Budiarti, ibu korban penculikan aktivis 1998 bernama Gilang. (Foto: Medcom.id/Kautsar Prabowo)
Budiarti, ibu korban penculikan aktivis 1998 bernama Gilang. (Foto: Medcom.id/Kautsar Prabowo)

Kisah Gilang, Aktivis '98 yang Hanya Pengamen Jalanan

Kautsar Widya Prabowo • 14 Maret 2019 08:42
Jakarta: Penculikan aktivis pada 1998 meninggalkan luka mendalam. 21 tahun berlalu sejak peristiwa, penuntasan kasus penculikan aktivis belum juga menemukan titik terang.
 
Demikian dirasakan Budiarti, ibu kandung dari Leonardus Nugroho atau karib disapa Gilang. Tak seperti aktivis lain yang mengenyam bangku perguruan tinggi, Gilang hanya pemuda biasa yang berprofesi sebagai pengamen jalanan.
 
Kendati hanya berkelana ke gang-gang kecil, Gilang memiliki pemikiran kritis terhadap pemerintah lantaran teman sepermainannya rata-rata merupakan mahasiswa. Dari sudut Kota Solo, Jawa Tengah, Gilang bahkan sempat bergabung dalam salah satu gerakan mahasiswa bernama Dewan Rakyat dan Mahasiswa Surakarta (DMRS).

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyebut Gilang adalah satu-satunya aktivis yang ditemukan. Namun dalam kondisi tidak bernyawa dengan tubuh dipenuhi luka akibat sabetan benda tajam.
 
Baca juga: TKN Aanggap Wajar Keluarga Korban Penculikan 98 Bersuara
 
Budiarti ingat betul peristiwa itu. Kepada awak media ia menuturkan anak pertamanya itu sempat pamit untuk bekerja selama dua hari di Magetan, Jawa Timur. Budiarti telah memiliki firasat buruk dan mencoba membujuk agar putra sulungnya tak meninggalkan rumah.
 
"Ibu jangan kayak gitu. Saya anak laki-laki punya tanggung jawab ke adik-adik. Enggak pengin adik sengsara kayak aku. Insyaallah saya bisa meningkatkan taraf hidup keluarga," kenang Budiarti sebagaimana yang diungkapkan Gilang saat pamit di Jakarta Pusat, Rabu, 11 Maret 2019.
 
Kepada Budiarti Gilang sempat berpesan, jika dalam dua hari tidak memberi kabar, ia bisa bertanya pada teman dekat yang akan berkunjung ke rumah. Benar saja selang dua hari Gilang tak kunjung pulang. Teman yang dijanjikan Gilang akan datang pun turut bertanya keberadaan Gilang.
 
"Loh mbak saya juga disuruh Gilang tanya ke mbak, dia cuma bilang ikut orang penting," ujar ibunya yang kebingungan. 
 
Keesokan harinya, Budiarti meminta suaminya untuk melaporkan kehilangan anaknya tersebut. Berita kehilangan Gilang pun muncul di surat kabar. 
 
Selang beberapa hari, seorang pengacara bernama Wahyu Teo meyambangi kediamannya dan memberitahukan bahwa ditemukan jenazah di Hutan Sarangan, Magetan, Jawa Timur, yang memiliki ciri-ciri sama dengan anaknya; Gilang.
 
Baca juga: Keluarga Aktivis 98 Meminta Agum Gumelar Buka Suara
 
Teo bersama bapak kandung Gilang kemjudian memeriksa kebenaran informasi itu. Setelah menemui pihak kepolisian, diyakini bahwa betul jenazah yang ditemukan di hutan adalah anaknya.
 
"Bu betul anak kita udah meninggal, ditemukan di sana (Hutan Sarangan), saya minta kepada pengacara, untuk dapat dimakamkan di Jawa Tengah," imbuhnya.
 
Jasad Gilang ditemukan pertama kali oleh seorang pencari rumput. Saat ditemukan, kondisi Gilang sangat memprihatinkan.
 
"Ditemukan dengan posisi satu tangan terikat di pohon, dan satu tangannya lagi berada di perut, memegang ulu hati yang dikeluarkan, kayaknya dadanya sudah dibelah," tuturnya.
 
Hingga kini, dalang di balik kematian Gilang masih misteri. Namun Budiati menduga peristiwa ini berkaitan dengan rezim pemerintahan yang saat itu berkuasa.
 
Ia pun bertekad untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia. " Saya berharap jangan sampai memilih pemimpin yang melanggar HAM. Belum jadi presiden sudah berlaku tidak manusiawi," pungkasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan