medcom.id, Jakarta: Tak disangka memang, kali Ciliwung bisa kembali sebersih ini. Padahal, sebelumnya banyak yang gamang sungai yang berhulu di Pangrango, Jawa Barat ini bisa diselamatkan, minimal dari kesan sebagai tempat menghanyutkan sampah-sampah ibu kota.
Dalam Betawi: Queen of the East (2002) misalnya, sejarawan Betawi Alwi Shahab pernah pesimistis Ciliwung bisa kembali asri. Jakarta dengan pertumbuhannya yang pesat ditambah memiliki catatan sejarah yang kaya, pada akhirnya harus melempem ketika berbicara tentang kualitas sungai yang melintas di dalamnya.
"Hanya saja, aroma Sungai Ciliwung yang cukup menyengat tidak bisa dikembalikan ke masa lampau, ketika tiap hari ratusan perahu dan rakit-rakit yang membawa kebutuhan pokok menjadikan sungai itu sebagai urat nadi transportasi," tulis Alwi.
Bukan lantas apa yang ditulis buku itu keliru. Melainkan setiap harapan bisa saja diwujudkan melalui komitmen kuat dan kerja keras. Seperti yang dilihat sekarang ini, Ciliwung mendekati seperti apa yang diungkapkan Willard A. Hanna dalam Hikayat Jakarta, kata dia, sebuah sungai indah, berair jernih dan bersih, mengalir di tengah kota.
Semangat gubernur
Mulai teranglah dari apa yang diikhtiari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama sejak 2014 lalu. Kala itu, pria yang akrab disapa Ahok ini menargetkan 2016 sebagai tahun yang mampu menunjukkan hasil dari upayanya dalam menjalankan gagasan normalisasi kali Ciliwung. Tembakan pertamanya tak lain adalah dengan memperbanyak fasilitas rumah susun. Warga yang bermukim di bantaran kali sudah semestinya dialihkan ke tempat yang layak.
"Kita siapkan rumah susun. Diharapkan pekerjaan program normalisasi Ciliwung bisa selesai semua pada 2016," kata Ahok, di Balai Kota DKI, 2014 lalu.
Ahok Targetkan Normalisasi Ciliwung Selesai 2016 https://t.co/D5qbi4xJay
— METRO TV (@Metro_TV) December 1, 2014
Ahok begitu gregetan melihat kondisi Ciliwung. Istilah "keroyok Ciliwung" menjadi simbol betapa kali ini menjadi urusan vital yang mesti segera diselesaikan. Ahok tidak sendirian, Kepala Staf Kodam (Kasdam) Jaya Brigjen TNI Teddy Lhaksmana memasrahkan pasukannya untuk menelusuri sungai Ciliwung. Tak tanggung-tanggung, pasukan loreng ini terus mengawasi agar tidak ada lagi warga yang berani membuang sampah ke sungai.
"Tentara kan sudah biasa perang. Kalau kita keroyokan kerjanya bagus banget, rapi banget, kita ingin keroyok rapikan Ciliwung. Nanti dibagi-bagi, kerjain ujung ini ke sini, semua dikerjain. Tentara kerjanya baik, kaya perang aja, perang sampah ini," kata Ahok.
Baca: Ahok Ajak Kodam Jaya Bersihkan Ciliwung
Selain dibantu TNI, pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Balai Besar Wilyah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) terus menggenjot upaya normalisasi Kali Ciliwung. Setelah berjalan tiga tahun, minimal sudah ada 9 kilometer yang bisa dianggap sebagai hasil yang menggembirakan. Sementara 10 kilometer lainnya meliputi Manggarai, Matraman, Kampung Berlan, Bukit Duri, Bidara Cina, kawasan Jembatan MT Haryono, Kebon Sayur, Cawang, Pasar Minggu dan Condet menjadi sasaran langkah berikutnya.
Baca: 10 Wilayah Bakal Kena Normalisasi Ciliwung
Kabar paling baru boleh ditengok, bantaran Kali Ciliwung di belakang Gedung Lindeteves Trade Center (LTC) Glodok, Jakarta Barat, sudah tampak jernih. Tak ada sampah dan air berbau. Sungai tak lagi menjijikan, anak-anak tak sungkan mandi dan berenang, menikmati keasrian yang telah lama dirindukan warga Ibu Kota.
