medcom.id, Jakarta: Sebuah sanksi akhirnya diberikan juga. Dari sekian banyak keluhan penumpang yang kerap menyasar maskapai penerbangan Lion Air, Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan hukuman berupa pembekuan ground handling alias segala layanan kegiatan di darat, seperti proses check in, pelayanan bagasi, serta bantuan mengarahkan penumpang masuk ke pesawat. Itu pun, hanya berdasar pada satu kasus saja, yakni terkait kesalahan penanganan penumpang internasional.
Baca: Kemenhub Bekukan Ground Handling Lion Air dan AirAsia
Sanksi ini akan diterapkan pada 25 Mei mendatang, tetapi hanya berlaku di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, tempat kasus keteledoran itu terjadi. Sementara soal masa berlaku, maskapai berlambang singa merah ini akan menerimanya hingga proses investigasi kasus salah turun penumpang itu tuntas ditangani.
Serunya lagi, maskapai yang didirikan pada 19 Oktober 1999 ini malah melakuan perlawanan. PT Lion Mentari Airlines selaku operator maskapai Lion Air melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo ke Bareskrim Polri. Alasannya, pemberian sanksi sebelum proses investigasi selesai dianggap merugikan Lion Air.
Atas sikap yang tak mau menerima sanksi pemerintah itu, Lion Air pun menuai kritikan. Masyarakat menilai Lion Air telah bersikap arogan. Mestinya, publik mengharapkan, Lion Air mematuhi pembekuan ground handling tersebut sekaligus menjadikan sanksi tersebut sebagai bahan evaluasi bagi perbaikan layanan maskapai di masa mendatang.
Baca: Lion Air Membandel dan Perlawanan Lion Air Soal Sanksi dari Kemenhub Tuai Kritik Masyarakat
Sudah bukan rahasia lagi, pelayanan Lion Air memang kerap dikeluhkan. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi bahkan mengatakan Lion Air merupakan maskapai penerbangan yang kerap diadukan konsumen karena pelayanan yang buruk.
YLKI mencatat, Lion Air menduduki peringkat pertama terbanyak dalam kategori pengaduan penerbangan pada 2014. Sepanjang 2014, YLKI menerima 1.292 laporan pengaduan dari masyarakat atas layanan di berbagai sektor. Laporan di sektor perhubungan mencapai sebelas persen dari total pengaduan yang masuk.
Maka dari itu, menurut Tulus, sanksi Kemenhub untuk Lion Air itu sudah pantas. Meski itu belum mencerminkan rasa keadilan bagi konsumen.
"Karena pelanggaran demi pelanggaran sudah cukup akumulatif dilakukan maskapai itu. Mulai dari masalah delay, prilaku pilot yang mogok, nyabu, dan segala macam. Itu sudah menyakitkan bagi konsumen karena mengancam keselamatan penerbangan," kata Tulus kepada Metrotvnews.com, Jumat (20/5/2015).
Dalam lima tahun terakhir, YLKI banyak menerima pengaduan konsumen di bidang transportasi. Sementara ketika dikerucutkan, sektor terbesar adalah pengaduan konsumen terhadap layanan transportasi udara. Dan menurut Tulus, Lion Air mendapatkan peringkat tertinggi sebagai maskapai penerbangan yang mendapatkan pengaduan.
Dari sekian banyak pengaduan, YLKI menyaring tiga kesalahan besar yang sering diadukan konsumen Lion Air, yakni pendodosan (pencurian) bagasi, refund (pengembalian) tiket yang sulit, dan delay (keterlambatan).
"Itu tiga dosa besar Lion Air. Okelah, meski untuk refund tiket memang ada mekanismenya dengan proses waktu tertentu. Juga tidak hanya diterapkan di Lion. Tapi yang dua lainnya hanya sering terjadi di Lion Air," kata Tulus.
