sebelum diberikan kepada publik.
Satu lagi yang perlu diingat, vaksin bukan sesuatu yang baru. Vaksin covid-19 adalah suatu tambahan dari vaksin yang akan kita berikan. Tidak ada alasan untuk takut. Yang boleh ditakuti adalah virusnya.
Sekarang orang takut, karena orang bingung. Kemudian, (warga) menjadi tidak bisa berpikir lagi sebenarnya apa sih yang harus ditakuti. Tidak perlu takut, karena semua sudah sesuai dengan protap yang berlaku.
Dan saya ingin mengingatkan kepada publik kita punya vaksin dan akan menggunakan vaksin. Sesuatu yang bagus karena meningkatkan imunitas kelompok dan indiviu. Tapi dia bukan satu-satunya sejata pamungkas. Bukan silver bullets.
Kita harus menggabungkan vaksin ini dengan 3T dan 3M. 3T kewajiban pemerintah mengingkatkan kemampuan test, tracing, dan treatment. Sementara itu, 3M di publik tidak boleh dilepaskan.
Apa yang menjadi tantangan selama mengembangkan vaksin Merah Putih?
Tantagannya bayak. Indonesia belum pernah membuat suatu vaksin
beneran. Selama ini kita terlena.
Kita selalu menggantungkan diri pada sesuatu yang sudah ada. Karena dana pengembangan vaksin besar sekali, yang namanya uji klinik besar sekali biayanya. Industri lokal tidak akan berani menaruh uangnya di situ.
Bagaimana kalau tiba-tiba, penyakitnya hilang? Itu pernah terjadi saat penelitian vaksin Mers. Industrinya kemudian dihentikan. Ini kan
gambling. Tapi dari situ kita belajar, bahwa kita ternyata sangat bergantung siapapun di luar. Ini enggak boleh untuk kedaulatan nasional.
Kenapa kemudian kita harus memiliki? Kita tidak boleh hanya berpikir untuk hari ini. Kita berpikir untuk depan di mana pandemi bisa datang lagi. Kita punya SDM, infratstruktur. Kita bisa kalau kita mau. Masalahnya, mau enggak Indonesia bikin sendiri dan tidak bergantung pada produk luar negeri?
Terkait dengan mutasi virus SARS-CoV-2 dari Inggris, apakah kemudian penelitian vaksin Merah Putih melakukan penyesuaian?
Mutasi ini baru dilaporkan tanggal 13 Desember. Yang mutasi terbaru ini kan pertama kali di Inggris. Kenapa? Apa dia memang asalnya dari Inggris? Inggris yang jumlah genom
sequence-nya terbanyak di dunia.
Karena pusat genomic di Inggris. Enggak heran mereka bisa menemukan segala macam. Makin banyak mengumpulkan data, makin mudah. Kita tidak punya data. Dia memengaruhi vaksin enggak? Bisa dipakai enggak?
Sekarang harus melakukan peneitian untuk melihat bagaimana hubungan mutasi tersebut terhadap efektivitas gejala klinis. Apakah penyakit ini menyebabkan penyaki ini lebih parah, bagaiman apenyebarannya.
Virus ini lebih infeksius artinya mudah meyebar. Tapi kita gak bisa bilang ini menyebabkan kematian lebih banyak. Karena itu, masih terbuka terus semua kemungkinan. Kita harus melihat semua pasien tersebut dengan gejala klinik berat seperti apa, kelompok virus apa, kita harus lakukan penelitian.
Lalu, apakah mutasi ini sudah sampai di Indonesia? Dari bulan Maret itu sampai sekarang belum ada. Tapi juga kita mesti tahu virus, bermutasi secara random seringkali. Jadi dari situ kita harus melihat terus seperti apa virus yang ada di indoneisa. Dari 125
genome sequencing dari Indonesia yang ada, belum ditemukan mutasi tersebut. Untuk itu kita harus lakukan
sequencing lebih banyak.
Terkait dengan banyaknya masyarakat yang meragukan vaksin karena berbagai hal, salah satunya kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), apa pesan Eijkman?
Pasien atau penerima vaksin itu bisa dipatau terus supaya tidak keluar
side effect. Efeknya macam-macam memang, bisa ringan sekali, nyeri di lokal, tapi juga bisa juga
after effect misalnya kelainan karena obat (alergi).