"Setiap hari bang sehabis pulang sekolah langsung nyebur di sini," ujar Rizal, 15, kepada metrotvnews.com.
Baca: Jernihnya Air Kali Ciliwung di Sekitar Glodok
Ihwal pasukan oranye
Kabar baik mengenai jernihnya sungai kota metropolitan ini tak lepas dari petugas yang secara begerilya memantau dan memunguti sampah-sampah di dalamnya. Pasukan ini berseragam warna oranye. Belakangan banyak yang menduga mereka adalah Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) yang dikendalikan langsung oleh masing-masing kelurahan. Nyatanya, yang berkait-paut soal sungai, danau, dan pantai, Pemprov DKI Jakarta biasa menggerakkan Pekerja Harian Lepas (PHL) Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air dibawah naungan Dinas Kebersihan.
"Dua-duanya memang sama pakaianya, berseragam oranye. Tapi PPSU yang jumlahnya 40-70 orang di bawah kendali lurah itu hanya menangani pekerjaan-pekerjaan semacam ada got mampet, penambalan jalan ringan, ada warga butuh bantuan memotong pohon, satgas kelurahan sifatnya. Kalau pembersihan sungai, yang membersihkan sampah di kali yang rata-rata sampai 400 ton itu ya dilakukan PHL Badan Air," ujar Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji saat dihubungi metrotvnews.com, Kamis (19/5/2016).
Adji merasa perlu untuk menerangkan tentang perbedaan peran dan tanggung jawab antara PHL Badan Air dan PPSU. Hal ini, kata dia, agar fakta yang telah dihasilkan tidak lantas menjadi kabur karena tugas yang dikesankan tumpang tindih.
"Kalau saya sih gak ada masalah. Cuma kalau yang pekerja di kali kan merasa gimana dengan ngomong begini 'pak, yang kerja kita kok yang disebut-sebut PPSU terus," kata Adji sembari terkekeh.
Baca: Sosok di Balik Bersihnya Kali di Belakang LTC Glodok
Kepala Dinas menjelaskan, saat ini PHL Badan Air berjumlah 4.140 petugas. Sebagian dari merekalah yang kini ditugaskan untuk melakukan pengawasan di ruas-ruas kali, sungai, waduk, danau, pesisir pantai. Sementara 3.900 petugas lainnya masih diturunkan untuk menjaga perawatan lingkungan di kelurahan-kelurahan.
"Betul memang jika PPSU dibentuk Gubernur untuk merespon kekurangan tenaga di PHL. Karena PHL dulu juga bertugas penyapon jalan, sopir truk, kru greobak motor. Nah, kelurahan juga butuh itu, maka tahun lalu Gubernur membentuk PPSU," jelas Adji.
Semengtara itu, Lurah Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Suhardin mengatakan wajar jika masyarakat masih belum fasih membedakan antara petugas PHL Badan Air dengan PPSU. Selain soal keserupaan warna seragam, karena di beberapa pekerjaan mereka saling diperbantukan.
"Kalau di kali itu memang PHL Badan Air. Tapi beberapa konsentrasi memang terdapat petugas PHL yang membantu pekerjaan PPSU, tapi bertanggung jawab langsung kepada lurah," kata Suhardin.
PPSU juga tidak selalu melakukan komposisi kerja dan tugas yang sama di setiap kelurahan. Para pejuang kebersihan tingkat kelurahan ini dikondisikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah kerjanya.
"Semisal kalau di sini (Kedoya Selatan) ada 65 petugas. Ya sebagian besar kami berkonsentrasi di penyapu jalan, atau mengontrol got dan saluran air. Di kelurahan lain bisa berbeda lagi," kata dia.