Aroma politik
Meskipun telah memberikan sanksi dan akhirnya mendapat perlawanan balik dari Lion Air, namun YLKI menduga ketegasan Kemenhub masih setengah hati. Tulus menengarai komunikasi di antara pihak Lion Air dan Kemenhub kerap berjalan di atas kepentingan personal orang-orang di dalamnya.
"Saya mencurigai bahwa di level Dirjen (Kemenhub), Lion Air ini seperti dijadikan tabungan di hari tua. Banyak pejabat yang ketika pensiun langsung direkrut Lion Air. Ada dua pensiunan dirjen yang cukup dikenal publik dan sekarang menjabat di Lion Air. Ini tidak etis," kata Tulus.
Dampaknya, ia melanjutkan, tentu akan ada perasaan takut dan berusaha balas budi jika ingin mendorong sanksi atau memonitor kinerja pelayanan Lion Air.
Oleh karena itu, Tulus meminta pemerintah untuk tidak takut terhadap arogansi Lion Air demi membantah semua anggapan miring yang terlanjur menjadi buah bibir di tengah masyarakat selama ini.
"Sanksi harus benar-benar diterapkan, kalau tidak ya akan ditertawakan masyarakat. Pemerintah masih punya nyali atau tidak menghadapi Lion Air?" kata Tulus.
Menurut Tulus, penting bagi Kemenhub untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat pengguna transportasi. Meskipun begitu, kontrol dan teguran juga penting diberikan publik demi terwujudnya pelayanan Lion Air yang lebih baik.
"Kalau sebuah maskapai penerbangan dianggap terlalu sering melakukan kelalaian dan pemerintah dianggap kurang tegas, maka konsumen berhak memboikot. Tidak usah naik Lion Air jika masih ada maskapai lain. Dari pada menuai kekecewaan lagi. Jangan semata-mata pertimbangan harga, tapi konsumen harus lebih menekankan kepada pelayanan dan keselamatan," ujar dia.
Lemahnya pengawasan sanksi
Pakar penerbangan Dudi Sudibyo menilai baik Lion Air maupun Kemenhub sama-sama memiliki kekurangan. Menurut dia, Kemenhub terkesan tergesa-gesa dalam menerapkan sanksi. Sementara itu, Lion Air tidak memperhatikan perbaikan pelayanan yang bersumber dari pengaduan konsumen.
"Makanya, pemerintah juga tidak hanya memberikan sanksi kepada Lion Air maupun kepada maskapai penerbangan lain yang lalai di bidang pelayanan. Namun juga penting untuk membentuk badan pengawasan untuk memastikan hukuman itu berjalan dengan baik," kata Dudi kepada metrotvnews.com.
Dudi menduga, perlawanan balik yang dilancarkan Lion Air karena tidak adanya badan pengawas. Dengan kekosongan ini, penerima sanksi akan dengan mudah menganggap pemberian hukuman tidak mendasar dan kuat.
Badan pengawas ini, menurut Dudi, penting untuk melindungi kepentingan konsumen. Siapa yang menjamin maskapai mematuhi jika sanksi pembekuan pelayanan darat itu diterapkan? Siapa yang mengawasi? Selama ini, tidak ada yang mengambil peran pengawasan itu.
"Apa benar otoritas tidak main mata? Sementara konsumen tidak memiliki akses langsung ke sana," kata Dudi.
Di beberapa negara maju, lembaga pengawas sanksi bagi maskapai penerbangan bermasalah diinisiasi oleh masing-masing pemerintah dalam bentuk berbeda-beda. Sesuai kebutuhannya.
Namun, pada dasarnya jaminan landasan sanksi yang diberikan beserta proses penerapannya hanya bisa didapatkan melalui kontrol lembaga pengawasan.
"Di Amerika Serikat misalnya, ada badan seperti ini. Hasilnya, tidak ada yang seperti yang saya alami di Indonesia. Mereka berdiri di tengah antara pemerintah dan konsumen," kata Dudi.
