Mahasiswa meminta kepolisian menghentikan penyemprotan air ke arah mahasiswa di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa, 24 September 2019. Foto: MI/Saskia Anindya Putri
Mahasiswa meminta kepolisian menghentikan penyemprotan air ke arah mahasiswa di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa, 24 September 2019. Foto: MI/Saskia Anindya Putri

Komnas HAM Minta Polisi Tidak Represif

Theofilus Ifan Sucipto • 25 September 2019 14:08
Jakarta: Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab meminta kepolisian lebih bijak dalam mengatur demo mahasiswa. Tindakan represif dinilai bukan pilihan terbaik.
 
"Tidak perlu menggunakan kekerasan yang berlebih dalam menghadapi demonstrasi mahasiswa," kata Amiruddin di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta Selatan, Rabu, 25 September 2019.
 
Di sisi lain, Amiruddin mengimbau mahasiswa menyampaikan pendapat dengan damai. Unjuk rasa tidak boleh dibumbui aksi vandal karena melanggar hukum.

"Di sinilah saling respek dibutuhkan dalam konteks berdemokrasi saat ini," ujar dia.
 
Meski begitu, Amiruddin enggan berspekulasi adanya penyalahgunaan kekuasaan dari Korps Bhayangkara. Dia ingin mengobservasi lebih dulu detail kronologis dari lapangan. 
 
Amiruddin menyadari kepolisian memiliki mekanisme untuk mengatur keamanan. Namun, Komnas HAM berharap kepolisian bisa menjelaskan apa yang terjadi dengan baik.
 
"Misalnya perubahan situasi seperti apa sehingga ada tindakan pemukulan dan segala macamnya," ucap dia.
 
Sementara itu, RSPP menangani 90 orang yang terlibat dalam unjuk rasa di DPR, Selasa, 24 September 2019. Saat ini, tiga orang korban masih menjalani perawatan.
 
Direktur Utama RSPP Kurniawan Iskandarsyah memerinci tiga orang datang ke RSPP pada Selasa, 24 September 2019 pukul 16.30 WIB. Sekira pukul 18.00, 30 orang tambahan datang ke RSPP.
 
"(Data) terakhir (Rabu, 25 September 2019) pukul 01.00 WIB, totalnya sekitar 90 pasien," kata Kurniawan di RSPP, Rabu 25 September 2019.
 
Di DPR, mahasiswa berunjuk rasa menolak pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU). Massa menentang pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 
 
Mereka juga memprotes RUU Perubahan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan karena melonggarkan hukuman koruptor. Selain itu, massa meminta RUU Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah disahkan, dibatalkan. 
 
Namun, aksi yang berlangsung damai sejak siang itu dicederai oknum yang merusuh saat petang hingga dini hari. Kericuhan membuat sejumlah pagar Kompleks Parlemen rusak. Pos polisi dan Gerbang Tol Tomang juga dibakar massa.
 
Sementara itu, DPR dan pemerintah sepakat menunda pengesahan empat RUU. Aturan itu meliputi RUU RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).