Jauh sebelum hari ini, persoalan pengawasan sampah kali Cilwung menjadi tanggungjawab Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta. Namun sejak 2012 lalu, Pemprov mengalihkan urusan krusial ini ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Ahok yang saat itu masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta beranggapan pembersihan sampah di bawah Dinas PU masih mengandalkan keterlibatan pihak ketiga atau kontraktor, tak hanya itu, pengawasannya pun cenderung longgar.
medcom.id, Jakarta: Tak disangka memang, kali Ciliwung bisa kembali sebersih ini. Padahal, sebelumnya banyak yang gamang sungai yang berhulu di Pangrango, Jawa Barat ini bisa diselamatkan, minimal dari kesan sebagai tempat menghanyutkan sampah-sampah ibu kota.
Dalam Betawi: Queen of the East (2002) misalnya, sejarawan Betawi Alwi Shahab pernah pesimistis Ciliwung bisa kembali asri. Jakarta dengan pertumbuhannya yang pesat ditambah memiliki catatan sejarah yang kaya, pada akhirnya harus melempem ketika berbicara tentang kualitas sungai yang melintas di dalamnya.
"Hanya saja, aroma Sungai Ciliwung yang cukup menyengat tidak bisa dikembalikan ke masa lampau, ketika tiap hari ratusan perahu dan rakit-rakit yang membawa kebutuhan pokok menjadikan sungai itu sebagai urat nadi transportasi," tulis Alwi.
Bukan lantas apa yang ditulis buku itu keliru. Melainkan setiap harapan bisa saja diwujudkan melalui komitmen kuat dan kerja keras. Seperti yang dilihat sekarang ini, Ciliwung mendekati seperti apa yang diungkapkan Willard A. Hanna dalam Hikayat Jakarta, kata dia, sebuah sungai indah, berair jernih dan bersih, mengalir di tengah kota.
Semangat gubernur
Mulai teranglah dari apa yang diikhtiari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama sejak 2014 lalu. Kala itu, pria yang akrab disapa Ahok ini menargetkan 2016 sebagai tahun yang mampu menunjukkan hasil dari upayanya dalam menjalankan gagasan normalisasi kali Ciliwung. Tembakan pertamanya tak lain adalah dengan memperbanyak fasilitas rumah susun. Warga yang bermukim di bantaran kali sudah semestinya dialihkan ke tempat yang layak.
"Kita siapkan rumah susun. Diharapkan pekerjaan program normalisasi Ciliwung bisa selesai semua pada 2016," kata Ahok, di Balai Kota DKI, 2014 lalu.
Ahok begitu gregetan melihat kondisi Ciliwung. Istilah "keroyok Ciliwung" menjadi simbol betapa kali ini menjadi urusan vital yang mesti segera diselesaikan. Ahok tidak sendirian, Kepala Staf Kodam (Kasdam) Jaya Brigjen TNI Teddy Lhaksmana memasrahkan pasukannya untuk menelusuri sungai Ciliwung. Tak tanggung-tanggung, pasukan loreng ini terus mengawasi agar tidak ada lagi warga yang berani membuang sampah ke sungai.
"Tentara kan sudah biasa perang. Kalau kita keroyokan kerjanya bagus banget, rapi banget, kita ingin keroyok rapikan Ciliwung. Nanti dibagi-bagi, kerjain ujung ini ke sini, semua dikerjain. Tentara kerjanya baik, kaya perang aja, perang sampah ini," kata Ahok.
Baca:
Ahok Ajak Kodam Jaya Bersihkan Ciliwung
Selain dibantu TNI, pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Balai Besar Wilyah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) terus menggenjot upaya normalisasi Kali Ciliwung. Setelah berjalan tiga tahun, minimal sudah ada 9 kilometer yang bisa dianggap sebagai hasil yang menggembirakan. Sementara 10 kilometer lainnya meliputi Manggarai, Matraman, Kampung Berlan, Bukit Duri, Bidara Cina, kawasan Jembatan MT Haryono, Kebon Sayur, Cawang, Pasar Minggu dan Condet menjadi sasaran langkah berikutnya.
Baca:
10 Wilayah Bakal Kena Normalisasi Ciliwung
Kabar paling baru boleh ditengok, bantaran Kali Ciliwung di belakang Gedung Lindeteves Trade Center (LTC) Glodok, Jakarta Barat, sudah tampak jernih. Tak ada sampah dan air berbau. Sungai tak lagi menjijikan, anak-anak tak sungkan mandi dan berenang, menikmati keasrian yang telah lama dirindukan warga Ibu Kota.