Simak: Pemerintah Tak Boleh Takut Ancaman Lion Air
medcom.id, Jakarta: Sebuah sanksi akhirnya diberikan juga. Dari sekian banyak keluhan penumpang yang kerap menyasar maskapai penerbangan Lion Air, Direktorat Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberikan hukuman berupa pembekuan
ground handling alias segala layanan kegiatan di darat, seperti proses
check in, pelayanan bagasi, serta bantuan mengarahkan penumpang masuk ke pesawat. Itu pun, hanya berdasar pada satu kasus saja, yakni terkait kesalahan penanganan penumpang internasional.
Baca:
Kemenhub Bekukan Ground Handling Lion Air dan AirAsia
Sanksi ini akan diterapkan pada 25 Mei mendatang, tetapi hanya berlaku di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, tempat kasus keteledoran itu terjadi. Sementara soal masa berlaku, maskapai berlambang singa merah ini akan menerimanya hingga proses investigasi kasus salah turun penumpang itu tuntas ditangani.
Serunya lagi, maskapai yang didirikan pada 19 Oktober 1999 ini malah melakuan perlawanan. PT Lion Mentari Airlines selaku operator maskapai Lion Air melaporkan Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Suprasetyo ke Bareskrim Polri. Alasannya, pemberian sanksi sebelum proses investigasi selesai dianggap merugikan Lion Air.
Atas sikap yang tak mau menerima sanksi pemerintah itu, Lion Air pun menuai kritikan. Masyarakat menilai Lion Air telah bersikap arogan. Mestinya, publik mengharapkan, Lion Air mematuhi pembekuan
ground handling tersebut sekaligus menjadikan sanksi tersebut sebagai bahan evaluasi bagi perbaikan layanan maskapai di masa mendatang.
Baca:
Lion Air Membandel dan
Perlawanan Lion Air Soal Sanksi dari Kemenhub Tuai Kritik Masyarakat
Sudah bukan rahasia lagi, pelayanan Lion Air memang kerap dikeluhkan. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi bahkan mengatakan Lion Air merupakan maskapai penerbangan yang kerap diadukan konsumen karena pelayanan yang buruk.
YLKI mencatat, Lion Air menduduki peringkat pertama terbanyak dalam kategori pengaduan penerbangan pada 2014. Sepanjang 2014, YLKI menerima 1.292 laporan pengaduan dari masyarakat atas layanan di berbagai sektor. Laporan di sektor perhubungan mencapai sebelas persen dari total pengaduan yang masuk.
Maka dari itu, menurut Tulus, sanksi Kemenhub untuk Lion Air itu sudah pantas. Meski itu belum mencerminkan rasa keadilan bagi konsumen.
"Karena pelanggaran demi pelanggaran sudah cukup akumulatif dilakukan maskapai itu. Mulai dari masalah delay, prilaku pilot yang mogok,
nyabu, dan segala macam. Itu sudah menyakitkan bagi konsumen karena mengancam keselamatan penerbangan," kata Tulus kepada
Metrotvnews.com, Jumat (20/5/2015).
Dalam lima tahun terakhir, YLKI banyak menerima pengaduan konsumen di bidang transportasi. Sementara ketika dikerucutkan, sektor terbesar adalah pengaduan konsumen terhadap layanan transportasi udara. Dan menurut Tulus, Lion Air mendapatkan peringkat tertinggi sebagai maskapai penerbangan yang mendapatkan pengaduan.
Dari sekian banyak pengaduan, YLKI menyaring tiga kesalahan besar yang sering diadukan konsumen Lion Air, yakni pendodosan (pencurian) bagasi,
refund (pengembalian) tiket yang sulit, dan
delay (keterlambatan).
"Itu tiga dosa besar Lion Air.
Okelah, meski untuk
refund tiket memang ada mekanismenya dengan proses waktu tertentu. Juga tidak hanya diterapkan di Lion. Tapi yang dua lainnya hanya sering terjadi di Lion Air," kata Tulus.
