Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Perempuan khawatir pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan kurang maksimal di tengah pandemi covid-19. Fenomena tersebut dinilai memiliki efek domino.
“Jumlah korban yang melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat tapi daya penanganan sangat terbatas,” kata Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam diskusi virtual, Kamis, 11 November 2021
Alimatul menyebut akses perempuan korban pada layanan selama pandemi covid-19 bisa terhambat. Ada kemungkinan mereka tidak mengetahui kontak layanan, khususnya di daerah yang infrastrukturnya belum memadai.
“Kemudian perempuan yang tidak memiliki alat atau dana untuk mengontak kerabat,” papar dia.
Potensi hambatan lainnya, yakni tidak leluasa saat melakukan pelaporan. Apalagi ketika pelaku juga tetap berada di satu ruangan bersama korban sepanjang hari.
Selain itu, biaya operasional layanan bakal bertambah. Mulai untuk berkomunikasi, membeli alat pelindung diri (APD) dan pengawasan protokol kesehatan, hingga saat pelayanan langsung.
“Berikutnya, jumlah layanan semakin berkurang khususnya evakuasi dan rumah aman,” papar Alimatul.
Alimatul menyebut ada risiko kesehatan pada petugas pelayanan serta perempuan yang menjadi korban. Sebab, sebagian besar proses hukum masih harus dilakukan secara langsung.
Baca: Perjuangan Perempuan Pembela HAM Terkendala Pandemi Covid-19
Jakarta: Komisi Nasional
(Komnas) Perempuan khawatir pelayanan terhadap
perempuan korban kekerasan kurang maksimal di tengah
pandemi covid-19. Fenomena tersebut dinilai memiliki efek domino.
“Jumlah korban yang melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat tapi daya penanganan sangat terbatas,” kata Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah dalam diskusi virtual, Kamis, 11 November 2021
Alimatul menyebut akses perempuan korban pada layanan selama pandemi covid-19 bisa terhambat. Ada kemungkinan mereka tidak mengetahui kontak layanan, khususnya di daerah yang infrastrukturnya belum memadai.
“Kemudian perempuan yang tidak memiliki alat atau dana untuk mengontak kerabat,” papar dia.
Potensi hambatan lainnya, yakni tidak leluasa saat melakukan pelaporan. Apalagi ketika pelaku juga tetap berada di satu ruangan bersama korban sepanjang hari.
Selain itu, biaya operasional layanan bakal bertambah. Mulai untuk berkomunikasi, membeli alat pelindung diri (APD) dan pengawasan protokol kesehatan, hingga saat pelayanan langsung.
“Berikutnya, jumlah layanan semakin berkurang khususnya evakuasi dan rumah aman,” papar Alimatul.
Alimatul menyebut ada risiko kesehatan pada petugas pelayanan serta perempuan yang menjadi korban. Sebab, sebagian besar proses hukum masih harus dilakukan secara langsung.
Baca:
Perjuangan Perempuan Pembela HAM Terkendala Pandemi Covid-19 Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)