Ketua Dewan Penasehat IKOHI Mugiyanto. -- FOTO: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo.
Ketua Dewan Penasehat IKOHI Mugiyanto. -- FOTO: Medcom.id/Kautsar Widya Prabowo.

Keluarga Aktivis 98 Meminta Agum Gumelar Buka Suara

Kautsar Widya Prabowo • 14 Maret 2019 01:31
Jakarta: Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) meminta pihak-pihak yang mengetahui keberadaan lokasi pembuangan aktivis 1998 buka mulut. Hal tersebut menyusul keterangan dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) Agum Gumelar yang sudah mengetahui secara pasti kejadian penculikan aktivis.
 
Ketua Dewan Penasehat IKOHI Mugiyanto menjelaskan bahwa para keluarga korban telah menunggu lama kabar dari anak-anaknya yang sudah 21 tahun menghilang, sejak kerusahan 98. Para perwira tinggi yang dulu menjabat harus menjelaskan secara pasti kejadian tersebut.
 
"Kita ingin supaya mereka - mereka yang menjabat saat peristiwa terjadi itu juga turut bertanggung jawab dengan menjawab tuntutan harapan keluarga korban," ujarnya dalam acara Kembalikan Kawan Kami, Kalahkan Capres Pelanggar HAM, di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu, 13 Maret 2019.

Ia menambahkan, Agum Gumelar yang sudah menyatakan telah mengetahui lokasi pembuangan aktivis 98, harus menyampaikan secara langsung kepada keluarga korban. Sehingga ia meminta tidak hanya Agum, tapi pihak yang mengetahui, hingga Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhonyono (SBY).
 
"Ada Kivlan Zein, Fahrurozi, SBY, Wiranto, menyatakan mengetahui, menurut kami mereka harus menjelaskan itu ke keluarga korban. Dan keluarga korban juga ingin bertemu secara personal dengan mereka," tuturnya.
 
Selain itu, pihaknya menginginkan agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dapat memanggil pihak - pihak yang terlibat tersebut. Terlebih Komanas HAM yang pertama  melakukan penyelidikan terhadap penculikan aktivis 98.
 
"Komnas HAM yang memanggil para pejabat 98 yang tahu untuk berikan keterangan karena ini bukti baru itu juga yang ingin kami sampaikan ke publik," tuturnya.
 
Komnas HAM mencatat bahwa pada periode 1997-1998 setidaknya terdapat 23 aktivis pro demokrasi yang menjadi korban penculikan dan penghilangan paksa. Sembilan orang aktivis kemudian dilepaskan oleh para penculik setelah mereka mengalami penyiksaan yang mengerikan. Satu orang aktivis ditemukan dalam keadaan meninggal dan keadaan luka siksaan dan tembakan. Sisanya, 13 orang masih hilang dan tidak diketahui rimbanya sampai hari ini. 
 
Sebelumnya, video pernyataan Agum soal sidang militer terhadap Prabowo beredar di media sosial. Dalam video, Agum awalnya menjelaskan mengenai struktur anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diisi oleh perwira TNI bintang tiga. Agum dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masuk dalam anggota DKP.
 
Agum yang juga mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) itu mengaku mengetahui korban penculikan 1998. Informasi itu didapat Agum dari mantan anak buahnya yang berdinas di Kopassus.
 
Singkatnya, Agum menyebut Prabowo Subianto terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat. DKP kemudian merekomendasikan kepada Panglima ABRI Wiranto untuk memberhentikan Prabowo dari dinas militer. Agum menyebut keputusan itu juga diteken semua anggota DKP, termasuk SBY.
 
"Jadi DKP dengan hasil temuan seperti ini merekomendasikan kepada Panglima TNI. Rekomendasinya apa? Dengan kesalahan terbukti, yang direkomendasikan supaya yang bersangkutan diberhentikan dari dinas militer," kata Agum.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(BOW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan