Ombudsman. FOTO: dok Setkab
Ombudsman. FOTO: dok Setkab

Ombudsman Terima 1.612 Laporan Terkait Pertanahan Selama 2021

Antara • 17 November 2021 22:29
Jakarta: Ombudsman Republik Indonesia menerima 1.612 laporan terkait agraria atau pertanahan selama 2021. Laporan pertanahan ini tertinggi dibanding persoalan lain.
 
Laporan tertinggi kedua terkait kepegawaian dengan 984 laporan. Posisi selanjutnya laporan tentang kepolisian dengan 940 laporan, dan ketiga diisi pendidikan dengan 913 laporan.
 
Kendati tertinggi, laporan itu tidak bisa digeneralisasi dengan persoalan mafia tanah. Salah satu tipologi substansi laporan pertanahan yang diterima Ombudsman adalah pelayanan yang bertendensi konflik.

"Permohonan hak melalui PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) terhenti karena adanya kalim aset dari instansi pemerintah/BUMN," kata Anggota ORI Dadan Suparjo Suharmawijaya melalui keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu, 17 November 2021.
 
Tipologi lainnya, yakni tumpang tindih kepemilikian, proses pengadaan tanah, dan sengketa konflik perkebunan. Termasuk, pelayanan terkait pendaftaran tanah, pengukuran ulang tanah, maupun pengembalian batas.
 
Dadan menyebut munculnya penyebab mafia tanah adalah tumpang tindih sertifikat. Masalah ini juga bisa disebabkan karena cacat administrasi saat penerbitan.
 
Baca: Pegawai BPN Lebak Tersangka Pungli, Polisi Janji Usut Tuntas Mafia Tanah
 
Dari sisi pemilik, salah satu penyebab masalah itu adalah saat penyerahan kuasa kepada pemilik lain untuk melakukan perbuatan hukum di atas tanah. Persoalan tumpang tindih sertifikat juga terjadi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
 
Misalnya, petugas BPN tidak menguji keabsahan dokumen, layanan pertanahan tidak didukung data yang akurat, serta ketidakcermatan maupun adanya oknum petugas yang melakukan penyimpangan.
 
Ombudsman menyarankan Kementerian Agararia dan Tata Ruang Kota/BPN untuk memperbaiki pengelolaan warkah dengan menyusun regulasi internal, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, sumber daya manusia yang kompeten dan melakukan digitalisasi secara bertahan. Selain itu, perlu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait dokumen digital sebagai bukti yang sah di persidangan.
 
"Saran perbaikan lainnya bagi ATR/BPN adalah menyusun mekanisme penagnanan terhadap warkah yang tidak ditemukan dengan melibatkan Inspektorat Jenderal ATR/BPN serta melakukan pemeriksaan internal saat terjadinya warkah yang tidak ditemukan dengan melibatkan inspektorat," kata Dadan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan