Jakarta: Stunting dinilai menjadi masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Diperlukan kolaborasi berbagai pihak agar kendala tersebut dapat lebih cepat diselesaikan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut permasalahan terbesar dalam pengentasan stunting adalah kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya terkait hal itu. Padahal, stunting terbukti menurunkan kemampuan intelektual anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
Stunting bahkan membuat anak tidak mampu tumbuh tinggi dengan optimal. Kemudian, stunting membuat anak mudah terkena penyakit seperti central obesity atau gemuk di bagian tengah tubuh dan penyakit metabolik lainnya.
"Perilaku masyarakat yang juga masih mengabaikan gizi yang seimbang dan kebersihan, pernikahan muda, dan kehamilan yang tidak dipersiapkan dengan baik turut menjadi faktor yang memengaruhi dan oleh karenanya perlu untuk segera ditangani," kata Hasto, Jakarta, dilansir pada Senin, 22 Mei 2023.
Selain itu, terdapat kasus empat terlalu, yakni hamil di usia terlalu muda, hamil di usia terlalu tua, hamil terlalu sering, dan hamil terlalu banyak. Hasto menyampaikan faktor empat terlalu dalam kehamilan dan kelahiran berkontribusi menjadi penyebab anak terkena stunting.
Menurut Hasto, stunting dapat dicegah dengan memastikan kesehatan calon ibu dan janin. Serta, memastikan anak mendapat asupan gizi seimbang di 1.000 hari pertama kehidupannya.
Salah satu kunci utama mencegah stunting adalah memperbanyak konsumsi protein hewani. Keunggulan protein hewani adalah memiliki komposisi asam amino esensial lebih lengkap daripada protein nabati. Protein hewani kaya akan mikronutrien, seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan zinc.
Sayangnya, pangan sumber protein hewani belum menjadi prioritas belanja rumah tangga. Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2022, mencatat belanja terbesar oleh 20 persen kelompok masyarakat ekonomi terbawah ialah sebesar 24,5 persen membeli makanan dan minuman jadi, 19,99 persen membeli beras, 11,3 persen belanja rokok, 9,25 persen membeli sayuran, 7,04 persen membeli ikan dan makanan laut, serta 4,65 persen belanjar telur dan susu.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), Vera Galuh Sugijanto, menyampaikan pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung program pemerintah dalam menangani stunting. Dari sisi industri, pihaknya sudah memberikan ketersediaan layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi serta berkualitas.
"Visi dan misi APPNIA sendiri adalah untuk membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan," kata dia.
Caranya, yakni melalui layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah. Termasuk program penurunan prevalensi stunting, melalui berbagai program yang sesuai dengan etika usaha.
Masalah stunting ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, berpotensi memperlambat perkembangan otak anak dan meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Dia mengatakan pihaknya akan mendukung pemenuhan gizi di Indonesia untuk mencapai visi generasi emas 2045. Generasi emas ini akan menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di 2045.
Menurut dia, semua pasti menyadari dan mengalami betapa pencapaian visi ini mengalami tantangan yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Sehingga, masyarakat harus berupaya mendukung pertumbuhan manusia Indonesia menjadi seutuhnya.
"Dan itu membutuhkan persyaratan, salah satunya pemenuhan gizi yang optimal pada anak," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Stunting dinilai menjadi masalah gizi terbesar pada balita di Indonesia. Diperlukan kolaborasi berbagai pihak agar kendala tersebut dapat lebih cepat diselesaikan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (
BKKBN), Hasto Wardoyo menyebut permasalahan terbesar dalam pengentasan
stunting adalah kurangnya tingkat kesadaran masyarakat akan bahaya terkait hal itu. Padahal,
stunting terbukti menurunkan kemampuan intelektual anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
Stunting bahkan membuat anak tidak mampu tumbuh tinggi dengan optimal. Kemudian,
stunting membuat anak mudah terkena penyakit seperti
central obesity atau gemuk di bagian tengah tubuh dan penyakit metabolik lainnya.
"Perilaku masyarakat yang juga masih mengabaikan gizi yang seimbang dan kebersihan, pernikahan muda, dan kehamilan yang tidak dipersiapkan dengan baik turut menjadi faktor yang memengaruhi dan oleh karenanya perlu untuk segera ditangani," kata Hasto, Jakarta, dilansir pada Senin, 22 Mei 2023.
Selain itu, terdapat kasus empat terlalu, yakni hamil di usia terlalu muda, hamil di usia terlalu tua, hamil terlalu sering, dan hamil terlalu banyak. Hasto menyampaikan faktor empat terlalu dalam kehamilan dan kelahiran berkontribusi menjadi penyebab anak terkena
stunting.
Menurut Hasto,
stunting dapat dicegah dengan memastikan kesehatan calon ibu dan janin. Serta, memastikan anak mendapat asupan gizi seimbang di 1.000 hari pertama kehidupannya.
Salah satu kunci utama mencegah
stunting adalah memperbanyak konsumsi protein hewani. Keunggulan protein hewani adalah memiliki komposisi asam amino esensial lebih lengkap daripada protein nabati. Protein hewani kaya akan mikronutrien, seperti vitamin B12, vitamin D, zat besi, dan zinc.
Sayangnya, pangan sumber protein hewani belum menjadi prioritas belanja rumah tangga. Survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2022, mencatat belanja terbesar oleh 20 persen kelompok masyarakat ekonomi terbawah ialah sebesar 24,5 persen membeli makanan dan minuman jadi, 19,99 persen membeli beras, 11,3 persen belanja rokok, 9,25 persen membeli sayuran, 7,04 persen membeli ikan dan makanan laut, serta 4,65 persen belanjar telur dan susu.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), Vera Galuh Sugijanto, menyampaikan pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung program pemerintah dalam menangani
stunting. Dari sisi industri, pihaknya sudah memberikan ketersediaan layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi serta berkualitas.
"Visi dan misi APPNIA sendiri adalah untuk membantu peningkatan status gizi masyarakat khususnya ibu dan anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan," kata dia.
Caranya, yakni melalui layanan dan akses terhadap bahan pangan bergizi dan berkualitas dengan tetap mendukung program pemerintah. Termasuk program penurunan prevalensi
stunting, melalui berbagai program yang sesuai dengan etika usaha.
Masalah
stunting ini tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, berpotensi memperlambat perkembangan otak anak dan meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari, seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Dia mengatakan pihaknya akan mendukung pemenuhan gizi di Indonesia untuk mencapai visi generasi emas 2045. Generasi emas ini akan menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar dan maju di 2045.
Menurut dia, semua pasti menyadari dan mengalami betapa pencapaian visi ini mengalami tantangan yang luar biasa dan sangat tidak mudah. Sehingga, masyarakat harus berupaya mendukung pertumbuhan manusia Indonesia menjadi seutuhnya.
"Dan itu membutuhkan persyaratan, salah satunya pemenuhan gizi yang optimal pada anak," ujar dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)