medcom.id, Jakarta: Ahmad Hijazi tak menyangka rencana liburannya ke Pulau Tidung berujung petaka. Minggu 1 Januari, ia, istri, dan dua anaknya memutuskan menikmati awal tahun di Kepulauan Seribu.
Keputusan berlibur itu muncul setelah rencana liburan ke Bromo dan Kuningan gagal. Hajizi lantas menyerahkan tujuan liburan sepenuhnya ke istrinya, Yeti Pramutia.
"Tiba-tiba sudah dipesan saja tiketnya (ke Pulau Tidung)," ucap Hajizi kepada Metrotvnews.com, di kediamannya, Jalan Basmol Raya, Kembangan, Jakarta Barat, Sabtu (7/1/2017).
Yeti rupanya tak hanya mengajak keluarga kecilnya. Ia yang merupakan guru SD mengajak beberapa rekannya untuk menyambangi Pulau Tidung.
Sekitar pukul 07.00 WIB, mereka sudah duduk tenang di dek bawah kapal Zahro Express. Lima menit kemudian, Hajizi dan anak perempuannya, Mutia Sahla, memilih duduk di dek atas. Alasannya, ingin menikmati angin laut.
Lalu, anak laki-lakinya, Muhammad Yasir, menyusul. Sedangkan, Yeti anteng di dek dasar. Selang beberapa menit, asap mengepul.
"Kapal terbakar, kapal terbakar," teriak salah satu penumpang saat itu.
Ahmad Hajizi (baju cokelat) di depan rumahnya, Kembangan, Jakarta Barat. Foto-Foto: Metrotvnews.com/Azizah
Seketika asap membubung. Pekat. Seluruh penumpang panik dan mencoba menyelamatkan diri.
Hajizi teringat istrinya yang masih berada di dek bawah. Ia lantas turun ingin menyelamatkan Yeti. Sayangnya, pria berusia 44 tahun itu terjebak di antara puluhan orang yang juga ingin menyelamatkan diri.
"Abi, abang, Bi. Abang," Yeti berteriak kepada suaminya agar menyelamatkan anak-anaknya terlebih dahulu.
Baca: Cincin Nikah Petunjuk Keluarga Kenali Korban KM Zahro
Hajizi kemudian berlari menuju anaknya. Ia mulai mencari pelampung untuk kedua buah hatinya itu. Kemudian, ia mendekap Yasir dan Mutia.
Jilatan api menjalar ke seluruh badan kapal motor Zahro Express. "Dedek udah enggak kuat, Bi. Panas," rintih Mutia. Hal yang sama juga diucapkan Yasir.
Kasihan melihat anak-anaknya, akhirnya mereka memutuskan melompat ke laut. Setelah dibawa gelombang, akhirnya mereka bertemu dengan kapal nelayan.
Kapal 'penyelamat' itu ternyata sudah kelebihan muatan. Di sinilah, Hajizi dan kedua anaknya berpisah.
"Tapi tidak lama ada kapal yang agak besar datang. Anak perempuan dan saya di kapal nelayan. Sedangkan anak laki-laki saya di kapal yang besar itu," cerita Hajizi.
Kisah Hajizi dan keluarganya tak sampai di sini. Mereka harus mencari Yeti di daftar korban. Berulang kali ia mencari, namun jasad Yeti belum juga ditemukan.
Lima hari kemudian, Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, mengidentifikasi jasad Yeti melalui sampel DNA. Awalnya, Hajizi tak percaya, namun setelah melihat cincin pernikahan yang melinggar di jari manis Yeti, barulah ia yakin itu istrinya.
"Saya langsung bawa pulang (jasadnya) untuk segera dimakamkan," ujarnya.
medcom.id, Jakarta: Ahmad Hijazi tak menyangka rencana liburannya ke Pulau Tidung berujung petaka. Minggu 1 Januari, ia, istri, dan dua anaknya memutuskan menikmati awal tahun di Kepulauan Seribu.
Keputusan berlibur itu muncul setelah rencana liburan ke Bromo dan Kuningan gagal. Hajizi lantas menyerahkan tujuan liburan sepenuhnya ke istrinya, Yeti Pramutia.
"Tiba-tiba sudah dipesan saja tiketnya (ke Pulau Tidung)," ucap Hajizi kepada
Metrotvnews.com, di kediamannya, Jalan Basmol Raya, Kembangan, Jakarta Barat, Sabtu (7/1/2017).
Yeti rupanya tak hanya mengajak keluarga kecilnya. Ia yang merupakan guru SD mengajak beberapa rekannya untuk menyambangi Pulau Tidung.
Sekitar pukul 07.00 WIB, mereka sudah duduk tenang di dek bawah kapal Zahro Express. Lima menit kemudian, Hajizi dan anak perempuannya, Mutia Sahla, memilih duduk di dek atas. Alasannya, ingin menikmati angin laut.
Lalu, anak laki-lakinya, Muhammad Yasir, menyusul. Sedangkan, Yeti anteng di dek dasar. Selang beberapa menit, asap mengepul.
"Kapal terbakar, kapal terbakar," teriak salah satu penumpang saat itu.
Ahmad Hajizi (baju cokelat) di depan rumahnya, Kembangan, Jakarta Barat. Foto-Foto: Metrotvnews.com/Azizah
Seketika asap membubung. Pekat. Seluruh penumpang panik dan mencoba menyelamatkan diri.
Hajizi teringat istrinya yang masih berada di dek bawah. Ia lantas turun ingin menyelamatkan Yeti. Sayangnya, pria berusia 44 tahun itu terjebak di antara puluhan orang yang juga ingin menyelamatkan diri.
"Abi, abang, Bi. Abang," Yeti berteriak kepada suaminya agar menyelamatkan anak-anaknya terlebih dahulu.
Baca:
Cincin Nikah Petunjuk Keluarga Kenali Korban KM Zahro
Hajizi kemudian berlari menuju anaknya. Ia mulai mencari pelampung untuk kedua buah hatinya itu. Kemudian, ia mendekap Yasir dan Mutia.
Jilatan api menjalar ke seluruh badan kapal motor Zahro Express. "Dedek udah enggak kuat, Bi. Panas," rintih Mutia. Hal yang sama juga diucapkan Yasir.
Kasihan melihat anak-anaknya, akhirnya mereka memutuskan melompat ke laut. Setelah dibawa gelombang, akhirnya mereka bertemu dengan kapal nelayan.
Kapal 'penyelamat' itu ternyata sudah kelebihan muatan. Di sinilah, Hajizi dan kedua anaknya berpisah.
"Tapi tidak lama ada kapal yang agak besar datang. Anak perempuan dan saya di kapal nelayan. Sedangkan anak laki-laki saya di kapal yang besar itu," cerita Hajizi.
Kisah Hajizi dan keluarganya tak sampai di sini. Mereka harus mencari Yeti di daftar korban. Berulang kali ia mencari, namun jasad Yeti belum juga ditemukan.
Lima hari kemudian, Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, mengidentifikasi jasad Yeti melalui sampel DNA. Awalnya, Hajizi tak percaya, namun setelah melihat cincin pernikahan yang melinggar di jari manis Yeti, barulah ia yakin itu istrinya.
"Saya langsung bawa pulang (jasadnya) untuk segera dimakamkan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)