Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut tengah mendalami keterlibatan Bapanas-Bulog dalam persoalan demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar. KPK telah meminta keterangan dan data dari Studi Demokrasi Rakyat (SDR) selaku pelapor.
“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, Jakarta, Minggu, 4 Agustus 2024.
Hari bersyukur bila Lembaga Antirasuah dapat menindaklanjuti laporannya terkait skandal demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Menurut dia, masyarakat banyak menjadi korban akibat demurrage impor beras.
“Tentunya kami bersyukur karena tugas SDR sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menjadi korban utama korupsi,” papar Hari.
Hari menegaskan lapora pihaknya ke KPK dilakukan guna memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa lainnya. Hari menegaskan beras merupakan urusan hajat hidup orang banyak.
“Kehadiran SDR dengan pelaporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Perum Bulog terkait beras impor serta demurrage sebagai pihak yang memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa yang lain karena berkaitan beras merupakan hajat hidup orang banyak yang dirugikan oleh Bapanas serta Perum Bulog,” ujar Hari.
Sementara itu, pihak KPK belum bisa menyampaikan detail soal perkembangan terkait dengan laporan SDR soal demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Proses terkait dengan penyelidikan demurrage sebesar Rp 294,5 miliar masih bersifat rahasia.
Sebelumnya, SDR melaporkan kasus dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke KPK, Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2024.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta.
Sementara itu, Perum Bulog mengeklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan mark up (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam, yang telah dilaporkan salah satu pihak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Akibat laporan yang berusaha membentuk opini buruk di masyarakat tanpa berbasis fakta maka tentunya hal ini telah membuat Perum Bulog menjadi korban," kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 7 Juli 2024.
Menurut Widiarso, laporan yang tanpa ada fakta, itu akan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog. "Terutama ketika saat ini perusahaan sedang giat berbenah diri melalui transformasi di semua lini bisnis yang dilakukan," ucap dia.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut tengah mendalami keterlibatan
Bapanas-Bulog dalam persoalan
demurrage atau denda
impor beras sebesar Rp294,5 miliar. KPK telah meminta keterangan dan data dari Studi Demokrasi Rakyat (SDR) selaku pelapor.
“Pihak KPK dari dumas pernah menelepon pada 11 juli 2024 jam 16.11 WIB. Meminta keterangan terkait data yang SDR laporkan,” kata Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, Jakarta, Minggu, 4 Agustus 2024.
Hari bersyukur bila
Lembaga Antirasuah dapat menindaklanjuti laporannya terkait skandal demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Menurut dia, masyarakat banyak menjadi korban akibat demurrage impor beras.
“Tentunya kami bersyukur karena tugas SDR sebagai bagian dari masyarakat sipil yang menjadi korban utama korupsi,” papar Hari.
Hari menegaskan lapora pihaknya ke KPK dilakukan guna memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa lainnya. Hari menegaskan beras merupakan urusan hajat hidup orang banyak.
“Kehadiran SDR dengan pelaporan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Perum Bulog terkait beras impor serta demurrage sebagai pihak yang memperjuangkan hak bersama dengan unsur bangsa yang lain karena berkaitan beras merupakan hajat hidup orang banyak yang dirugikan oleh Bapanas serta Perum Bulog,” ujar Hari.
Sementara itu, pihak KPK belum bisa menyampaikan detail soal perkembangan terkait dengan laporan SDR soal
demurrage sebesar Rp294,5 miliar. Proses terkait dengan penyelidikan
demurrage sebesar Rp 294,5 miliar masih bersifat rahasia.
Sebelumnya, SDR melaporkan kasus dugaan
mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton
beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke KPK, Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2024.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
"Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan," kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta.
Sementara itu, Perum Bulog mengeklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan mark up (menaikkan harga) impor beras dari Vietnam, yang telah dilaporkan salah satu pihak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Akibat laporan yang berusaha membentuk opini buruk di masyarakat tanpa berbasis fakta maka tentunya hal ini telah membuat Perum Bulog menjadi korban," kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 7 Juli 2024.
Menurut Widiarso, laporan yang tanpa ada fakta, itu akan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog. "Terutama ketika saat ini perusahaan sedang giat berbenah diri melalui transformasi di semua lini bisnis yang dilakukan," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABK)