medcom.id, Jakarta: Protes Pemerintah Tiongkok ihwal penangkapan kapal dari negaranya, Han Tan Cou 19038, oleh TNI Angkatan Laut di Perairan Natuna, Kepulauan Riau, dianggap sebagai hal biasa. Bagaimanapun, hukum harus ditegakkan tanpa meninggalkan persahabatan.
"Masalah insiden segala macem biasa lah. Tapi, kita adakan pendekatan supaya tidak melebar. Jangan sampai kita mendamaikan, kita pula yang membuat ribut," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).
Menurut Ryamizard, Indonesia dan Tiongkok seharusnya saling menghormati. "Kapal kita juga kalau maling, pasti ditenggelamkan sama bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan)," ucapnya.
Hubungan Tiongkok dan Indonesia, lanjut Ryamizard, saat ini masih terjalin baik. "Kita tetap bersahabat. Tetapi kalau mencuri, di manapun harus ditangkap," katanya.
Menhan menjelaskan, sudah lama Pemerintah Indonesia berencana menambah pengamanan perbatasan di perairan Natuna. Ia yakin, insiden terjadi karena ada sebab dan akibat.
"Saya sudah bilang awal-awal, kapal perang jangan hanya ditaruh di Tanjung Priuk dan Tanjung Perak. Sekarang, ada tujuh KRI di perairan Natuna. Cukup di situ," ucap Menhan.
Coast Guard Tiongkok -- AP/Renato Etac
Kapal penangkap ikan yang mengangkut tujuh awak berkebangsaan Tiongkok ditangkap TNI AL karena terindikasi melakukan illegal fishing di perairan Natuna pada Sabtu (18/6/2016). Kapal itu sempat terdeteksi bersama 11 kapal asing lainnya. Namun, kapal lain berhasil melarikan diri lantaran kapal coastguard Tiongkok melakukan provokasi.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengklaim bahwa kapal penangkap ikan tersebut sedang melakukan operasi normal di traditional fishing ground. TNI AL kemudian melepaskan tembakan dan merusak kapal serta melukai seorang nelayan.
(Baca: Tiongkok Geram Kapal Nelayannya Ditembak TNI AL)
Tiongkok pun mengecam keras aksi TNI AL yang disebut-sebut telah menggunakan kekuatan militer secara sewenang-wenang.
Insiden ini merupakan yang ketiga sejak Maret. Pada Mei, kapal Indonesia menembak kapal Tiongkok karena menolak berhenti menangkap ikan. Indonesia kemudian menangkap kapal itu dan menahan delapan krunya.
Klaim Tiongkok di hampir seluruh Laut China Selatan membuat beberapa negara tetangganya geram. Filipina telah menggugat klaim Tiongkok itu ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag. Tiongkok menegaskan tidak akan mengakui putusan apapun dari mahkamah tersebut.
(Baca: Langgar Batas, Tiongkok tak Miliki Perjanjian Zona Nelayan Tradisional)
medcom.id, Jakarta: Protes Pemerintah Tiongkok ihwal penangkapan kapal dari negaranya, Han Tan Cou 19038, oleh TNI Angkatan Laut di Perairan Natuna, Kepulauan Riau, dianggap sebagai hal biasa. Bagaimanapun, hukum harus ditegakkan tanpa meninggalkan persahabatan.
"Masalah insiden segala macem biasa lah. Tapi, kita adakan pendekatan supaya tidak melebar. Jangan sampai kita mendamaikan, kita pula yang membuat ribut," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).
Menurut Ryamizard, Indonesia dan Tiongkok seharusnya saling menghormati. "Kapal kita juga kalau maling, pasti ditenggelamkan sama bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan)," ucapnya.
Hubungan Tiongkok dan Indonesia, lanjut Ryamizard, saat ini masih terjalin baik. "Kita tetap bersahabat. Tetapi kalau mencuri, di manapun harus ditangkap," katanya.
Menhan menjelaskan, sudah lama Pemerintah Indonesia berencana menambah pengamanan perbatasan di perairan Natuna. Ia yakin, insiden terjadi karena ada sebab dan akibat.
"Saya sudah bilang awal-awal, kapal perang jangan hanya ditaruh di Tanjung Priuk dan Tanjung Perak. Sekarang, ada tujuh KRI di perairan Natuna. Cukup di situ," ucap Menhan.
Coast Guard Tiongkok -- AP/Renato Etac
Kapal penangkap ikan yang mengangkut tujuh awak berkebangsaan Tiongkok ditangkap TNI AL karena terindikasi melakukan
illegal fishing di perairan Natuna pada Sabtu (18/6/2016). Kapal itu sempat terdeteksi bersama 11 kapal asing lainnya. Namun, kapal lain berhasil melarikan diri lantaran kapal
coastguard Tiongkok melakukan provokasi.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Tiongkok mengklaim bahwa kapal penangkap ikan tersebut sedang melakukan operasi normal di
traditional fishing ground. TNI AL kemudian melepaskan tembakan dan merusak kapal serta melukai seorang nelayan.
(Baca: Tiongkok Geram Kapal Nelayannya Ditembak TNI AL)
Tiongkok pun mengecam keras aksi TNI AL yang disebut-sebut telah menggunakan kekuatan militer secara sewenang-wenang.
Insiden ini merupakan yang ketiga sejak Maret. Pada Mei, kapal Indonesia menembak kapal Tiongkok karena menolak berhenti menangkap ikan. Indonesia kemudian menangkap kapal itu dan menahan delapan krunya.
Klaim Tiongkok di hampir seluruh Laut China Selatan membuat beberapa negara tetangganya geram. Filipina telah menggugat klaim Tiongkok itu ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag. Tiongkok menegaskan tidak akan mengakui putusan apapun dari mahkamah tersebut.
(Baca: Langgar Batas, Tiongkok tak Miliki Perjanjian Zona Nelayan Tradisional) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)