Jakarta: Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyebut belum ada bukti yang menunjukkan dampak terburuk dari mutasi covid-19 asal Inggris, B117. Termasuk, potensi meningkatnya angka kematiaan akibat mutasi covid-19 tersebut.
"Dikaitkan dengan (efektif atau tidak) vaksin (melawan mutasi covid-19 baru) dan dikaitkan dengan (peningkatan) kematian, belum cukup kuat buktinya," ujar Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio dalam acara studi vaksin Longcom secara virtual, Selasa, 9 Maret 2021.
Menurut dia, bukti yang ada saat ini hanya menunjukkan B117 mampu menginfeksi sel lebih cepat dari mutasi covid-19 lainnya. Hal ini juga akan meningkatkan penularan virus dari satu individu ke individu lainnya.
Dia memastikan vaksin Sinovac masih mampu menjadi tameng dari mutasi covid-19. Sehingga, vaksin yang ada tidak perlu disesuikan dengan mutasi covid-19.
Baca: Pemerintah Beri Kabar Baik Soal Virus Korona Varian Baru
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam meminta pemerintah meningkatkan pelacakan mutasi covid-19 melalui genome sequencing atau pengurutan DNA. Langkah tersebut menjadi upaya menilai efektivitas vaksin dalam melawan covid-19.
Ari menjelaskan Indonesia tertingal jauh dengan negara-negara yang telah lama melakukan pengurutan DNA. Beberapa negara telah melakukan 1,3 juta sekuens.
"Kalau 10 persennya 130 ribu atau 1 persenya 1.300 tapi kenyataanya (Indonesia) di bawah 1.000, ini memang PR untuk kita semua," jelasnya.
Jakarta: Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyebut belum ada bukti yang menunjukkan dampak terburuk dari
mutasi covid-19 asal Inggris, B117. Termasuk, potensi meningkatnya angka kematiaan akibat mutasi
covid-19 tersebut.
"Dikaitkan dengan (efektif atau tidak) vaksin (melawan mutasi covid-19 baru) dan dikaitkan dengan (peningkatan) kematian, belum cukup kuat buktinya," ujar Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio dalam acara studi vaksin Longcom secara virtual, Selasa, 9 Maret 2021.
Menurut dia, bukti yang ada saat ini hanya menunjukkan B117 mampu menginfeksi sel lebih cepat dari mutasi covid-19 lainnya. Hal ini juga akan meningkatkan penularan virus dari satu individu ke individu lainnya.
Dia memastikan vaksin Sinovac masih mampu menjadi tameng dari mutasi covid-19. Sehingga, vaksin yang ada tidak perlu disesuikan dengan mutasi covid-19.
Baca: Pemerintah Beri Kabar Baik Soal Virus Korona Varian Baru
Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam meminta pemerintah meningkatkan pelacakan mutasi covid-19 melalui genome sequencing atau pengurutan DNA. Langkah tersebut menjadi upaya menilai efektivitas vaksin dalam melawan covid-19.
Ari menjelaskan Indonesia tertingal jauh dengan negara-negara yang telah lama melakukan pengurutan DNA. Beberapa negara telah melakukan 1,3 juta sekuens.
"Kalau 10 persennya 130 ribu atau 1 persenya 1.300 tapi kenyataanya (Indonesia) di bawah 1.000, ini memang PR untuk kita semua," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)