Jakarta: Persoalan demurrage atau denda beras impor sebesar Rp 294,5 miliar dinilai telah menyisahkan kejanggalan terkait sistem kerja lintas sektoral antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan Perum Bulog. Pasalnya, keputusan impor dan waktu penunjukan tender harus diketahui secara pasti.
“Harus diketahui pasti, kapan keputusan Bapanas (untuk impor), kapan Bulog melakukan penunjukan atau tender beras itu, kalau sudah membaca ketentuan dari Bulog, importir baru siapkan. Kalau sudah diketahui, tapi masih ada kesalahan (demurrage Rp294,5 miliar) artinya ada yang salah ini. Ada yang ngawur ini,” kata pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Agus mempertanyakan kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Bapanas-Bulog hingga menyebabkan demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Agus menyoroti masalah dokumen yang menjadi penyebab demurrage.
“Harusnya ada komunikasi antara importir, transporter, dan pelabuhan. Saya nilai tidak ada komunikasi itu sehingga terjadi demurrage. Lalu terjadinya demurrage, karena ada penanganan dokumen yang bertele-tele. Kalau bertele-tele begitu, ujungnya pasti ada korupsi,” ungkap Agus.
Agus juga menagih penjelasan jelas terkait dengan sistem dan mekanisme impor beras yang dilakukan Bapanas-Bulog. Agus merasa, jika kooordinasi dilakukan dengan benar dan tepat, biaya demurrage tidak akan pernah ada.
“Pokoknya, harus dipertanyakan itu secara runut, kapan Bulog menerima peraturan Bapanas, kapan Bulog melakukan pemesanan, kapan kapal itu akan sampai. Karena seharusnya tidak ada kesalahan yang menyebabkan demurrage ini,” ujar Agus.
Jakarta: Persoalan
demurrage atau denda
beras impor sebesar Rp 294,5 miliar dinilai telah menyisahkan kejanggalan terkait sistem kerja lintas sektoral antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan Perum Bulog. Pasalnya, keputusan
impor dan waktu penunjukan tender harus diketahui secara pasti.
“Harus diketahui pasti, kapan keputusan Bapanas (untuk impor), kapan
Bulog melakukan penunjukan atau tender beras itu, kalau sudah membaca ketentuan dari Bulog, importir baru siapkan. Kalau sudah diketahui, tapi masih ada kesalahan (
demurrage Rp294,5 miliar) artinya ada yang salah ini. Ada yang ngawur ini,” kata pemerhati kebijakan publik Agus Pambagio, Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Agus mempertanyakan kurangnya koordinasi dan komunikasi antara Bapanas-Bulog hingga menyebabkan
demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Agus menyoroti masalah dokumen yang menjadi penyebab
demurrage.
“Harusnya ada komunikasi antara importir, transporter, dan pelabuhan. Saya nilai tidak ada komunikasi itu sehingga terjadi
demurrage. Lalu terjadinya demurrage, karena ada penanganan dokumen yang bertele-tele. Kalau bertele-tele begitu, ujungnya pasti ada korupsi,” ungkap Agus.
Agus juga menagih penjelasan jelas terkait dengan sistem dan mekanisme impor beras yang dilakukan Bapanas-Bulog. Agus merasa, jika kooordinasi dilakukan dengan benar dan tepat, biaya
demurrage tidak akan pernah ada.
“Pokoknya, harus dipertanyakan itu secara runut, kapan Bulog menerima peraturan Bapanas, kapan Bulog melakukan pemesanan, kapan kapal itu akan sampai. Karena seharusnya tidak ada kesalahan yang menyebabkan
demurrage ini,” ujar Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)