TPID melakukan razia ikan kaleng mengandung cacing di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (29/3). (Foto: Antara/Prasetia Fauzani).
TPID melakukan razia ikan kaleng mengandung cacing di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Kediri, Jawa Timur, Kamis (29/3). (Foto: Antara/Prasetia Fauzani).

Pakar: Kemunculan Cacing pada Ikan Makerel Fenomena Alami

Dhaifurrakhman Abas • 01 April 2018 09:28
Jakarta: Pakar standarisasi mutu produk perikanan Doktor Sunarya mengatakan adanya cacing anisakis pada ikan makerel merupakan siklus alamiah rantai makanan. Cacing tersebut merupakan makanan utama bagi ikan-ikan kecil dan cumi-cumi.
 
"Cacing anisakis adalah satu jenis cacing yang biasa ada di lautan. Artinya itu adalah given dari alam ini," kata Sunarya dalam konfrensi pers di Apartemen Mitra Bahari, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu, 31 Maret 2018.
 
Dalam prosesnya, telur cacing anisakis menetas di air laut dan larvanya dimakan oleh krustasea. Krustasea yang terinfeksi lalu dimakan oleh ikan kecil atau cumi-cumi. Parasit cacing tersebut tidak lantas mati di dalam tubuh predator yang memakannya. Beberapa lolos dan bertahan hidup dengan cara masuk ke dalam dinding usus inang predator yang memakannya. 

"Kemudian ikan-ikan kecil tersebut dimakan oleh mamalia laut seperti paus, anjing laut atau lumba-lumba. Sementara cacing yang berhasil lolos ini akan menyelesaikan siklus hidupnya di dalam tubuh inang tersebut dan juga berkembang biak sampai dengan bertelur."
 
Setelah menyantap ikan-ikan kecil dan cumi-cumi, kemudian mamalia laut itu memasuki fase proses pencernaan akhir dengan mengeluarkan fases atau tinja dari usus. Namun tidak seluruh santapan yang masuk ke usus berhasil dicerna dengan baik oleh enzim pencernaan mamalia. 
 
"Apalagi karena tubuhnya berukuran kecil dengan diameter 0,24 milimeter dengan panjang 3 milimeter. Sehingga banyak cacing anisakis lolos hidup dan keluar bersamaan dengan fases mamalia laut berupa larva-larva atau telur," ujarnya.
 
(Baca juga: Cacing pada Ikan Makarel Kalengan Dipastikan Tidak Berbahaya)
 
Larva yang keluar bersamaan dengan fases mamalia laut tersebut kemudian dimakan kembali oleh ikan-ikan pemangsa. Umumnya pemangsa utamanya adalah ikan hearing dari Eropa, sarden, dan makarel. Ikan tersebut merupakan jenis ikan yang biasa ditangkap oleh nelayan untuk dijadikan produk dalam kemasan kaleng.
 
Meskipun sering lolos dalam pola rantai makanan, namun cacing anisakis mudah untuk dimatikan. Dia akan mati pada suhu minus 20 derajat Celsius atau akan mati pada suhu 60 derajat Celsius.
 
Sementara itu, jelas Sunarya, usai menangkap ikan makerel, sarden atau tuna yang akan diproduksi menjadi ikan dalam kemasan kaleng, para nelayan langsung memasukkan ikan pancingannya tersebut ke dalam cold storage. 
 
Sesuai standar Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), Good Manifacturing Practices (GMP) dan Hak Asasi Standar Dunia, cold storage untuk membekukan ikan tersebut harus berada pada suhu minus 20 sampai minus 30 derajat Celsius. Setelah dibekukan, ikan tersebut diproses dengan cara mengeluarkan isi perut yang biasanya menjadi daerah siklus hidup cacing anisakis.
 
"Kemudian ikan tersebut akan dipanaskan dengan suhu sekitar 121 derajat Celsius. Saya jamin seluruh parasit cacing anisakis yang diproduksi di dalam kaleng sudah mati dan tidak berdampak pada kesehatan manusia," tutur dia.
 
Meskipun secara alamiah hidup di laut atau perairan, namun keberadaan cacing anisakis tidak selalu muncul dalam satu keadaan yang stagnan. Cacing tersebut akan bermigrasi ke tempat-tempat tertentu dan menyesuaikan pola hidup sesuai dengan iklim dan cuaca.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan