Jakarta: Sejumlah nelayan di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta, sudah kembali beroperasi setelah sebelumnya mogok karena menolak kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021.
Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara, James Then, mengatakan aksi mogok beroperasi itu sudah dilakukan para nelayan sejak beberapa hari lalu.
"Pada prinsipnya kita melakukan mogok kerja untuk menyampaikan kepada Bapak Presiden Jokowi, kepada pemangku jabatan tertinggi Menteri KKP dan beserta jajarannya, bahwa dengan adanya PP No 85 Tahun 2021 itu memicu gejolak gelombang penolakan serentak di Indonesia," kata James saat ditemui di Dermaga Timur, Pelabuhan Muara Baru, Rabu, 6 Oktober 2021.
Baca: Anggota TNI AL Dipecat Gara-gara Berhubungan Sesama Jenis, Ini Putusan Pengadilan
James menjelaskan para nelayan menilai kenaikan PNBP tersebut akan semakin mencekik nelayan Indonesia terutama di tengah kondisi pandemi covid-19. Aksi mogok beroperasi digelar selama 7 hari dan berlangsung secara damai dan tertib sejak 29 September 2021.
Para nelayan dan seluruh stakeholder sudah ada kesepakatan bersama Kepala Pelabuhan Muara Baru, KSOP, TNI-Polri, dan petugas lainnya untuk bersama-sama menjaga ekonomi, yang saat ini sempat macet karena mogok kerja dan ikat kapal.
"Para nelayan meminta pemerintah menyikapi perjuangan kami, dan kami terus berjuang karena kebijakan itu membuat kondisi kami yang nyaris mati, jika pemerintah tetap mengaktifkan PP No 85 Tahun 2021 Kementrian Kelautan dan Perikanan," jelas James.
James kembali mengatakan penangkapan ikan mengalami penurunan hingga 50%. Belum lagi adanya pengeluaran tambahan jika terdapat ABK yang sakit. Ditambah selama pandemi kinerja tak dapat maksimal.
James menyebut harga ikan di pasaran baik di tingkat lokal ataupun internasional menurun. Untuk harga ikan di pasar internasional saja kini turun 20% hingga 30%. Namun harga ikan memang cenderung fluktuatif.
"Terus terang kondisi ini begitu susah. Ibaratnya enggak usah dinaikin sudah berat kondisi. Sebelumnya [PNBP] memang naik 4-5 kali lipat. Jadi pemerintah ini, pajak mobil diturunin pajak perhubungan diturunin tapi kok perikanan malah dinaikin," ungkap James.
James menyebut jika sektor perikanan memburuk maka imbasnya tak hanya dirasakan para nelayan. Sektor usaha terkait seperti cold storage, pengolahan ikan, logistik hingga tingkat pedagang ikan di pasar akan ikut terdampak.
"Bayangkan 2 juta nelayan tidak bisa melaut artinya pemerintah harus beri BLT buat mereka. Belum lagi industri terkait kita ada pengolahan ikan, cold storage, pedagang ikan sampai logistik juga & akibat Multiplayer efek yg ditimbulkan," ujarnya.
Jakarta: Sejumlah
nelayan di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta, sudah kembali beroperasi setelah sebelumnya mogok karena menolak kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021.
Ketua Himpunan Nelayan Purse Seine Nusantara, James Then, mengatakan aksi mogok beroperasi itu sudah dilakukan para nelayan sejak beberapa hari lalu.
"Pada prinsipnya kita melakukan mogok kerja untuk menyampaikan kepada Bapak Presiden Jokowi, kepada pemangku jabatan tertinggi Menteri KKP dan beserta jajarannya, bahwa dengan adanya PP No 85 Tahun 2021 itu memicu gejolak gelombang penolakan serentak di Indonesia," kata James saat ditemui di Dermaga Timur, Pelabuhan Muara Baru, Rabu, 6 Oktober 2021.
Baca:
Anggota TNI AL Dipecat Gara-gara Berhubungan Sesama Jenis, Ini Putusan Pengadilan
James menjelaskan para nelayan menilai kenaikan PNBP tersebut akan semakin mencekik nelayan Indonesia terutama di tengah kondisi pandemi covid-19. Aksi mogok beroperasi digelar selama 7 hari dan berlangsung secara damai dan tertib sejak 29 September 2021.
Para nelayan dan seluruh stakeholder sudah ada kesepakatan bersama Kepala Pelabuhan Muara Baru, KSOP, TNI-Polri, dan petugas lainnya untuk bersama-sama menjaga ekonomi, yang saat ini sempat macet karena mogok kerja dan ikat kapal.
"Para nelayan meminta pemerintah menyikapi perjuangan kami, dan kami terus berjuang karena kebijakan itu membuat kondisi kami yang nyaris mati, jika pemerintah tetap mengaktifkan PP No 85 Tahun 2021 Kementrian Kelautan dan Perikanan," jelas James.
James kembali mengatakan penangkapan ikan mengalami penurunan hingga 50%. Belum lagi adanya pengeluaran tambahan jika terdapat ABK yang sakit. Ditambah selama pandemi kinerja tak dapat maksimal.
James menyebut harga ikan di pasaran baik di tingkat lokal ataupun internasional menurun. Untuk harga ikan di pasar internasional saja kini turun 20% hingga 30%. Namun harga ikan memang cenderung fluktuatif.
"Terus terang kondisi ini begitu susah. Ibaratnya enggak usah dinaikin sudah berat kondisi. Sebelumnya [PNBP] memang naik 4-5 kali lipat. Jadi pemerintah ini, pajak mobil diturunin pajak perhubungan diturunin tapi kok perikanan malah dinaikin," ungkap James.
James menyebut jika sektor perikanan memburuk maka imbasnya tak hanya dirasakan para nelayan. Sektor usaha terkait seperti cold storage, pengolahan ikan, logistik hingga tingkat pedagang ikan di pasar akan ikut terdampak.
"Bayangkan 2 juta nelayan tidak bisa melaut artinya pemerintah harus beri BLT buat mereka. Belum lagi industri terkait kita ada pengolahan ikan, cold storage, pedagang ikan sampai logistik juga & akibat Multiplayer efek yg ditimbulkan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)