Jakarta: Peniadaan cuti bersama Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021 dinilai perlu didukung kebijakan lain. Sehingga, kebijakan efektif menekan laju penularan covid-19.
"Ini kan tergantung dari juga adanya intervensi atau kebijakan atau protokol lainnya yang turut mendukung, mengamankan, bersinergi dalam upaya menekan kasus, atau potensi perburukan situasi," kata peneliti Global Health Security and Policy, Center for Environment and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman, kepada Medcom.id, Kamis, 28 Oktober 2021.
Menurut Dicky, pengetatan protokol kesehatan (prokes) harus selalu dioptimalkan. Karena potensi mobilitas penduduk bisa terjadi di libur akhir tahun.
Pengetatan mesti dilakukan di area yang berpotensi menjadi lokasi kerumunan orang. Lokasi wisata di luar daerah yang berpotensi menjadi sasaran wisawatan juga mesti diwaspadai.
"Buat opsi daftar potensi tempat liburan yang aman, dan juga harus outdoor dan sebagainya. Termasuk persiapan protokol kesehatan," ujar Dicky.
Dicky mengapresiasi langkah pemerintah yang jauh-jauh hari sudah menyampaikan penghapusan cuti bersama Nataru. Belajar dari Wuhan, kata dia, terlambat membatasi libur dan membuat kasus covid-19 di kota itu kembali meroket.
"Kasus covid-19 Wuhan itu meledaknya juga karena telat pembatasannya, karena orang sudah banyak bergerak," ucap Dicky.
Pemerintah resmi meniadakan cuti bersama Nataru. Keputusan itu diambil untuk menghindari potensi gelombang ketiga covid-19.
Keputusan peniadaan cuti bersama Nataru termaktub dalam SKB Tiga Menteri Nomor 712 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, dan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama 2021.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebut kebijakan itu diambil semata-mata untuk meminimalkan penyebaran covid-19. Pasalnya, pergerakan orang pada akhir tahun dinilai tinggi.
Baca: Pemerintah Hapus Cuti Bersama 24 Desember, Ini Penyebabnya
Jakarta: Peniadaan
cuti bersama Natal dan Tahun Baru (
Nataru) 2021 dinilai perlu didukung kebijakan lain. Sehingga, kebijakan efektif menekan laju penularan
covid-19.
"Ini kan tergantung dari juga adanya intervensi atau kebijakan atau protokol lainnya yang turut mendukung, mengamankan, bersinergi dalam upaya menekan kasus, atau potensi perburukan situasi," kata peneliti Global Health Security and Policy, Center for Environment and Population Health, Griffith University Australia, Dicky Budiman, kepada
Medcom.id, Kamis, 28 Oktober 2021.
Menurut Dicky, pengetatan protokol kesehatan (prokes) harus selalu dioptimalkan. Karena potensi mobilitas penduduk bisa terjadi di libur akhir tahun.
Pengetatan mesti dilakukan di area yang berpotensi menjadi lokasi kerumunan orang. Lokasi wisata di luar daerah yang berpotensi menjadi sasaran wisawatan juga mesti diwaspadai.
"Buat opsi daftar potensi tempat liburan yang aman, dan juga harus
outdoor dan sebagainya. Termasuk persiapan protokol kesehatan," ujar Dicky.
Dicky mengapresiasi langkah pemerintah yang jauh-jauh hari sudah menyampaikan penghapusan cuti bersama Nataru. Belajar dari Wuhan, kata dia, terlambat membatasi libur dan membuat kasus covid-19 di kota itu kembali meroket.
"Kasus covid-19 Wuhan itu meledaknya juga karena telat pembatasannya, karena orang sudah banyak bergerak," ucap Dicky.
Pemerintah resmi meniadakan cuti bersama Nataru. Keputusan itu diambil untuk menghindari potensi gelombang ketiga covid-19.
Keputusan peniadaan cuti bersama Nataru termaktub dalam SKB Tiga Menteri Nomor 712 Tahun 2021, Nomor 1 Tahun 2021, dan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama 2021.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menyebut kebijakan itu diambil semata-mata untuk meminimalkan penyebaran covid-19. Pasalnya, pergerakan orang pada akhir tahun dinilai tinggi.
Baca:
Pemerintah Hapus Cuti Bersama 24 Desember, Ini Penyebabnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)