"Setiap hari bang sehabis pulang sekolah langsung nyebur di sini," ujar Rizal, 15, kepada
metrotvnews.com.
Baca:
Jernihnya Air Kali Ciliwung di Sekitar Glodok
Ihwal pasukan oranye
Kabar baik mengenai jernihnya sungai kota metropolitan ini tak lepas dari petugas yang secara begerilya memantau dan memunguti sampah-sampah di dalamnya. Pasukan ini berseragam warna oranye. Belakangan banyak yang menduga mereka adalah Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana Umum (PPSU) yang dikendalikan langsung oleh masing-masing kelurahan. Nyatanya, yang berkait-paut soal sungai, danau, dan pantai, Pemprov DKI Jakarta biasa menggerakkan Pekerja Harian Lepas (PHL) Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Badan Air dibawah naungan Dinas Kebersihan.
"Dua-duanya memang sama pakaianya, berseragam oranye. Tapi PPSU yang jumlahnya 40-70 orang di bawah kendali lurah itu hanya menangani pekerjaan-pekerjaan semacam ada got mampet, penambalan jalan ringan, ada warga butuh bantuan memotong pohon, satgas kelurahan sifatnya. Kalau pembersihan sungai, yang membersihkan sampah di kali yang rata-rata sampai 400 ton itu ya dilakukan PHL Badan Air," ujar Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adji saat dihubungi
metrotvnews.com, Kamis (19/5/2016).
Adji merasa perlu untuk menerangkan tentang perbedaan peran dan tanggung jawab antara PHL Badan Air dan PPSU. Hal ini, kata dia, agar fakta yang telah dihasilkan tidak lantas menjadi kabur karena tugas yang dikesankan tumpang tindih.
"Kalau saya sih gak ada masalah. Cuma kalau yang pekerja di kali kan merasa gimana dengan ngomong begini 'pak, yang kerja kita kok yang disebut-sebut PPSU terus," kata Adji sembari terkekeh.
Baca:
Sosok di Balik Bersihnya Kali di Belakang LTC Glodok
Kepala Dinas menjelaskan, saat ini PHL Badan Air berjumlah 4.140 petugas. Sebagian dari merekalah yang kini ditugaskan untuk melakukan pengawasan di ruas-ruas kali, sungai, waduk, danau, pesisir pantai. Sementara 3.900 petugas lainnya masih diturunkan untuk menjaga perawatan lingkungan di kelurahan-kelurahan.
"Betul memang jika PPSU dibentuk Gubernur untuk merespon kekurangan tenaga di PHL. Karena PHL dulu juga bertugas penyapon jalan, sopir truk, kru greobak motor. Nah, kelurahan juga butuh itu, maka tahun lalu Gubernur membentuk PPSU," jelas Adji.
Semengtara itu, Lurah Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Suhardin mengatakan wajar jika masyarakat masih belum fasih membedakan antara petugas PHL Badan Air dengan PPSU. Selain soal keserupaan warna seragam, karena di beberapa pekerjaan mereka saling diperbantukan.
"Kalau di kali itu memang PHL Badan Air. Tapi beberapa konsentrasi memang terdapat petugas PHL yang membantu pekerjaan PPSU, tapi bertanggung jawab langsung kepada lurah," kata Suhardin.
PPSU juga tidak selalu melakukan komposisi kerja dan tugas yang sama di setiap kelurahan. Para pejuang kebersihan tingkat kelurahan ini dikondisikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah kerjanya.
"Semisal kalau di sini (Kedoya Selatan) ada 65 petugas. Ya sebagian besar kami berkonsentrasi di penyapu jalan, atau mengontrol got dan saluran air. Di kelurahan lain bisa berbeda lagi," kata dia.
Jauh sebelum hari ini, persoalan pengawasan sampah kali Cilwung menjadi tanggungjawab Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta. Namun sejak 2012 lalu, Pemprov mengalihkan urusan krusial ini ke Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Ahok yang saat itu masih menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta beranggapan pembersihan sampah di bawah Dinas PU masih mengandalkan keterlibatan pihak ketiga atau kontraktor, tak hanya itu, pengawasannya pun cenderung longgar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADM)