Jakarta: Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Heny Akhmad, mengimbau masyarakat mewaspadai tuberkulosis (TBC) selama pandemi covid-19 (korona). Kewaspadaan mesti ditingkatkan lantaran perhatian masyarakat terpusat pada covid-19.
“Bukan berarti beban penanganan TBC berkurang drastis karena ribuan kasus tidak ditemukan, tapi karena semua layanan fokus ke covid-19,” kata Heny dalam keterangan tertulis, Minggu, 4 Oktober 2020.
Hal serupa diungkapkan pegiat di Yayasan Pejuang Tangguh TB-RO (PETA), Binsar Manik. Dia menyebut penanganan pasien TBC semakin berat lantaran rumah sakit beralih fokus menangani covid-19.
“Padahal kalau berobat TBC seharusnya tidak boleh ditunda,” ujar pendamping pasien TBC itu.
Binsar menyebut kondisi ini bisa memengaruhi psikologi pasien TBC. Sebab, mereka memiliki penyakit yang harus diobati namun juga mewaspadai penularan covid-19 saat hendak berobat.
Proses komunikasi pasien TBC dengan tenaga kesehatan juga menjadi kendala. Binsar mengatakan ada kalanya pasien TBC kesulitan mengomunikasikan masalahnya secara daring.
“Mereka sulit bertemu dengan petugas karena dibatasi dengan kendala yang ada,” tutur dia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, mengatakan TBC menjadi masalah negara. Pengentasan TBC bisa melalui regulasi.
Yuri mengatakan TBC di Indonesia menjadi perhatian serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kasus TBC di Indonesia mencapai 845 ribu orang atau terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Tiongkok.
Jakarta: Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Heny Akhmad, mengimbau masyarakat mewaspadai
tuberkulosis (TBC) selama pandemi covid-19 (
korona). Kewaspadaan mesti ditingkatkan lantaran perhatian masyarakat terpusat pada covid-19.
“Bukan berarti beban penanganan TBC berkurang drastis karena ribuan kasus tidak ditemukan, tapi karena semua layanan fokus ke covid-19,” kata Heny dalam keterangan tertulis, Minggu, 4 Oktober 2020.
Hal serupa diungkapkan pegiat di Yayasan Pejuang Tangguh TB-RO (PETA), Binsar Manik. Dia menyebut penanganan pasien TBC semakin berat lantaran rumah sakit beralih fokus menangani covid-19.
“Padahal kalau berobat TBC seharusnya tidak boleh ditunda,” ujar pendamping pasien TBC itu.
Binsar menyebut kondisi ini bisa memengaruhi psikologi pasien TBC. Sebab, mereka memiliki penyakit yang harus diobati namun juga mewaspadai penularan covid-19 saat hendak berobat.
Proses komunikasi pasien TBC dengan tenaga kesehatan juga menjadi kendala. Binsar mengatakan ada kalanya pasien
TBC kesulitan mengomunikasikan masalahnya secara daring.
“Mereka sulit bertemu dengan petugas karena dibatasi dengan kendala yang ada,” tutur dia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Achmad Yurianto, mengatakan TBC menjadi masalah negara. Pengentasan TBC bisa melalui regulasi.
Yuri mengatakan TBC di Indonesia menjadi perhatian serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kasus TBC di Indonesia mencapai 845 ribu orang atau terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)