Aroma politik
Meskipun telah memberikan sanksi dan akhirnya mendapat perlawanan balik dari Lion Air, namun YLKI menduga ketegasan Kemenhub masih setengah hati. Tulus menengarai komunikasi di antara pihak Lion Air dan Kemenhub kerap berjalan di atas kepentingan personal orang-orang di dalamnya.
"Saya mencurigai bahwa di level Dirjen (Kemenhub), Lion Air ini seperti dijadikan tabungan di hari tua. Banyak pejabat yang ketika pensiun langsung direkrut Lion Air. Ada dua pensiunan dirjen yang cukup dikenal publik dan sekarang menjabat di Lion Air. Ini tidak etis," kata Tulus.
Dampaknya, ia melanjutkan, tentu akan ada perasaan takut dan berusaha balas budi jika ingin mendorong sanksi atau memonitor kinerja pelayanan Lion Air.
Oleh karena itu, Tulus meminta pemerintah untuk tidak takut terhadap arogansi Lion Air demi membantah semua anggapan miring yang terlanjur menjadi buah bibir di tengah masyarakat selama ini.
"Sanksi harus benar-benar diterapkan, kalau tidak ya akan ditertawakan masyarakat. Pemerintah masih punya nyali atau tidak menghadapi Lion Air?" kata Tulus.
Menurut Tulus, penting bagi Kemenhub untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat pengguna transportasi. Meskipun begitu, kontrol dan teguran juga penting diberikan publik demi terwujudnya pelayanan Lion Air yang lebih baik.
"Kalau sebuah maskapai penerbangan dianggap terlalu sering melakukan kelalaian dan pemerintah dianggap kurang tegas, maka konsumen berhak memboikot. Tidak usah naik Lion Air jika masih ada maskapai lain. Dari pada menuai kekecewaan lagi. Jangan semata-mata pertimbangan harga, tapi konsumen harus lebih menekankan kepada pelayanan dan keselamatan," ujar dia.
Lemahnya pengawasan sanksi
Pakar penerbangan Dudi Sudibyo menilai baik Lion Air maupun Kemenhub sama-sama memiliki kekurangan. Menurut dia, Kemenhub terkesan tergesa-gesa dalam menerapkan sanksi. Sementara itu, Lion Air tidak memperhatikan perbaikan pelayanan yang bersumber dari pengaduan konsumen.
"Makanya, pemerintah juga tidak hanya memberikan sanksi kepada Lion Air maupun kepada maskapai penerbangan lain yang lalai di bidang pelayanan. Namun juga penting untuk membentuk badan pengawasan untuk memastikan hukuman itu berjalan dengan baik," kata Dudi kepada
metrotvnews.com.
Dudi menduga, perlawanan balik yang dilancarkan Lion Air karena tidak adanya badan pengawas. Dengan kekosongan ini, penerima sanksi akan dengan mudah menganggap pemberian hukuman tidak mendasar dan kuat.
Badan pengawas ini, menurut Dudi, penting untuk melindungi kepentingan konsumen. Siapa yang menjamin maskapai mematuhi jika sanksi pembekuan pelayanan darat itu diterapkan? Siapa yang mengawasi? Selama ini, tidak ada yang mengambil peran pengawasan itu.
"Apa benar otoritas tidak main mata? Sementara konsumen tidak memiliki akses langsung ke sana," kata Dudi.
Di beberapa negara maju, lembaga pengawas sanksi bagi maskapai penerbangan bermasalah diinisiasi oleh masing-masing pemerintah dalam bentuk berbeda-beda. Sesuai kebutuhannya.
Namun, pada dasarnya jaminan landasan sanksi yang diberikan beserta proses penerapannya hanya bisa didapatkan melalui kontrol lembaga pengawasan.
"Di Amerika Serikat misalnya, ada badan seperti ini. Hasilnya, tidak ada yang seperti yang saya alami di Indonesia. Mereka berdiri di tengah antara pemerintah dan konsumen," kata Dudi.
Simak:
Pemerintah Tak Boleh Takut Ancaman Lion Air
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ADM)